P3. Etnografi dalam Ilmu Antropologi | Antropologi XI Sem. 1
DEFENISI ETNOGRAFI
Sebelum Kita memahami lebih jauh tentang etnografi, maka sebaiknya kita
mengetahui dulu apasih pengertian etnografi itu sendiri . istilah etnografi
berasal dari kata ethonos yang berarti bangsa yang graphy yang berarti tulisan,
jadi pengertian etnografi adalah deskripsi tentang tentang bangsa-bangsa.
Beberapa pendapat ahli antropologi mengenai pengertian etnografi sebagai
berikut :
Yang pertama ada, menurut pendapat spradley dalam yad muliyadi(1999)
etnografi adalah kegiatan menguraikan dan menjelaskan sesuatu kebudayaan .
Yang kedua , menurut pendapat spindler dalam yad mulyadi(1999)etnografi
adalah kegiatan antropologi di lapangan.
Yang ketiga menurut pendapat koendjraningrat (1985) isi karangan etnografi
adalah suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa.
Diatas merupakan pengertian etnografi yang telah dikemukakan oleh beberapa
para ahli,maka kita akan mengetahui studi atau tehnik penelitian etnografi yang
akan kita kaji dalam mata pelajaran antropologi
TEKNIK ATAU STUDI PENELITIAN ETNOGRAFI
Cara untuk melakukan studi tentang etnografi, bukanlah hal yang mudah
karena berkaitan dengan prilaku dan kebiasaan
yang di lakukan oleh anggota suatu suku bangsa, pada hal ada suku
anggotanya sangat banyak bahkan mencapai jutaan penduduk. Oleh karena itu, seorang
ahli antropologi yang menulis tentang sebuah etnografi tentu tidak mampu
mencakup keseluruhan penduduk anggota dari suku bangsa yang besar tersebut
dalam deskripsinya. Dalam penulisan etnografi , pada umumnya seseorang peneliti
membatasi objek penelitian dengan mengambil salah satu unsur kebudayaan yang di
teliti pada sekelompok masyarakat tertentu . misalnya :
meneliti sistim kesenian tradisional masyarakat daerah tertentu .
meneliti tentang macam-macam upacara adat yang berkembang dalam masyarakat
di suatu daerah .
jika daerah yang dijadikan objek pengamatan terlalu luas pada umumnya
peneliti membatasi dengan mengambil bagian kecil dari daerah tersebut yang
dianggap dapat mewakili keadaan di seluruh daerah pengamatan, Misalnya
untuk mengamati adat istiadat masyarakat suku jawa diambil daerah
penelitian pada masyarakat pedesaan diwilayah kabupaten klaten surakarta yang
di anggap dapat mewakili keseluruhan perilaku kas orang jawa.
Pada jaman sekarang memang tidak mudah untuk memperoleh daerah yang penduduknya
hanya di huni oleh suku bangsa asli , apa lagi jika penelitian di lakukan di
kota besar atau desa yang memungkinkan hadirnya kaum pendatang menetap di
daerah tersebut.
Dalam penyusunan karangan etnografi, kita dapat menggunakan tahapan sebagai
berikut.
PEMILIHAN LOKASI
PENELITIAN
1. Menurut J.A .clifton dalam bukunya yang berjudul
introduction to cultural anthropology batasan lokasi yang akan di pergunakan
sebagai penelitian sebagai berikut.
2. Kesatuan masyarakat yang di batasi oleh satu desa atau lebih.
3. Kesatuan masyarakat yang terdiri atas penduduk yang
mengucapakan satu bahasa atau satu logat bahasa yang sama.
4. Kesatuan masyarakat yang di batasi oleh garis batas suatu daerah politik
administratif.
Dalamkarangan Etnografi lokasi penelitian yang akan di tentukan perlu di
deskripsikan.
Deskripsi lokasi penelitian mengenai hal-hal sebagai berikut.
1. Ciri-ciri geografis, yaitu mengenai iklin( misalnya :
tropis , sedang, mediteran, dan kutub) sifat daerah misalnya, pegunungan
dataran rendah, pegunungan dataran tinggi , kepulauan, rawa rawa, hutan
tropikal, sabana, stepa,gurun , dan sebagainaya) keadaan suhu rata-rata dan
curah hujan.
2. Ciri-ciri geologi dan geomorfologi yang berkaitan dengan
kondisi tanah
3. Keadaan flora dan fauna.
4. Data demogratif yang berkaitan dengan kependudukan ,
misalnya mengenai data jumlah penduduk.jenis kelamin, data natalitas,
mortalitas, dan data mengenai migrasi atau mobilitas penduduk.
5. Mencatat tentang asal mula sejarah terbentuknya suku
bangsa(penduduk di lokasi pengamatan tersebut.)
