P1 Pengantar Ilmu Sejarah
A. Manusia, Ruang dan Waktu dalam Sejarah
Sejarah adalah sebuah pengalaman, ingatan, pengetahuan, dan hasil cipta
manusia yang diceritakan kembali.
Manusia memiliki peran sentral dan utama dalam perkembangan sejarah. Manusialah
yang berperan penting untuk menciptakan, menentukan, dan membuat sebuah
peristiwa sejarah, hal ini dilakukan melalui kecakapan berpikir serta tutur
kata yang baik. Manusia adalah salah satu unsur penting sejarah selain ruang
dan waktu.
- Manusia, unsur paling penting dalam sejarah, karena setiap peristiwa sejarah sangat berkaitan dan melibatkan manusia. Manusialah yang menggerakan sejarah.
- Ruang, tempat dimana terjadinya suatu kejadian yang menjadi bukti dan tempat di mana sebuah peristiwa sejarah terjadi.
- Waktu, saat terjadinya sebuah peristiwa sejarah dan dapat menjelaskan secara kronologis lewat sebuah kajian sejarah.
Dalam sejarah terdapat tiga dimensi yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya, yaitu:
- Dimensi masa lalu. Hal yang telah terjadi mengenai kehidupan dan kebudayaan manusia, dapat digunakan sebagai pengalaman dan pelajaran untuk melalui kehidupan selanjutnya.
- Dimensi masa sekarang. Segala hal yang menyelimuti kehidupan sehari-hari di masa sekarang, yang dapat menentukan masa yang akan datang.
- Dimensi masa akan datang. Suatu masa yang belum terjadi, dan segala sesuatu yang dilakukan di masa sekarang akan memengaruhi masa depan. Belajar dari masa lalu dan masa sekarang untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi masa yang akan datang. Orang sukses dan berhasil tidak akan pernah melupakan sejarah.
D. Berpikir Dikronis (Kronologis) dalam Sejarah
- Penjelasan bersifat vertikal dan runut, dari awal hingga akhir;
- Menekankan proses durasi;
- Cakupan kajian atau pembahasan lebih luas;
- Mengurai pembahasan pada satu peristiwa;
- Mengkaji kesinambungan antara satu peristiwa dengan yang lain;
- Terdapat konsep perbandingan.
- Prasejarah Indonesia (….0 M);
- Protosejarah Indonesia (0-600 M);
- Babakan Kebangsaan (Zaman Kolonial (600-1525 M);
- Babakan antar Bangsa (Zaman International (1525-1900 M);
- Abad Proklamasi (1900-1945 M).
- Masa kerajaan-kerajaan tertua
- Masa Sriwijaya (dari abad VII-XIII atau XIV).
- Masa Majapahit (dari abad XIV-XV).
- Masa Aceh, Mataram, Makassar/Ternate/Tidore (sejak abad XVI).
- Masa perlawanan terhadap Imperialisme Barat (abad XIX).
- Masa Sriwijaya (dari abad VII-XIII atau XIV).
- Masa Majapahit (dari abad XIV-XV).
- Masa Aceh, Mataram, Makassar/Ternate/Tidore (sejak abad XVI).
- Masa perlawanan terhadap Imperialisme Barat (abad XIX).
- Masa pergerakan nasional (abad XX).
- Masa kerajaan-kerajaan tertua
- Masa Sriwijaya (dari abad VII-XIII atau XIV).
- Masa Majapahit (dari abad XIV-XV).
- Masa Aceh, Mataram, Makassar/Ternate/Tidore (sejak abad XVI).
- Masa perlawanan terhadap Imperialisme Barat (abad XIX).
- Masa pergerakan nasional (abad XX)
penelitian sejarah
Heuristik, tahap mencari, menemukan, serta mengumpulkan sumber-sumber atau berbagai bahan serta data yang relevan dangan topik penelitian. Tujuan dari langkah kedua ini adalah untuk mengetahui segala bentuk peristiwa atau kejadian sejarah pada masa lalu.
Verifikasi, tahap peneliti akan mulai menyaring semua sumber sejarah yang berhasil didapatkan dan dikumpulkan. Tujuannya adalah mendapatkan sumber sejarah paling valid.
Interpretasi tahap dimana peneliti melakukan proses untuk menganalisis dan menafsirkan sumber sejarah yang sudah terverifikasi. Sumber sejarah ini perlu dipahami dan dibaca dengan saksama agar punya gambaran jelas mengenai suatu peristiwa bersejarah. Dalam proses ini, peneliti perlu memiliki pemikiran yang objektif dan rasional.
Historiografi, merupakan Langkah akhir dari penelitian sejarah yaitu penulisan, berdasarkan data-data serta sumber-sumber yang ditemukan serta hasil verifikasi dan interpretasi.
Dalam melakukan penelitian sejarah, kita tidak terlepas
dengan adanya sumber sejarah, baik berupa data lisan dan tulisan, artefak,
benda-benda hasil kebudayaan, adat istiadat, kebiasaan, dll.
Sumber
sejarah menurut pendapat beberapa ahli, antara lain:
1) Moh. Ali Sumber sejarah ialah sebagai segala sesuatu baik yang berwujud ataupun tidak berwujud yang berguna bagi penelitian sejarah sejak zaman purba sampai sekarang.
2) Muh. Yamin Sumber sejarah adalah sebagai kumpulan benda kebudayaan untuk membuktikan sejarah.
3) Encyclopedia Sumber sejarah dapat didefinisikan semua materi yang secara langsung mencerminkan proses sejarah dan memberikan kesempatan untuk mempelajari kehidupan manusia dan masyarakat pada masa lalu.
Sumber Primer adalah sumber sejarah yang asli atau
sumber sejarah yang didapatkan langsung dari pihak atau saksi yang mengalami
peristiwa sejarah. Bentuk sumber primer ini bisa dalam bentuk dokumen tertulis
atau hasil wawancara.
Menurut sejarawan Indonesia, Taufik Abdullah,
sumber primer adalah sumber yang belum diolah. Artinya, sumber tersebut masih
dalam bentuk asli dan berasal dari zaman saat sumber tersebut dibuat.
Sementara menurut Garraghan, seorang sejarawan Amerika Serikat, sumber primer terbagi menjadi dua, yaitu sumber primer kuat (Strict primary sources) dan sumber primer kurang kuat (less strict primary sources).