Untuk lebih lanjutnya setelah lokasih di tetapkan maka langkah berikutnya
adalah menentukan bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa di lokasih
yang di pilih tersebut. Hal itu meruapakan kerangka etnografi . penelitian
etnografi merupakan penelitian yang bersifat holistik dan menyeluruh, Artinya
penelitian etnografi tidak hanya mengarahkan perhatiannya kepada salah satu
atau beberapa variabel tertentu saja . hal itu di dasarkan pada pandanagan
bahwa budaya merupakan keseluruhan sistem yang terdiri atas bagian bagian yang
tidak dapat di pisahkan . unsur-unsur dalam kebudayaan yang dapat di jadikan
sebagai keranggka etnografi sebagai berikut:
-
Bahasa
-
Sistem
teknologi
-
Sistem
ekonomi
-
Sistem
sosial
-
Sistem
pengetahuan
-
Kesenian
-
Sistem
religi
Unsur-unsur kebudayaan bersifat universal , jadi artinya semua kebudayaan
suku bangsa pasti terdapat unsur- unsur tersebut. Mengenai urutan nama yang
menjadi prioritas penelitian dari keseluruhan unsur kebudayaan tersebut
bergantung sepenuhnya kepada peneliti .
Namun sistem urutan yang biasanya di pergunakan dalam studi etnografi di awali dari hal-hal yang bersifat kongkret menuju hal hal yang paling abstrak . dalam hal ini unsur bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan yang paling kongkret , karena hal pertama yang kita jumpai dalam penelitian terhadap penduduk di suatu daerah adalah Bahasa pergaulan
ETNOGRAFI SEBAGAI PENELITIAN KUALITATIF
Perkembangan media dalam konteks sosial dan praktik budaya yang kian beragam semakin mengukuhkan eksistensi paradigma kualitatif. Kemampuannya menghasilkan produk analisis yang mendalam selaras dengan settingnya. Beberapa metode penelitian berbasis paradigma kualitatif ini analisis wacana, studi kasus, semiotik dan etnografi kini mulai dilirik para ilmuwan maupun peneliti. Etnografi yang akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini merupakan salah satu metode penelitian kualitatif. Etnografi digunakan untuk meneliti perilaku-perilaku manusia berkaitan dengan perkembangan teknologi komunikasi dalam setting sosial dan budaya tertentu. Metode penelitian etnografi dianggap mampu menggali informasi secara mendalam dengan sumber-sumber yang luas. Dengan teknik “observatory participant”, etnografi menjadi sebuah metode penelitian yang unik karena mengharuskan partisipasi peneliti secara langsung dalam sebuah masyarakat atau komunitas sosial tertentu. Yang lebih menarik sejatinya metode ini merupakan akar dari lahirnya ilmu antropologi yang kental dengan kajian masyarakatnya itu. Tidak seberuntung analisis wacana, studi kasus dan semiotik, selama ini belum banyak buku-buku khusus yang membahas metode penelitian etnografi dalam komunikasi, khususnya di Indonesia. Pun metode ini juga belum terlalu banyak diadaptasi oleh para peneliti dalam kajian komunikasi – walaupun diakui sumbangsihnya dalam menyediakan refleksi mengenai masyarakat dan 2 perkembangan teknologi komunikasi terhitung tidak sedikit. Beberapa keunikan dan fenomena yang mengikuti eksistensi metode penelitian etnografi dalam komunikasi ini membuat kita meliriknya sebagai salah satu metode yang laik dikenalkan, dikembangkan dan dirujuk dalam penelitian sosial. Untuk itu, dengan mengacu pada beberapa referensi buku, penulis akan memetakan secara ringkas metode penelitian etnografi.
A. Metode Etnografi (James Spradley)
Secara harafiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau sekian tahun. Etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode penelitian dianggap sebagai asal-usul ilmu antropologi. Margareth Mead (1999) menegaskan, “Anthropology as a science is entirely dependent upon field work records made by individuals within living societies. Dalam buku “Metode Etnografi” ini, James Spardley mengungkap perjalanan etnografi dari mula-mula sampai pada bentuk etnografi baru. Kemudian dia sendiri juga memberikan langkah-langkah praktis untuk mengadakan penelitian etnografi yang disebutnya sebagai etnografi baru ini.
1. Etnografi mula-mula (akhir abad ke-19)
Etnografi mula-mula dilakukan untuk membangun tingkat-tingkat perkembangan evolusi budaya manusia dari masa manusia mulai muncul di permukaan bumi sampai ke masa terkini. Tak ubahnya analisis wacana, mereka ilmuwan antropologi pada waktu itu melakukan kajian etnografi melalui tulisan- 3 tulisan dan referensi dari perpustakaan yang telah ada tanpa terjun ke lapangan. Namun pada akhir abad ke-19 legalitas penelitian semacam ini mulai dipertanyakan karena tidak ada fakta yang mendukung interpretasi para peneliti. Oleh karena hal tersebut, akhirnya muncul pemikiran baru bahwa seorang antropolog harus melihat sendiri alias berada dalam kelompok masyarakat yang menjadi obyek kajiannya.
2. Etnografi Modern (1915-1925)
Etnografi modern dipelopori oleh antropolog sosial Inggris, Radclifffe-Brown dan B. Malinowski. Etnografi modern dibedakan dengan etnografi mula-mula berdasarkan ciri penting, yaitu mereka tidak terlalu mamandang hal-ikhwal yang berhubungan dengan sejarah kebudayaan suatu kelompok masyarakat (Spradley, 1997). Perhatian utama mereka adalah pada kehidupan masa kini, yaitu tentang the way of life masayarakat tersebut. Menurut pandangan dua antropolog ini tujuan etnografi adalah untuk mendeskripsikan dan membangun struktur sosial dan budaya suatu masyarakat. Untuk itu peneliti tidak cukup hanya melakukan wawancara, namun hendaknya berada bersama informan sambil melakukan observasi.
3. Ethnografi Baru Generasi Pertama (1960-an)
Berakar dari ranah antropologi kognitif, etnografi baru memusatkan usahanya untuk menemukan bagaimana masyarakat mengorganisasikan budaya mereka dalam pikiran mereka dan kemudian menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan. Analisis dalam penelitian ini tidak didasarkan semata-mata pada interpretasi peneliti tetapi merupakan susunan pikiran dari anggota masyarakat 4 yang dikorek keluar oleh peneliti. Karena tujuannya adalah untuk menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran dari suatu masyarakat, maka pemahaman peneliti akan studi bahasa menjadi sangat penting dalam metode penelitian ini. “Pengumpulan riwayat hidup atau suatu strategi campuran, bahasa akan muncul dalam setiap fase dalam proses penelitian ini.
4. Ethnografi Baru Generasi Kedua
nilah metode penelitian hasil sintesis pemikiran Spardley yang dipaparkan dalam buku Metode Etnografi ini, Spardley (1999) mendefinisikan budaya sebagai yang diamati dalam etnografi. Selain itu juga sebagai proses belajar yang mereka gunakan untuk megintepretasikan dunia sekeliling mereka dan menyusun strategi perilaku untuk menghadapinya. Dalam pandangannya ini, Spardley tidak lagi menganggap etnografi sebagai metode untuk meneliti Other culture (masyarakat kecil) yang terisolasi, namun juga masyarakat kita sendiri, masyarakat multicultural di seluruh dunia. Pemikiran ini kemudian dia rangkum dalam “Alur Penelitian Maju Bertahap” yang terdiri atas lima prinsip, yaitu:
(1) Peneliti dianjurkan hanya menggunakan satu teknik pengumpulan data;
(2) Mengenali langkah-langkah pokok dalam teknik tersebut, misalnya 12 langkah pokok dalam wawancara etnografi dari Spardley;
(3) Setiap langkah pokok dijalankakn secra berurutan;
(4) Praktik dan latihan harus selalu dilakukan;
(5) Memberikan problem solving sebagai tanggung jawab sosialnya, bukan lagi ilmu untuk ilmu.
Inti dari “Etnografi Baru” Spardley ini adalah upaya memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami melalui kebudayaan mereka. Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer membuat kesimpulan budaya manusia dari tiga sumber:
(1) dari hal yang dikatakan orang;
(2) dari cara orang bertidak;
(3) dari berbagai artefak yang digunakan.
Namun dalam buku ini Spradley memfokuskan secara khusus pembuatan keksimpulan dari apa yang dikatakan orang. Wawancara etnografi dianggap lebih mampu menjelajah susunan pemikiran masyarakat yang sedang diamati. Sebagai metode penelitian kualitatif, etnografi dilakukan untuk tujuantujuan tertentu. Spradley mengungkapkan beberapa tujuan penelitian etnografi, sbb:
(1) Untuk memahami rumpun manusia.
Dalam hal ini, etnografi berperan dalam menginformasikan teori-teori ikatan budaya; menawarkan suatu strategi yang baik sekali untuk menemukan teori grounded. Sebagai contoh, etnografi mengenai anak-anak dari lingkungan kebudayaan minoritas di Amerika Serikat yang berhasil di sekolah dapat mengembangkan teori grounded mengenai penyelenggaraan sekolah; etnografi juga berperan untuk membantu memahami masyarakat yang kompleks.
(2) Etnografi ditujukan guna melayani manusia.
Tujuan ini berkaitan dengan prinsip ke lima yang dikemukakan Spradley di atas, yakni meyuguhkan problem solving bagi permasalahan di masyarakat, bukan hanya sekadar ilmu untuk ilmu. Ada beberapa konsep yang menjadi fondasi bagi metode penelitian etnografi ini. Pertama, Spradley mengungkapkan pentingnya membahas konsep bahasa, baik dalam melakukan proses penelitian maupun saat menuliskan hasilnya dalam bentuk verbal. Sesungguhnya adalah penting bagi peneliti untuk mempelajari bahasa setempat, namun, Spredley telah menawarkan sebuah cara, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan etnografis. Konsep kedua adalah informan. Etnografer bekerja sama dengan informan untuk menghasilkan sebuah deskripsi kebudayaan. Informan merupakan sumber informasi; secara harafiah, mereka menjadi guru bagi etnografer (Spradley, 1997: 35). Sisa dari buku yang ditulis Spradley ini mengungkap tentang langkahlangkah melakukan wawancara etnografis sebagai penyari kesimpulan penelitian dengan metode etnografi. Langkah pertama adalah menetapkan seorang informan. Ada lima syarat yang disarankan Spradley untuk memilih informan yang baik, yaitu
(1) enkulturasi penuh,
(2) keterlibatan langsung,
(3) suasana budaya yang tidak dikenal,
(4) waktu yang cukup,
(5) non-analitis.