Sumber Sekunder, sumber sejarah masa lalu yang berbentuk tulisan, atau cerita dari orang yang tidak mengalami langsung peristiwa tersebut, melainkan diceritakan oleh orang ketiga, atau biasanya ditulis setelah suatu peristiwa terjadi atau selesai peristiwa terjadi. Sehingga sumber sekunder ini umum sekali ditemukan dalam bentuk tulisan.
Sumber Tertulis, sumber sejarah yang didapatkan dari peninggalan-peninggalan peristiwa pada masa lampau berupa tulisan dan catatan. Contohnya prasasti, dokumen, piagam, naskah, surat kabar, dan laporan.
Sumber Lisan, sumber lisan merupakan keterangan langsung dari orang-orang yang mengalami peristiwa sejarah tersebut atau saksi mata. dari orang-orang yang mengalami langsung peristiwa tersebut, sumber lisan juga bisa diperoleh dari kerabat atau orang lain yang mengetahui peristiwa tersebut secara rinci, misalnya didapat melalui wawancara.
Sumber Benda, sumber benda adalah sumber yang berasal dari peninggalan-peninggalan sejarah berupa benda-benda kebudayaan atau artefak. Contohnya dapat berupa bangunan, senjata, perkakas dari batu, patung, perhiasan, dan candi.
2. Teori Asal-usul Nenek Moyang Indonesia
Ada empat teori utama yang perlu kalian ketahui tentang asal-usul nenek
moyang bangsa Indonesia seperti berikut ini:
Teori yunan
Teori ini mengungkapkan asal-usul nenek moyang Indonesia berasal dari wilayah
Tiongkok, tepatnya daerah Yunan, Tiongkok bagian selatan. Nenek moyang bangsa
Indonesia dipercaya telah meninggalkan wilayah Yunan di sekitar hulu sungai
Salween dan Sungai Mekong dengan memiliki tanah yang subur. Diperkirakan karena
bencana alam dan serangan suku bangsa lain, mereka mulai bergerak untuk
berpindah.
Nenek moyang bangsa Indonesia memiliki kebudayaan kelautan yang sangat baik, yakni sebagai penemu model asli perahu bercadik yang menjadi ciri khas kapal-kapal bangsa Indonesia saat itu. Penduduk Austronesia yang masih termasuk dalam wilayah kepulauan Nusantara ini kemudian menetap dan akhirnya disebut bangsa Melayu Indonesia. Orang- orang inilah yang menjadi nenek moyang langsung dari bangsa Indonesia sekarang.
Para Ahli yang sepakat dengan teori ini antara lain: J.R. Logon, R.H Geldern, J.H.C Kern, dan J.R. Foster. Dasar utama teori Yunan adalah ditemukannya kapak tua di wilayah nusantara yang memiliki ciri khas yang sama dengan kapak tua di wilayah Asia Tenggara
Teori Nusantara
Teori asal-usul nenek moyang Indonesia berikutnya adalah teori Nusantara yang bisa dibilang sangat berbeda dengan teori Yunan. Teori ini menyebutkan bahwa bangsa Indonesia berasal dari wilayah Indonesia itu sendiri, yakni tidak melalui proses migrasi dari daerah manapun. Teori Nusantara ini didukung oleh para ahli, antara lain: Gorys Keraf, J. Crawford, Sutan Takdir Alisjahbana, dan Muhammad Yamin.
Dasar utama teori Nusantara adalah berdasarkan pada bangsa Melayu yang merupakan bangsa dengan peradaban yang sudah tinggi. Anggapan tersebut didasari pada hipotesis bahwa bangsa Melayu telah melewati proses perkembangan budaya sebelumnya di wilayahnya. Jadi kesimpulannya, bangsa Melayu asli di nusantara yang akhirnya tumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa adanya perpindahan ke wilayah tersebut.
Teori Nusantara juga didukung dengan penemuan adanya kesamaan bahasa Melayu dengan bahasa Kamboja karena sebuah kebetulan. Kemudian penemuan Homo Soloensis dan Homo Wajakensis di Pulau Jawa menjadi penanda bahwa keturunan bangsa Melayu memiliki kompetensi berasal dari Jawa.
Teori Out of Africa
Teori Out of Africa adalah teori asal-usul nenek moyang Indonesia
yang lebih berbeda dari versi teori-teori sebelumnya. Teori ini mengungkapkan
bahwa asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Afrika. Anggapan ini
berdasarkan pada kajian ilmu genetika lewat penelitian DNA mitokondria gen
perempuan dan gen laki-laki. Mereka kemudian bermigrasi dari Afrika hingga ke
wilayah Australia yang sudah mendekati wilayah Nusantara.
Teori ini kemudian mengungkapkan bahwa bangsa Afrika bermigrasi atau
melakukan perpindahan menuju Asia Barat sekitar 50.000-70.000 tahun yang lalu.
Pada sekitar tahun itu bumi sedang memasuki akhir dari zaman glasial, yakni
ketika permukaan air laut menjadi lebih dangkal karena air masih berbentuk
gletser.
Pada masa itu memang memungkinkan manusia untuk menyebrangi lautan hanya dengan menggunakan perahu sederhana. Perpindahan bangsa afrika ke Asia kemudian terpecah menjadi beberapa kelompok. Ada kelompok yang tinggal sementara di bagian wilayah Timur Tengah atau Asia Barat Daya dan ada kelompok lain yang bermigrasi dengan menyusuri Pantai Semenanjung Arab menuju India, Asia Timur, Australia, termasuk Indonesia.
Teori Out of Taiwan
Teori asal-usul
nenek moyang Indonesia ini hampir serupa dengan teori sebelumnya. Teori Out of
Taiwan mengungkapkan bahwa asal-usul bangsa Indonesia adalah berasal dari
kepulauan Famosa atau wilayah Taiwan. Teori ini rupanya didukung oleh ahli
bernama Harry Truman Simanjuntak yang mendasari atas argument pada teori
ini. Dasar utama dari teori Out of Taiwan yang pertama adalah tidak
adanya pola genetika yang sama antara kromosom manusia bangsa Indonesia dengan
manusia dari bangsa Tiongkok.
Masih berdasarkan teori ini, bahasa yang digunakan dan berkembang di nusantara adalah bahasa yang masuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa rumpun Austronesia ini digunakan oleh para leluhur bangsa Indonesia, terutama yang menetap di Pulau Formosa. Jadi, dari segi bahasa sudah jelas bahwa orang-orang nusantara mengadopsi budaya Autranesia dan mengembangkannya hingga menjadi bangsa Indonesia seperti saat ini.