Langkah kedua adalah melakukan wawancara etnografis. Wawancara etnografis merupakan jenis peristiwa percakapan (speech event) yang khusus (ibid, hal. 71). Tiga unsur yang penting dalam wawancara etnografis adalah tujuan yang eksplisit, penjelasan, dan pertanyaannya yang bersifat etnografis. Langkah selanjutnya adalah membuat catatan etnografis. Sebuah catatan etnografis meliputi catatan lapangan, alat perekam gambar, artefak dan benda lain yang mendokumentasikan suasana budaya yang dipelajari. Langkah ke empat adalah mengajukan pertayaan deskriptif. Pertanyaan deskriptif mengambil “keuntungan dari kekuatan bahasa untuk menafsirkan setting” (frake 1964a: 143 dalam Spradley, 1991: 108). Etnografer perlu untuk mengetahui paling tidak satu setting yang di dalamnya informan melakukan aktivitas rutinnya. Langkah ke lima adalah melakukan analisis wawancara etnografis. Analisis ini merupakan penyelidikan 7 berbagai bagian sebagaimana yang dikonseptualisasikan oleh informan. Langkah ke enam, yakni membuat analisis domain. Analisis ini dilakukan untuk mencari domain awal yang memfokuskan pada domain-domain yang merupakan namanama benda. Langkah ketujuh ditempuh dengan mengajukan pertanyaan struktural yang merupakan tahap lanjut setelah mengidentifikasi domain. Langkah selanjutnya adalah membuat analisis taksonomik. Langkah ke sembilan yakni mengajukan pertanyaan kontras dimana makna sebuah simbol diyakini daoat ditemukan dengan menemukan bagaimana sebuah simbol berbeda dari simbolsimbol yang lain. Langkah ke sepuluh membuat analisis komponen. Analisis komponen merupakan suatu pencarian sistematik berbagai atribut (komponen makna) yang berhubungan dengan simbol-simbol budaya. Langkah ke sebelas menemukan tema-tema budaya. Langkah terakhirnya yakni menulis sebuah etnografi. Pemikiran Spradley ini memberi pemetaan historis yang jelas mengenai metode penelitian etnografi selain mamberi gambaran mengenai langkahlangkahnya. Dengan cerdas, Spradley memaparkan bahwa etnografi baru bukan hanya dapat diadaptasi sebagai metode penelitian dalam antropologi melainkan dapat digunakan secara luas pada ranah ilmu yang lain. Penulis meletakkan pemikiran Spradley ini di bagian awal dengan maksud agar kita memperoleh pemahaman awal mengenai metode etnografi yang masih murni, umum, yang berasal dari akarnya, yakni ilmu antropologi. Berikut penulis akan menyajikan pemikiran-pemikiran lain mengenai metode penelitian etnografi dalam ranah kajian ilmu yang lebih spesifik. 8 Metodologi Penelitian Kualitatif (Deddy Mulyana:1999) Istilah Etnografi berasal dari kata ethno (bangsa) dan graphy (menguraikan). Etnografi yang akarnya adalah ilmu antropologi pada dasarnya adalah kegiatan penelitian untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati kehidupan sehari-hari. Menurut pemikiran yang dirangkum oleh Deddy Mulyana ini, etnografi bertujuan menguraikan suatu budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya baik yang bersifat material, seperti artefak budaya dan yang bersifat abstrak, seperti pengalaman, kepercayaan norma, dan sistem nilai kelompok yang diteliti. Sedangkan Frey et al., (1992: 7 dalam Mulyana, 2001: 161) mengatakan bahwa etnografi berguna untuk meneliti perilaku manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Uraian tebal (thick description ) berdasarkan pengamatan yang terlibat (Observatory participant) merupakan ciri utama etnografi (ibid: 161-162). Pengamatan yang terlibat menekankan logika penemuan (logic of discovery), suatu proses yang bertujuan menyarankan konsep-konsep atau membangun teori berdasarkan realitas nyata manusia. Metode ini mematahkan keagungan metode eksprimen dan survei dengan asumsi bahwa mengamati manusia tidak dapat dalam sebuah laboratorium karena akan membiaskan perilaku mereka. Pengamatan hendaknya dilakukan secara langsung dalam habitat hidup mereka yang alami. Denzin menkategorikan jenis pengamat, sbb: participant as observer, complete participant, observer as participant serta complete observer (Ibid: 176). Etnografer harus pandai memainkan peranan dalam berbagai situasi karena 9 hubungan baik antara peneliti dengan informaan merupakan kunci penting keberhasilan penelitian. Untuk mewujudkan hubungan baik ini diperlukan ketrampilan, kepekaan dan seni. Selain ketrampilan menulis, beberapa taktik yang disarankan adalah taktik “mencuri-dengar” (eavesdropping) dan taktik “pelacak” (tracer), yakni mengikuti seseorang dalam melakukan serangkaian kegiatan normalnya selama