1. Perhatikan catatan berikut ini!
Kepulauan Indonesia
terbentuk berdasarkan teori tektonik lempeng, yang
menggambarkan pergerakan di kulit bumi hingga tercipta bentuk permukaan bumi
yang sekarang kita tempati. Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Lombok hingga Nusa
Tenggara terbentuk dari pemadatan lava yang membesar dan membentuk pulau. Para ahli pun berpendapat bahwa wilayah kepulauan
Indonesia secara tektonis merupakan wilayah yang sangat aktif dan labil
sehingga rawan gempa sepanjang waktu.
Sejarah terbentuknya kepulauan Indonesia terjadi di masa
Mesozoikum atau 65 juta tahun yang lalu. Saat itu kondisi geografis masih
merupakan samudera yang luas. Namun terjadi pergerakan tektonis yang aktif
sehingga lempengan-lempengan Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik bergerak.
Akibat adanya pergerakan tersebut, benua Eurasia menjadi
terpecah-pecah menjadi pulau yang terpisah satu sama lainnya. Sebagian bergerak
ke Selatan menjadi Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara Barat dan
Pulau Banda. Hal yang sama juga terjadi pada benua Australia di mana bagian
utaranya bergerak membentuk Pulau Timor, Kepulauan Nusa Tenggara Timur, dan
sebagian Maluku Tenggara.
Hal yang sama juga terjadi pada benua Australia di mana bagian utaranya bergerak membentuk Pulau Timor, Kepulauan Nusa Tenggara Timur, dan sebagian Maluku Tenggara. Kalimantan dan Jawa dipisahkan laut dangkal yang terjadi akibat proses kenaikan permukaan laut atau transgresi. Saat itu juga, Pulau Sulawesi sudah mulai terbentuk, sementara Papua sudah mulai bergeser ke Utara.
Faktor terbentuknya kepulauan Indonesia adalah kegiatan tektonis dari dalam bumi. Hingga saat ini, kepulauan Indonesia masih terus bergerak secara dinamis hal ini juga terlihat dari seringnya gempa vulkanis dan tektonis yang sering terjadi.
Setelah membaca catatan di atas, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
a. Bagaimana terbentuknya kepulauan Indonesia?
b. Apa hubungannya antara pembentukan samudra dengan
aktivitas tektonik?
c. Adakah hubungan antara gerak tektonis dengan terbentuknya
gunung-gunung api di Indonesia? Jelaskan!
d. Inikah salah satu factor yang membuat Indonesia subur Jelaskan!
e. Apakah pergerakan lempeng yang terjadi, menyebabkan wilayah Indonesia rawan gempa? Jelaskan!
pengertian manusia purba
Manusia purba atau Prehistoric Man (Manusia prasejarah) adalah manusia yang hidup pada zaman prasejarah atau zaman sebelum mengenal tulisan atau praaksara.
Manusia modern yang hidup di masa sekarang merupakan sebuah proses perubahan yang anjang dari manusia yang masih berpikir sederhana dan bervolume otak rendah hingga manusia yang berpikir lebih maju dan bervolume otak tinggi. Seiring dengan perkembangan yang makin maju, manusia semakin memiliki kecerdasan tinggi, perubahan dalam mengolah makanan membuat volume otak manusia makin bertambah. Penelitian yang dilakukan para ahli sejarah serta ahli paleoantropologi melalui pegamatan bentuk fisik dari fosil yang ditemukan, menginisiasi mereka membuat klasifikasi fisik serta ciri kehidupan manusia praaksara.
Berikut ini adalah 8 jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia.
Meganthropus Paleojavanicus
Meganthropus Paleojavanicus merupakan manusia
purba paling tua, ditemukan di Sangiran antara tahun 1936-1941 di Sangiran Jawa
Tengah oleh GHR Von Koenigswald. Mereka hidup sekitar 2 juta hingga 1 juta
tahun yang lalu.
1.
Pithecanthropus Mojokertensis
Fosil manusia selanjutnya yang ditemukan
di Indonesia adalah Pithecanthropus Mojokertensis. Fosil ini ditemukan di Indonesia, tepatnya di Perning, Mojokerto, Jawa
Timur oleh Weidenreich dan G.H.R von Koenigswald pada tahun 1936. Diketahui, Pithecanthropus
hidup di masa Pleistosen awal, tengah, dan akhir. Fosil mereka banyak ditemukan
di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Berikut ciri-ciri manusia purba Pithecanthropus Mojokertensis:
a. Berbadan tegap, tinggi badan 165-180 cm;
b. Alat pengunyah yang kuat;
c. Tulang kening tebal, menonjol, dan melebar sampai ke
pelipis;
d. Isi tengkorak diperkirakan antara 750-1300 cc;
e. Belum memiliki tulang dagu;
f. Terdapat tulang yang menonjol di belakang kepala.
2.
Pithecanthropus Erectus
Jenis Pithecanthropus
Erectus ditemukan di Lembah Bengawan Solo, Desa Trinil, Jawa Tengah oleh
Eugene Dubois tahun 1891. Nama Pithecanthropus Erectus memiliki arti
manusia kera yang berjalan tegak lurus dan dipandang sebagai spesies awal
manusia yang hidup sekarang.
Adapun ciri-ciri
manusia purba Pithecanthropus Erectus di antaranya:
a.
Bentuk tubuh lebih kecil dari Pithecanthropus
Mojokertensis;
b.
Tinggi badan sekitar 160-180
cm;
c.
Volume otak berkisar 750-900
cc;
d.
Rahangnya menonjol ke depan;
e.
Terdapat tonjolan kening di
dahi;
f.
Tidak memiliki dagu;
g.
Hidung lebar dan leher tegap.
3.
Pithecanthropus Soloensis
Pithecanthropus
Soloensis ditemukan oleh
G.H.R von Koenigswald, Ter Haar, dan Oppenoorth di Desa Ngandong, Jawa Tengah.
Nama yang dipilih memiliki arti ‘Manusia kera dari Solo’.
Ciri-ciri
manusia purba Pithecanthropus Soloensis:
a.
Tengkorak lonjong, tebal, dan
padat;
b. Memiliki rongga mata yang sangat Panjang.
4.
Homo Wajakensis
Jenis ini
ditemukan di desa Wajak, Tulungagung, Jawa Timur oleh Van Rietschoten pada
tahun 1889. Penemuan jenis ini menjadi yang pertama di Asia.
Ciri-ciri
manusia purba Homo Wajakensis:
a.
Memiliki volume otak sekitar
1630 cc;
b. Memiliki tulang
tengkorak, rahang atas, dan rahang bawah, serta tulang paha dan tulang kening;
c.
Mukanya datar dan lebar;
d.
Rahangnya tergolong padat dan
memiliki gigi yang besar;
e. Tinggi tubuhnya sekitar 173 cm.
5.
Homo Floresiensis
Fosil ini
ditemukan di pulau Flores, Nusa Tenggara. Penemuan fosil ini sempat menjadi
perbincangan karena para ahli menilai bahwa Homo Floresiensis merupakan
nenek moyang bangsa Indonesia.
Adapun,
ciri-ciri manusia purba Homo Floresiensis:
a.
Tinggi badan bisa mencapai
satu meter;
b.
Bentuk dahi sempit dan tidak
menonjol;
c.
Tengkorak kepala kecil;
d.
Tulang rahang yang menonjol.
6. Homo Soloensis
Homo Soloensis ditemukan oleh Ter Haar,
Oppenoorth dan Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald pada tahun 1931-1933 di
Sangiran, Jawa Tengah. Manusia ini diketahui hidup sekitar 300 ribu hingga 900
ribu tahun yang lalu.
Adapun,
ciri-ciri manusia purba Homo Soloensis:
a.
Volume otak mulai 1.000 cc
hingga 1.300 cc;
b.
Tinggi badan bisa mencapai 210
cm;
c. Struktur tulang wajah tidak mirip dengan manusia kera.
7.
Homo Sapiens
Jenis ini
memiliki nama Homo Sapiens yang berarti manusia cerdas. Manusia purba
ini diduga hidup antara 25.000-40.000 tahun yang lalu. Adapun, ciri manusia Homo
Sapiens adalah:
a.
Memiliki volume otak yang
lebih besar daripada Meganthropus dan Pithecanthropus, yakni sekitar 1350-1450
cc;
b.
Tinggi badan antara 130-210 cm;
c.
Berat badan antara 30-150 kg.
Manusia Purba Dunia
Indonesia termasuk negara yang memiliki fosil manusia purba terbanyak di dunia. Berikut ini adalah beberapa jenis manusia purba dunia yang memiliki kemiripan dengan manusia purba Indonesia.
1.
Asia
Sinanthropus
Pekinensis (Peking Man). Manusia purba jenis
ini memiliki kesamaan ciri-ciri fisik dengan Pithecanthropus Erectus,
para ahli memperkirakan mereka hidup di zaman yang sama. Fosil manusia purba ini ditemukan oleh Prof.
Davidson Black di tahun 1927.
2.
Afrika
Australopithecus
Afarensis, manusia purba yang hidup sekitar 3,9 sampai 2,9 juta tahun yang lalu. Fosil
manusia purba jenis ini hanya ditemukan di Afrika, para ahli memperkirakan
Australopithecus Afarensia merupakan nenek moyang dari manusia modern Homo
Sapiens.
Australopithecus
Africanus, merupakan manusia purba Afrika paling tua. Para ahli memperkirakan mereka
hidup antar 3 sampai 2 juta tahun yang lalu di wilayah Afrika Selatan. Para
ahli juga memperkirakan mereka merupakan termasuk nenek moyang dari Homo
Sapiens.
3.
Eropa
Homo
Heidelbergensis, merupakan keturunan dari Homo Egaster yang berasal dari Afrika, bertubuh
besar dan lebar. Homo Heidelbergensis merupakan manusia yang pertama kali
membangun rumah dari kayu dan batu,walaupun bentuknya masih sederhana.
Homo
Neanderthalensis, ditemukan oleh Rudolf Virchow di sebuah gua di dekat kota Dusseldorf pada
tahun 1856. Jenis fosilnya menunjukkan bahwa jenis manusia purba ini sudah
hampir sama dengan Homo Sapiens.
Homo Cro-magnon, ditemukan di Perancis pada tahun 1868, hidup antara 40.000 sampai 10.000 tahun lalu. Secara fisik tubuh mereka hampir sama dengan manusia modern, manusia purba jenis ini hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan.
Masa Praaksara
Praaksara berasal dari gabungan kata,
yaitu pra dan aksara. Pra artinya sebelum dan aksara berarti
tulisan. Dengan demikian, yang dimaksud masa praaksara adalah masa sebelum
manusia mengenal bentuk tulisan. Masa praaksara juga sering disebut dengan
istilah Nirleka (Nir: belum, Leka : tulisan).
Sebutan ‘masa praaksara’ untuk menggantikan ‘masa prasejarah’
yang dirasa kurang tepat karena meskipun belum mengenal tulisan, manusia purba
yang hidup pada masa tersebut sudah memiliki sejarah serta telah menghasilkan
kebudayaan. Corak
kehidupan masyarakat praaksara dibagi dalam 3 (tiga) masa, yaitu masa berburu
dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam, dan masa perundagian.
Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Masa berburu dan mengumpulkan makanan (food
gathering and hunting period) adalah salah satu ciri-ciri zaman batu tua (paleolitikum)
dimana manusia purba memenuhi kebutuhan akan pangan dengan cara berburu hewan
dan mengumpulkan makanan dari alam. Pada masa ini juga telah mengenal sistem
kepercayaan yang sederhana dan alat-alat pemenuh kebutuhan hidup yang
sederhana. Hidup mereka berkelompok dengan anggota yang tidak banyak, antara 20
sampai 50 orang. Hidup mereka masih nomaden dan sangat bergantung pada
ketersediaan alam.
Alat perlengkapan
hidup/hasil budaya yang mereka hasilkan di antaranya
·
Kapak perimbas, penetak dan genggam
·
Alat serpih
·
Peralatan dari batu dan tulang
·
Gambar-gambar di dinding gua
Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam
mengalami peningkatan cukup pesat. Masyarakat praaksara pada saat itu telah
memiliki tempat tinggal yang tetap. Mereka memilih tempat tinggal pada suatu
tempat tertentu.
Kehidupan
sosial yang dilakukan oleh masyarakat pada masa bercocok tanam ini terlihat
dengan jelas melalui cara bekerja dengan bergotong royong. Setiap pekerjaan
yang dilakukan oleh masyarakat bersangkutan selalu dilakukan dengan cara
bergotong royong, di antaranya pekerjaan bertani, merambah hutan, berburu,
membangun rumah dan lain-lain.