periode waktu tertentu. Hampir sama dengan pemikiran sebelumnya, tulisan Deddy Mulyana ini mengukuhkan wawancara secara mendalam dan tak terstruktur sebagai teknik pengumpulan data dalam penelitian etnografi ini. Kedua jenis wawancara ini adalah metode yang selaras dengan perspektif interaksionisme simbolik, karena memungkinkan pihak yang diteliti untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya, tidak sekadar manjawab pertanyaan peneliti. Pada tahap ini, wawancara hendaknya dilakukan secara santai dan informal dengan tetap berpengang pada pedoman wawancara yang telah dibuat peneliti. Walaupun pemaparannya tidak jauh berbeda dengan Spradley di atas, namun Deddy Mulyana lebih menekankan pendekatan interaksionisme simbolik untuk membaca sebuah fenomena menggunakan metode etnografi ini. Menurut perspektif interaksionisme simbolik, transformasi identitas menyangkut perubahan psikologis. Pelakunya menjadi individu yang berbeda dari sebelumnya (Ibid: 230). Hal ini menjadi perhatian dalam penggunaan metode penelitian etnografi. Peneliti disarankan untuk mampu merunut riwayat sejarah informan sebelum melakukan penelitian, atau yang sering dikenal dengan analisis dokumen. 10 “A Hand Book of Methodologies For Mass Communication research” ( Jensen and Jankowski) Jensen dan Jankowski (2002) menempatkan etnografi sebagai sebuah pendekatan. Etnografi tidak dilihat sebagai alat untuk mengumpulkan data tetapi sebuah cara untuk mendekati data dalam meneliti fenomena komunikasi. Menurut Hammersley dan Atkinson (1983: 2 dalam Jansen and jankowski, 1991: 153), etnografi dapat dipahami sebagai “Simply one social research method, albeit an unusual one, drawing on a wide range of sources information. The erhnographer participates in people’s lives for an extended period of time, watching what happens, listeninf to what is said, asking questions, collecting whatever data are available to throw light on issues with which he or she concerned” Etnografi secara alami dipandang sebagai penyelidikan mengenai aktivitas hidup manusia. Oleh Greetz disebut sebagai “informal logic of actual life”. Berbasis pandangan ini, seharusnya etnografi mampu menghasilkan deskripsi secara detail dari pengalaman kongkrit dengan latar budaya dan aturan sosial tertentu, pola-pola yang ada di dalamnya bukan berpatokan pada hukum yang universal (ibid: 8). Namun kenyataannya, etnografi menjadi istilah yang totemic. Misalnya, dalam kajian mengenai audiens akhir-akhir ini, tiba-tiba semua orang menjadi seorang etnografer. Hal ini menggugah Lull untuk meneriakkan kembali tanggung jawab sebagai seorang peneliti etnografi, yakni; pengamatan dan pencatatan secara langsung tingkah laku yang rutin dari seluruh karakteristik individu yang dipelajari; pengamatan harus dilakukan secara langsung dalam setting masyarakat 11 yang diteliti sebagai laboratorium alaminya. Kesimpulan digambarkan secara hatihati, tidak gegabah, perlu juga memberikan perlakuan spesial terhadap hasil pengamatan dalam konteks yang berbeda-beda. Strategi penelitian kualitatif seperti Etnografi ini dirancang untuk memasuki ceruk-ceruk wilayah kehidupan alami serta aktivitas tertentu yang menjadi karakter masyarakat yang akan diteliti. Kekuatan utama etnografi adalah contextual understanding yang timbul dari hubungan antar aspek yang berbeda dari fenomena yang diamati. Namun yang masih dianggap sebagai kelemahannya ialah interpretasi peneliti dalam menggambarkan hasil pengamatan. Karena peneliti barada bersama dengan para informan, maka peneliti dituntut untuk reflektif dan mampu menjauhkan diri dari kekerdilan interpretasi, ketidaklengkapan observasi dan dan gap- gap yang ada dalam struktur yang diamati.
Pengertian Diferensiasi Sosial
Definisi deferensiasi sosial dalam pengajian dari ilmu sosial. Diferensiasi sosial atau pembedaan sosial merupakan wujudan pembagian sosial atau masyarakat ke dalam kelompok-kelompok atau golongan-golongan secara horizontal, sehingga tidak menimbulkan tingkatan-tingkatan secara hierarkis. Diferensiasi sosial adalah pengelompokan masyarakat kedalam atribut secara orizontal, seperti ras etnis atau suku bangsa, klan, agama, profesi dan jenis kelamin.
A. Jenis-jenis diferensiasi sosial.
1. Diferensiasi tingkatan
Terjadinya akibat adanya ketidak seimbangan penyaluran barang dan jasa yang dibutuhkan disuatu tempat atau daerah. Cara penyaluran di berbagai tangan sehingga sampai di berbagai tangan , sehingga sampai ketujuan memelikiki harga yang berbeda- beda.