Cara hidup
bergotong royong itu merupakan salah satu ciri kehidupan masyarakat yang
bersifat agraris. Kegiatan gotong royong hingga saat ini masih tetap
dipertahankan terutama di daerah pedesaan.
Dalam
kehidupan masyarakat, bukti bercocok tanam sudah di Indonesia adalah adanya ratu atau
datu (datuk), artinya orang terhormat dan yang patut dihormati karena
kepemimpinan terlihat peran pemimpin (primus
interpares). Gelar primus interpares,
kecakapan, kesetiaannya, dan lain-lain
Alat perlengkapan hidup/hasil budaya yang dihasilkan, antara lain:
·
Kemampuan
berlayar
·
Ilmu astronomi
·
Kepandaian
bersawah
·
Aktivitas
perdagangan
·
Mengatur
masyarakat
·
Batik dan
wayang
Masa perundagian merupakan akhir
masa praaksara di Indonesia. Kata perundagian berasal dari bahasa
Bali: undagi, yang artinya adalah seseorang atau sekelompok orang atau
segolongan orang yang mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha
tertentu, misalnya pembuatan gerabah, pembuatan perhiasan, atau pembuatan
sampan.
Alat perlengkapan hidup/hasil budaya yang dihasilkan, antara lain:
·
Pertukangan
·
Membuat perkakas logam
·
Mahir dalam teknik bersawah
·
Membuat perhiasan
·
Kepercayaan animisme dan dinamisme
Masa Aksara
Masa aksara adalah masa dalam sejarah dimana manusia sudah mengenal dan memahami tulisan. Karena itu, peristiwa yang terjadi pada masa ini lebih mudah dipelajari sebab ada banyak peninggalan tertulis yang bisa menjadi bukti peristiwa yang terjadi pada masa tersebut
Pada masa ini, kebudayaan manusia sudah berkembang cukup
pesat sehingga dapat ditemukan prasasti-prasasti tertentu yang memiliki huruf
atau tulisan tertentu yang dapat diterjemahkan. Berikut ini
adalah beberapa ciri-ciri pola kehidupan manusia pada masa aksara :
·
Sudah
mengenal tulisan
·
Sistem
sosial yang beragam dan unik
·
Sudah mulai
mengenal kepercayaan
· Hasil kebudayaan yang sudah beragam
Setelah mempelajari materi di
atas, lengkapilah jawaban dari pertanyaan berikut!
a.
Kapan manusia Indonesia mulai mengenal tulisan?
b. Bagaimana sistem sosial masyarakat Indonesia
di masa aksara?
c. Apa kepercayaan masyarakat Indonesia di masa
aksara?
d. Sebutkan hasil-hasil budaya yang menonjol pada masyarakat masa aksara Indonesia!
Jalur Rempah : Pencarian Dunia Terhadap Cengkih
Jalur Rempah
Jalur rempah adalah jalur
komoditas rempah yang melintasi banyak area dan pelabuhan di dunia,
terutama dari wilayah nusantara barat melintasi Asia, Afrika, hingga
Eropa. Rempah-rempah merupakan
sumber daya alam yang berharga sejak zaman dulu. Karena tidak semua wilayah
dapat menghasilkan rempah-rempah yang sesuai dengan kebutuhan mereka, sekelompok
orang atau bahkan suatu negara yang mempunyai kemampuan untuk menjelajah tempat
yang jauh, sering kali melakukan perjalanan dengan maksud untuk mendapatkan
sumber daya alam yang mereka butuhkan.
Sejak 3500 SM, orang Mesir Kuno menggunakan berbagai
rempah untuk membumbui makanan, kosmetik, dan untuk membalsem orang mati.
Penggunaan rempah-rempah menyebar melalui Timur Tengah hingga Mediterania
bagian timur dan Eropa. Rempah-rempah dari Cina, Indonesia, India, dan Ceylon
(sekarang Sri Lanka) pada awalnya diangkut melalui darat dengan karavan keledai
atau unta.
Jalur rempah di nusantara telah terbentuk sejak 4500 tahun lalu. Indonesia
sendiri merupakan penghasil rempah-rempah terkenal dunia, mulai dari pala,
cengkih, dan cendana yang dihasilkan di bagian timur wilayah nusantara, sementara lada, kemenyan, dan kapur barus berasal dari kawasan barat nusantara.
Jalur rempah terbentuk diawali oleh terbentuknya jalur perdagangan, bahkan sejarawan A.G. Frank (1998) menyatakan bahwa jalur sutra tidak lain merupakan jalur rempah, kerena segala jenis rempah-rempah di bawa ke Eropa melalui jalur sutra.
Jalur Rempah di Masa Praaksara dan Aksara
Sejak masa praaksara
kemampuan berlayar bangsa Indonesia sudah terkenal. Kemampuan berlayar
menyusuri wilayah-wilayah pedalaman inilah yang kemudian membentuk jalur-jalur
perdagangan. Lambat laun jalur perdagangan ini berkembang menjadi jalur rempah
karena rempah-rempah merupakan komoditas yang kemudian menjadi primadona
perdagangan nusantara.
Bukti-bukti tertulis
melalui catatan-catatan orang-orang asing yang berkunjung ke Indonesia
semakin memberikan bukti bahwa
perdagangan rempah-rempah merupakan komoditi utama pada masa itu. Sementara
itu, orang-orang Eropa mendapatkan
rempah-rempah melalui jalur perdagangan atau jalur sutra yang dibawa pedagang
dari Asia Tengah hingga Eropa.
Teori-teori Masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara
Jalur Perdagangan Masa Hindu-Buddha
Terbentuknya jaringan nusantara melalui perdagangan pada masa Hindu-Buddha yaitu melalui penguasaan laut. Indonesia mempunyai jalur perdagangan yang memiliki peran penting, terutama Selat Malaka yang merupakan jalur penting dalam perdagangan nusantara. Peran laut berfungsi sebagai media transportasi utama perdagangan dunia pada masa Hindu-Buddha.
Indonesia mempunyai letak yang strategies sehingga di Selat Malaka semakin ramai dan dikunjungi oleh pedagang asing terutama dari India dan Cina. Adapun syarat untuk menguasai laut, yaitu:
a)
Perhatian atau
cara pandang terhadap pentingnya peranan laut;
b)
kemampuan
menguasai lautan.
Hal
yang memengaruhi jalur perdagangan nusantara yakni ditentukan oleh kepentingan
ekonomi pada saat itu dan perkembangan rute perdagangan dalam setiap masa yang
berbeda-beda.
Terdapat dua peradaban yang besar saat
perkembangan masa Hindu-Buddha di Indonesia, yakni:
a)
Tiongkok di utara;
dan
b) India di bagian barat daya.
Negara
Cina dan India pada masanya memberi pengaruh sangat luar biasa terhadap
penduduk di Kepulauan Indonesia. Selat
Malaka menjadi jalan laut yang menghubungkan Arab dan India di sebelah barat
laut nusantara dan dengan Cina di sebelah timur laut nusantara. Selat malaka
menjadi pintu gerbang pelayaran JALUR SUTERA. Selat ini berguna bagi pedagang yang melintasi bandar-bandar penting di
sekitar Samudra Indonesia dan Teluk Persia.
Disebut
dengan JALUR SUTERA semenjak abad ke-1 hingga ke-16 M dengan komoditas yang
dibawa ialah kain sutera yang dibawa dari Cina untuk diperdagangkan di wilayah
lain. Ramainya rute pelayaran ini mendorong timbulnya bandar-bandar penting di
sekitar jalur, antara lain Samudra Pasai, Malaka, dan Kota Cina (Sumatra Utara
sekarang).
Kehidupan penduduk di sepanjang Selat Malaka
menjadi lebih sejahtera oleh proses integrasi perdagangan dunia yang melalui
jalur laut tersebut. Mereka menjadi lebih terbuka secara sosial ekonomi untuk
menjalin hubungan niaga dengan pedagang-pedagang asing yang melewati jalur itu.
Di samping itu, masyarakat setempat juga semakin terbuka oleh pengaruh-pengaruh
budaya luar. Kebudayaan India dan Cina ketika itu jelas sangat berpengaruh
terhadap masyarakat di sekitar Selat Malaka. Bahkan sampai saat ini pengaruh
budaya terutama India masih dapat kita jumpai pada masyarakat sekitar Selat
Malaka. Selat Malaka dengan perdagangan
dunia internasional, jaringan perdagangan antarbangsa dan penduduk di Kepulauan
Indonesia juga berkembang pesat pada masa masuknya Hindhu-Buddha.
Jaringan dagang dan jaringan budaya antarkepulauan di Indonesia dihubungkan melalui laut Jawa sampai kepulauan Maluku. Jaringan ekonomi dunia pusatnya terletak di sekitar selat Malaka dan sebagian di pantai barat Sumatra seperti Barus. Komoditas penting yakni kayu manis, cengkih, dan pala.
Teori-Teori Masuknya Hindu-Buddha di Indonesia.
Berdasarkan sejarah yang ditulis oleh para sejarawan serta
catatan-catatan para penjelajah yang datang ke Kepulauan Indonesia, agama Hindu dan Buddha sudah mulai berkembang di Indonesia sekitar abad ke-4 Masehi.
Periode ini juga dikenal dengan masa aksara di Indonesia.
Perkembangan kebudayaan Hindu-Buddha Indonesia sering dikenal dengan istilah Indianisasi. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan
pengaruh besar agama Hindu-Buddha yang tumbuh
di wilayah Asia Selatan. Pertanyaan terbesar bagi kita adalah siapa yang membawa
pengaruh Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia?
Berikut ini adalah beberapa teori masuknya agama Hindu ke Indonesia:
·
Teori Brahmana, didukung oleh Van Leur, Bosch dan Majumdar, hanya kaum Brahmanalah yang
dapat membaca dan menafsirkan kitab
Weda, hal inilah yang melandasi teori Van
Leur.
Jadi kaum Brahmanalah yang membawa ajaran Hindu ke
Indonesia.
·
Teori Ksatria, di dukung oleh Berg, Bosch, dan
Moens. Berkembangnya karya sastra di masa itu yang sebagian besar
mengadopsi peran Ksatria yang berasal dari India yang diceritakan dalam
karya sastra menjadi dasar bagi Berg, Bosch, dan Moens mengemukakan teori ini.
Menurut mereka kaum Ksatria lah yang membawa ajaran Hindu ke Indonesia.
·
Teori Waisya, di dukung oleh Kroom. Pedaganglah yang berperan besar menyebarkan
pengaruh Hindu di Indonesia. Faktor
perkawinan dengan perempuan pribumilah yang menjadi dasar bagi teori ini.
Kerajaan Maritim Hindu dan Buddha Indonesia
1.
Kerajaan
Kutai
(Didirikan pada abad ke-5 M. Merupakan kerajaan pertama di Indonesia yang bercorak
Hindu. Terletak di Kalimantan Timur, yaitu di daerah Muara Kaman
di tepi Sungai Mahakam).
Sumber sejarah:
tujuh buah prasasti yang ditulis dengan huruf Pallawa, dengan
bahasa Sanskerta. Semua prasastinya tertulis pada Yupa.
Kehidupan
Politik dan Pemerintahan: Raja pertama Kutai
bernama Kudungga, beliau mempunyai putra Aswawarman
(Vamsakarta: pembentuk
dinasti). Aswawarman memiliki 3 orang putra, di antaranya yang
terkenal adalah Mulawarman (raja yang terbesar di Kutai)
Kehidupan
sosial-budaya: Sebagai negara kerajaan yang bercorak Hindu pertama,
masyarakat mengenal kasta. Keluarga Kudungga pernah melakukan upacara
Vratyastoma, yaitu upacara penyucian diri untuk masuk pada kasta Ksatria.
Kehidupan ekonomi: Disebutkan dalam prasasti bahwa raja pernah menghadiahkan 20.000 ekor lembu. Hal demikian memberikan informasi pada kita bahwa peternakan maju, begitu pun dalam bidang pertanian. Karena Kutai terletak di tepi sungai, diperkirakan aktivitas pelayaran dan perdagangan juga berkembang dalam masyarakat
2.
Kerajaan
Tarumanegara
(Terletak di Jawa
Barat (di antara tiga daerah, Karawang-Jakarta-Bogor). Berdiri hampir bersamaan dengan kerajaan Kutai, abad
ke-4 &
ke-5 M)
Sumber sejarah
· 7 buah prasasti (Prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu,
Tugu, Lebak, Pasir Awi, Muara Cianten
· Sumber berita Cina: musafir Fa-Hien, 414 M (adanya
kerajaan bernama To-lo-mo = Tarumanegara)
Kehidupan Politik dan Pemerintahan:
Rajanya yang terkenal adalah Purnawarman
(penganut agama Hindu Vaisnawa). Memerintah lebih dari 22 tahun. Ia juga dikenal sebagai raja yang dekat
dengan kalangan Brahmana. Berdasarkan berita Fa-Hien, Tarumanegara sudah menjalin hubungan dengan
India dan Tiongkok.