2. Diferensiasi fungsional
Karena adanya pembagian tugas atau pembagian kerja yang berbeda-beda disuatu lembaga sosial, setiap orang yang bekerja memiliki tugas dan fungsinya masing.
3. Diferensiasi adat
Aturan dan norma yang menginat masyarakat muncul di suatu daerah sebagai kebutuhan .
Munculnya norma atau aturan untuk mengatur ketentraman dan ketertiban masyarakat sengaja di adakan pada saat situasi tertentu, karena keberadaannya di butuhkan.
B. Bentuk-bentuk Diferensiasi Sosial
Masyarakat mempunyai bentuk-bentuk yang di miliki, kini kita dapat mengidentifikasi melalui bentuk-bentuk melalui kajian yang ada.
- Perbedaan Ras dan Etnis
pengertian ras dapat berarti golongan tertentu umat manusia berdasarkan ciri-ciri biologis. menurut para ahli pengertian ras sebagai suatu kelompok manusia yang dapat dibedakan dari kelompok lainnya karna ada beberapa karakteristik fisi atau lahiriyah, seperti warna kulit, bentuk muka, misalnya. penggelongan ras mongoloid dan negroid. keanekaragaman bangsa indonesia berkembangsesuai denganlingkungan tempat mereka berada berdasarkan penggolongan sosial budayayang disebut sebagai etnis.
- Perbedaan Agama
agama merupakan suatu institusi penting yang mengatur kehidupan manusia. menurut emanuel kant, agama adalah perasaan berkewajiban melaksanakan perintah-perintah Tuhan. secara umum agama adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dengan praktik yang berhubungan dengan hal-hal yang suci. agama merupakan suatu kebutuhan yang dicukupkan oleh manusia untuk meyakin kan dirinya terhadap kepercayaan yang diyakini. manusia pada dasarnya adalah mahkluk yang mempunyai rasa kagum terhadap sesuatu yang goib. hal tersebut dapat menggetarkan jiwa manusia.
⬇️
berikutnya tentang materi antropologi MA keelas XI. Yang kan membahas tentang Konsep tentang Nilai-Nilai Kultural (cultural values) dan Pewarisan nilai-nilai kultural atau proses sosialisasi dan enkulturasi.
Sebelum kita melangkah lebih jauh, maka kita akan mengulas kembali tentang materi tentang kebudayaan atau budaya, yang kita pelajari di kelas IX
Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup kelompok social yang berkembang di masyarakat untuk di wariskan dari generasi dengan generasi lain. Dan di bentuk oleh manusia dan di jalankan manusia itu sendiri. Asdanya unsur budaya seperti agama, politik, adat istiadat, Bahasa, seni dan lain lain yang membentuk sebuah klebudayaan dalam masyarakat. Sifat dari budaya sendiri yaitu kompleks, abstrak, dan luas.
Nilai-nilai Budaya
Nilai-nilai budaya merupakan nilai yang berada di suatu kebudayaan tertentu yang sudah dio sepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat yang di jadikan sebuah kebiasaan, kepercayaan, symbol-simbol, dan sebagai acuan perilaku tertentu atas apa yang akan terjadi atau sedang terhadi di masysyarakat.
Nilai budaya dapat terlihat melalui beberapa hal, antara lain terdapa pada symbol-simbol, slogan, moto, visi-misi, atau sebagai pedoman masyarakat. Dalam budaya terdapat karaktristik dalam budaya masarakat sendiri.
- Komunikasi dan Bahasa. System komunikasi dapat menggunakan Bahasa verbal dan non verbal, membedakan dari satu kelompok ke klompok lain.
- Pakaian dan penampilan. Suatu penampilan dapat di lihat melalui kebiasaan masyarakat.
- Makanan dan kebiasaan makan. Pola makan dan cara memilih, menyiapkan dan memakan makanan budaya satu dengan budaya lain berbeda.
- Waktu dan kesadaran akan waktu. Budaya satu dengan dudaya lain tentang waktu juga memiliki perbedaan antaranya budaya Cina dan budaya Jawa.
- Budaya juga mengatur hubungan manusia dan hubungan organisasi bedasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan dan kekuasaan
3. Bahasa sebagai identitas sosial
Ada berbagai tingkat ppemakaia bahasa yang merupakan ideidntit penutur serta adaanya bermacam gaya dalam kontek sosial seperti itu menunjukan bahwa ada korelasi antara kelas atau status sosial di satu pihak dan cara pemakaian bahasa di pihak lain . Ciri khusus tutuurn seseorang atau kelompok masyarakat dapat menjadi indikator status sosial mereka. Pemakaian fariaasi bahasa sebagai akibat adanya faktor faktor sosial kultural bukan berarti kebebasan melanggar kaida bahasa. Variasi adalah sejenis ragam bahasa yang pemakaianya ddisesuaikan dengan fungsi dan situasinya.
4. Bahasa sebagai sistem sosial
Bahasa bukan sekedar tanda, tetapi bahasa dipandang sebagai sistem sosial dan sistem koMunikasi serta merupakan bagian dari kebudayaan mamasyarkt tertentu ( menurut Mariyono ) bahasa sebaeai ssisem sosial berarti bahwa bahasa dapat dijadikan sebagai pranata sosial untuk mengorganisasi interaksi sosial dalam masyarakat . Hubungan antar individu dalam masyarakat tercermin dan di tentukan dalam penggunaan bahasanya.
Oleh karena itu, ttimbul lah ragam bahasa yang di tentukan oleh perbedaan sosial kemasyarakatan.
D. Pengaruh didialek dalam masyarakat
1. Pengertian dialek
Perkembangan bahasa suatu suku bangsa, terutama suku bangsa yaan terbesar dan terdiri atas beberapa juta pengujar sesenantaa terjadi variasi karena adanya perbedaan geoografis atau karena adanya peperbeaa lapisan dan lingkungan sosial lainnya
Misalnya
Dalam bahasa jawa , bahasa orang jawa Purwokerto , tegal, surakarta atau surabaya, masing-masing memiliki dialek yang berbeda.
2. Jenis dialek
1. Dialek regional dan dialek sosial
- dialek yang di ddasarkn pada letak geografir si penutur Dan dialek berdasarkan latar belakang si penutur .
E. Hubungan antara bahasa dan dialek
Dalam kehidupan sehari- hari kita temui berbagai gaya bahasa.
kEBUDAYAAN
kebudayaan merupakan komponen penting dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu cara hidup (ways of life). Cara hidup atau pandangan ini meliputi cara berpikir, berencana, dan bertindak segala hasil karya nyata yang dianggap benar dan berguna. Menurut Koentjaraningrat, kata kebudayaan berasal dari kata Sanskerta yakni buddhayah yang berarti jamak. Buddhi berarti “budi” atau ”akal”. Dengan begitu, kebudayaan dapat diartikan sebagai halhal yang bersangkutan dengan budi dan akal, sedangkan dalam bahasa asing kata kebudayaan berasal dari istilah culture, dan colere dari bahasa latin yang berarti mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Lain halnya dengan Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang diperlukan oleh masyarakat. Rasa meliputi jiwa manusia. Sedangkan cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir, dari orang-orang yang hidup dalam masyarakat yang kemudian menghasilkan ilmu pengetahuan. Untuk mempelajari itu semua, para ahli antropologi berusaha mengidentifikasi unsur-unsur yang ada dalam kebudayaan. Lantas bagaimana unsur-unsur kebudayaan itu?
Unsur-unsur kebudayaan
Dalam menganalisa suatu kebudayaan (misalnya saja kebudayaan Minangkabau, Bali, atau Jepang) seseorang memakai analisis unsurunsur kebudayaan. Menurut C. Kluckhohn terdapat tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals. Unsur-unsur tersebut antara lain, bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, hidup, sistem religi, kesenian.
a. Bahasa
Manusia sebagai suatu bagian dari masyarakat, tidak dapat hidup sendiri. Manusia harus melakukan interaksi dengan manusia lain. Untuk itu diperlukan suatu sarana yang dapat dipakai untuk berinteraksi. Interaksi yang dilakukan untuk menjalin komunikasi tersebut adalah bahasa. Bahasa yang secara alami muncul tidak hanya berasal dari satu sumber masukan bahasa, namun menyerap dan mendapat sumbangan bahasa dari masyarakat lain. Bahasa yang digunakan atas hasil serapan tersebut ditimbulkan karena adanya interaksi yang berkelanjutan dan dalam waktu yang cukup panjang. Dengan interaksi yang intensif dengan banyak individu yang berasal dari banyak suku bangsa, maka ranah kosakata semakin kaya. Suatu bahasa muncul awalnya berasal dari bahasa lisan. Dalam perkembangannya, setelah tercipta simbol berupa gambar dan kemudian huruf, bahasa ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan. Dengan demikian suatu bahasa berkembang menjadi dua macam, yaitu bahasa lisan dan tulis. Umumnya bahasa tulis dan lisan sangat berbeda. Bahasa lisan digunakan secara lisan saat komunikasi dengan orang lain dan biasanya dilakukan secara langsung. Namun bahasa tulis, biasanya berupa tulisan dengan menggunakan huruf-huruf tulis. Bahasa lisan dipakai secara tidak langsung.
b. Sistem Pengetahuan
Sebagai makhluk yang memiliki akal dan budi, manusia selalu melakukan perubahan sepanjang waktu hidupnya. Hal tersebut dilakukan sejak dilahirkan hingga masa tua. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan kehidupan yang nyaman dan sesuai dengan yang diharapkan. Perubahan untuk mendapatkan kenyamanan di dalam menjalani kehidupan tersebut memerlukan suatu sistem yang dapat membuat manusia mengerti dan memahami subjek yang akan diubah atau dikembangkan ke arah yang lebih baik. Sistem yang sangat membantu manusia tersebut adalah sistem pengetahuan. Melalui sistem pengetahuan, manusia sebagai insan yang aktif, dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Pengetahuan yang ada di lingkungan manusia di antaranya adalah:
1) pengetahuan tentang alam sekitar,
2) pengetahuan tentang alam flora,
3) pengetahuan tentang alam fauna,
4) pengetahuan tentang zat-zat dan bahan mentah,
5) pengetahuan tentang tubuh manusia,
6) pengetahuan tentang kelakuan sesama manusia, serta
7) pengetahuan tentang ruang, waktu, dan bilangan.