Dengan demikian agama Buddha pun sudah dapat dipastikan berkembang di
masyarakat.
Kehidupan Sosial-budaya: Kehidupan sosial berlangsung dinamis. Penggalian Bendungan Gomati secara gotong royong (dalam Prasasti Tugu) menunjukkan bahwa kebersamaan sangat mereka
junjung tinggi. Kehidupan keagamaan sudah berjalan dengan baik. Masyarakat sudah mengenal
penanggalan. Raja
sangat memperhatikan keberadaan kaum Brahmana karena dianggap memiliki
kedudukan terhormat dan penting.
Stratifikasi Sosial masyarakat Tarumanegara, dibagi dalam 3 kelompok
masyarakat, yaitu:
·
Masyarakat Pribumi
·
Masyarakat Hindu
·
Masyarakat Buddha
Kehidupan Ekonomi: Pertanian merupakan mata pencaharian utama masyarakat. Aktivitas perdagangan pun juga telah berkembang (berdasarkan catatan Fa-Hien).
3.
Kerajaan Sriwijaya
Berdiri pada abad VII M. Pusat kerajaan belum dapat dipastikan, tetapi
sebagian besar para ahli menerima Palembang sebagai pusat kerajaan Sriwijaya.
Sumber sejarah:
Prasasti Kedukan Bukit,
605 C (683 M), Prasasti Talang Tuo, 606 C (684 M), Prasasti Kota Kapur, 608 C (684 M), Prasasti Telaga Batu, Prasasti Ligor ,755 M, Prasasti Karang Brahi, Prasasti Bukit Siguntang,
Prasasti Palas Pasemah. Sumber berupa sumber berita dari Cina, Arab dan India.
Kehidupan
Politik dan Pemerintahan: Awal perkembangannya Sriwijaya dipimpin oleh Dapunta Hyang yang ekspansionis.
Bahkan hingga Malaka, Kedah, dan Tanah Genting Kra. Tujuan utama adalah menguasai Pelabuhan Malaka yang sangat ramai yang merupakan kunci
perdagangan dan
pelayaran internasional. Wilayah kekuasaan juga mencakup Jambi, Bangka,
dan Jawa Tengah. Raja yang terkenal adalah Balaputradewa. Pada masa
pemerintahannya, Sriwijaya mencapai jaman keemasan. Balaputradewa merupakan keturunan dari
Dinasti Syailendra. Sriwijaya sudah mengadakan hubungan dengan Cina.
Sriwijaya juga sudah mempunyai hubungan dengan India
(dalam prasasti Nalanda,
prasasti dari Raja Cola)
Kehidupan
Sosial-budaya: Berita I Tsing mengatakan bahwa Sriwijaya maju dalam
agama Buddha, di samping itu juga berperan sebagai pusat pengembangan ilmu
pengetahuan dan agama
Buddha.
Jumlah pemeluk Buddha sangat banyak, mereka menerapkan
cara-cara yang digunakan di India dalam mempelajari pengetahuan agama. Sriwijaya
menjadi pusat Buddha Mahayana di seluruh wilayah Asia Tenggara. Pendeta Buddha
yang terkenal adalah Sakyakirti. Mahasiswa dari luar negeri datang di Sriwijaya
dulu sebelum belajar lebih lanjut ke India. Peninggalan candi di Sriwijaya
terletak di Muara Takus dekat Sungai Kampar di daerah Riau
Kehidupan Ekonomi: Kedudukan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan, menjadikan Sriwijaya sebagai negara yang makmur bagi rakyatnya. Pelabuhan Sriwijaya yang banyak dilewati kapal-kapal dagang, menambah pemasukan kerajaan dari sektor pajak. Komoditas dagang utama Sriwijaya yang banyak diminati para pedagang asing adalah gading, beras, rempah-rempah, kayu manis, kemenyan, emas, dan sebagainya.
4.
Kerajaan
Mataram Hindu atau Mataram Kuno di Jawa Tengah
(Wilayah Kerajaan ini meliputi daerah Jawa Barat bagian Timur, Jawa Tengah
dan Yogyakarta sekarang. Ibu kota kerajaan secara tepat belum dapat dipastikan.
Ada yang menyebut Medang di Poh Pitu, Ri Medang Ri Bhumi Mataram. Daerah yang dimaksud belum jelas,
kemungkinan besar di daerah Kedu sampai sekitar Prambanan)
Sumber Sejarah:
Prasasti Canggal,
654 C (732 M), Prasasti Kalasan, Prasasti Karang Tengah, Prasasti Argopuro, Prasasti Kedu (907 M), Prasasti Mantyasih (907 M), Prasasti Wanua Tengah III (903 M), Prasasti Ligor,
Prasasti Ratu Boko, Prasasti Kelurak, & Cerita Parahyangan (tentang sejarah berdirinya Mataram).
Kehidupan Politik dan Pemerintahan: Didirikan oleh Sanjaya abad ke-8 Masehi (717 M). Dilihat dari sejarah raja-raja yang memerintah, secara garis besar dibedakan menjadi dua dinasti atau wangsa besar, yaitu Dinasti atau Wangsa Sanjaya dan Dinasti atau Wangsa Syailendra. Dinasti Sanjaya adalah raja-raja yang berasal dari keturunan Sanjaya yang menganut agama Hindu. Sedangkan Dinasti Syailendra merupakan raja-raja yang memerintah Mataram yang berasal dari keturunan Raja Syailendra yang berasal dari India Selatan atau Kamboja yang menganut agama Buddha Mahayana. Antara kedua dinasti senantiasa terjadi persaingan yang menyebabkan mereka secara bergantian memerintah Mataram
Urutan Raja-Raja
Mataram Berdasarkan Isi Prasasti Mantyasih dan Prasasti Wanua Tengah III
Setelah Balitung, pemerintahan Mataram Lama secara
berturut-turut diperintah oleh Daksa (919-924), Tulodong (919-924), dan Wawa (924-929). Pada tahun 929 pusat pemerintahan Kerajaan Mataram dipindahkan dari Jawa Tengah ke
Watugaluh, Jawa Timur oleh Mpu Sendok. Pemindahan itu disebabkan adanya ancaman serangan dari Sriwijaya,
wilayah Mataram sering ditimpa
bencana alam terutama letusan gunung berapi, dan terjadinya wabah penyakit
Dimensi sosial-budaya:
Kehidupan religius masyarakat
dalam semangat agama Hindu dan Buddha sangat dinamis Sifat
gotong royong sangat ditonjolkan. Hal itu dibuktikan dengan
dibangunnya candi-candi yang memiliki fungsi keagamaan yang mustahil terwujud
tanpa adanya kerja sama. Toleransi beragama juga dijunjung tiinggi. Perbedaan agama antarmasyarakat
bukan merupakan sumber perpecahan tetapi sebaliknya sebagai wahana pemersatu. Hal itu terbukti
dengan adanya perkawinan antara Raja Pikatan yang Hinduis dengan Pramodawardhani yang
seorang Budhis.