c. Sistem Organisasi
Organisasi dalam hal ini, sengaja diciptakan masyarakat guna mencapai suasana damai dan teratur dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup. Secara umum kebutuhan manusia sangat beragam. Oleh karena itu, perlu adanya aturan-aturan yang mengatur setiap kebutuhan tersebut. Dengan kata lain,dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, manusia berupaya untuk dapat menciptakan suatu sistem yang dapat menata kehidupan sosial dengan membuat aturan-aturan tertentu sehingga keharmonisan hidup dapat dicapai dan kebnutuhan hidup dapat terwujud. Sistem organisasi dalam antropologi diwujudkan menjadi tiga bentuk sistem, yaitu:
1) sistem kekerabatan,
2) sistem kesatuan hidup setempat,
3) asosiasi dan perkumpulan-perkumpulan, serta
4) sistem kenegaraan.
d. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Manusia adalah makhluk yang aktif mengembangkan diri untuk menghasilkan sesuatu peralatan yang dapat membantu dirinya dapat menjalani hidup dengan nyaman dan senang. Untuk dapat membuat manusia menjalani hidup dengan nyaman dan senang tersebut, maka mereka berupaya membuat:
1) alat-alat produksi,
2) alat-alat distribusi dan transportasi,
3) tempat untuk menyimpan
4) makanan dan minuman,
5) pakaian dan perhiasan,
6) tempat berlindung dan perumahan, serta
7) senjata.
e. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, khususnya kebutuhan pangan, manusia melakukan beberapa hal yang berkaitan dengan sesuatu yang dapat menghasilkan makanan dan minuman. Sistem ini dalam antropologi dinamakan sistem mata pencaharian. Sistem mata pencahariaan hidup merupakan unsur kebudayaan. Hal ini dikarenakan, dalam sistem mata pencaharian individu menggunakan akal dan pikirannya masing-masing. Kenyataan ini memunculkan keanekaragaman sistem mata pencaharian. Beberapa di antaranya adalah:
1) berburu dan meramu,
2) perikanan,
3) bercocok tanam di ladang,
4) bercocok tanam menetap,
5) peternakan, serta
6) perdagangan.
F. Sistem Religi
Dalam menjalani kehidupannya, manusia membutuhkan perasaan aman dari segala sesuatu yang dapat menghancurkannya. Untuk itu, ia mencari sesuatu yang dapat membuatnya merasa nyaman dan tenteram. Perasaan yang demikian hanya didapatkan dari sesuatu yang memiliki kekuatan sangat tinggi dan sangat besar. Kekuatan tersebut kemudian diyakini sebagai kekuatan yang tidak nampak dan mampu menjaga serta menghalau manusia dari malapetaka. Untuk dapat menguatkan hati akan kekuatan tersebut, maka kekuatan yang tidak nampak itu diwujudkan dengan berbagai bentuk oleh manusia. Sementara itu, kekuatan maha dahsyat tersebut supaya bersedia membantu manusia, maka harus diberi pemberian. Pemberian tersebut dapat berupa sesaji, sastra suci, puja dan pujian. Beberapa hal yang berkaitan dengan sistem religi sebagai berikut.
1) Sistem kepercayaan.
2) Kesusastraan suci.
3) Sistem upacara keagamaan.
4) Komuniti keagamaan.
5) Ilmu gaib.
6) Sistem nilai dan pandangan hidup.
g. Kesenian
Manusia sebagai makhluk yang penuh dengan kreasi, cenderung menciptakan sesuatu yang indah untuk memuaskan batinnya. Manusia menciptakan sesuatu yang indah untuk dapat dinikmati. Kebutuhan tersebut muncul untuk memberi suatu hiburan. Kebutuhan yang semula hanya memnuhi keinginan batin semata bergeser menjadi komersil. Kebutuhan akan keindahan, dipergunakan menjadi sebuah kegiatan yang menghasilkan uang. Kegiatan berkesenian menjadi suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Namun demikian, di balik itu semua, manusia suka akan keindahan. Suka akan sesuatu yang membuat hati menjadi nikmat dan nyaman. Kebutuhan itu dipenuhi melalui bentuk kesenian. Kesenian yang ada pada masa ini di antaranya adalah:
1) seni patung,
2) seni relief,
3) seni lukis dan gambar,
4) seni rias,
5) seni vokal,
6) seni instrumental,
7) seni kesusastraan,
8) seni drama, serta
9) seni tari.
Konsep Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri. Dikutip dari Tarigan, dikatakan oleh Anderson dan Douglas Brown bahwa bahasa memiliki ciri atau sifat bahasa. Ciri-ciri bahasa itu antara lain bahasa itu adalah sebuah sistem, berwujud lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, bermakna, bersifat konvensional, unik, universal, dan produktif, bervariasi, dinamis,digunakan sebagai alat komunikasi, dan merupakan identitas penuturnya..
Tidak ada komentar