Kehidupan Ekonomi: Bersumber pada usaha pertanian (karena letaknya di daerah pedalaman). Dengan pertanian tersebut, tampaknya kesejahteraan masyarakat Mataram Lama sudah cukup baik. Di samping itu, Mataram Lama juga mengembangkan kehidupan maritim, yaitu dengan memanfaatkan aliran Bengawan Solo.
1.
Kerajaan Majapahit
Berdiri tahun 1293. Pusat pemerintahan di daerah Mojokerto, Jawa Timur dengan wilayahnya (pada masa kejayaannya) mencakup hampir semua wilyah kepulauan di nusantara.
Sumber Sejarah: Prasasti Kudadu (1216 Saka atau 1294 M), Prasasti
Sukamrta (1218 Saka atau 1296 M), Kitab Negarakertagama, Kitab Pararaton, Buku-buku
kidung (misalnya: Kidung Ronggolawe, Kidung Sundayana), Berita-berita Cina (seperti
kitab Ying Yai Sheng Lan karangan Ma Huan, dan catatan-catatan dalam tambo
dinasti Ming)
Kehidupan
Politik dan Pemerintahan: Raden Wijaya adalah raja pertama Majapahit (bergelar
Kertarajasa Jaya Wardana, 1293-1309 M). Setelah meninggal, ia digantikan anaknya, Jayanegara (Kala
Gemet, 1309), beliau merupakan raja yang lemah, sehingga banyak terjadi
pemberontakan (Pemberontakan Ronggolawe, Pemberontakan Lembu Sora,
Pemberontakan Nambi, Pemberontakan Kuti). Jayanegara meninggal tahun 1328 karena dibunuh Tanca (dokter istana). Pemerintahan
dilanjutkan Tribuwanatunggadewi (1328-1350 M) yang bergelar Tribuwanatunggadewi
Jayawisnuwardani dengan patihnya Gajah Mada (terkenal dengan Sumpah Palapa).
Hayam Wuruk,
putra Tribuwana (1350-1389 M). Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk ini, Majapahit mencapai zaman keemasannya. Selama pemerintahan Hayam Wuruk terjadi tiga peristiwa penting, yaitu: Perang
Bubat tahun 1357, perjalanan suci Hayam
Wuruk ke tempat leluhurny,a serta
upacara Crada yang diadakan untuk memperingati wafatnya Rajapadni tahun 1362. Sepeninggal
Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Majapahit mengalami kemunduran. Pengganti Hayam Wuruk adalah puterinya yang bernama
Kusumawardhani.
Raja-raja setelah Hayam Wuruk:
·
Ratu Kusumawardhani (1389-1429 M). Terjadi perang saudara dengan Wirabhumi (disebut
perang Paregreg, berakhir dengan terbunuhnya Wirabhumi)
·
Dewi Suhita (1429-1447 M)
·
Bhre Tumapel (1447-1451 M)
·
Bhre Kahuripan (1451-1453 M)
·
Purwawisesa (1457-1467 M)
·
Pandan Salas (1467-1478 M)
Sistem Politik dan Pemerintahan Kerajaan-Kerajaan Hindu-Buddha Indonesia.
Sebelum
masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, sistem pemerintahan yang dianut di
indonesia adalah sistem pemerintahan desa yang di pimpin oleh
seorang kepala suku dan dipilih berdasarkan kelebihan dan kekuatannya (Primus Inter Pares). Dengan masuknya
pengaruh Hindu, muncul konsep dewa raja, pimpinan tertinggi
dalam sebuah kelompok adalah seorang raja yang diyakini sebagai titisan atau
reinkarnasi dewa (Dewa Syiwa atau Dewa Wisnu). Konsep ini melegitimasi
(mengesahkan) pemusatan kekuasaan pada raja. Dari konsep ini pulalah Indonesia
mulai mengenal sistem pemerintahan kerajaan dengan raja sebagai pimpinan tertinggi dibantu sejumlah pejabat yang
bertugas sesuai fungsinya (misalnya: urusan ketatanegaraan, agama, hukum,
perpajakan, upeti, dan lain-lain).
Sebagai penguasa, raja memiliki wewenang penuh terhadap seluruh tanah di
wilayah kerajaannya, sedangkan rakyat hanyalah penggarap. Rakyat
juga wajib memberikan kesetiaan yang penuh terhadap titah raja, termasuk dalam
membangun istana dan candi tanpa menuntut upah.
Sistem
pemerintahan kerajaan pada masa kerajaan Hindu dan Buddha pada umumnya terbagi
dalam beberapa bidang, yaitu bidang pertahanan atau angkatan perang,
perdagangan, keuangan, urusan luar negeri, pajak, dan hukum. Jabatan-jabatan
ini dapat dirangkap hanya oleh beberapa orang tergantung keinginan raja dan
luasnya kerajaan. Raja adalah pimpinan tertinggi. Lembaga-lembaga pendidikan (utamanya pendidikan agama) telah
ada di Indonesia sejak periode permulaan masuknya Hindu-Buddha: Lee Kam Hing (berdasarkan
sumber berita Marcopolo)
Hasil-Hasil
Kebudayaan pada Masa Kerajaan Maritim Hindu-Buddha di Indonesia
Hasil kebudayaan pada masyarakat Indonesia saat masa Hindu -
Buddha sangatlah beragam bentuknya, seperti prasasti, seni bangunan, seni
sastra, seni pahat (arca) dinding batu (relief), serta tradisi, dan kebiasaan.
a. Prasasti Yupa/prasasti adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan. Yupa/prasasti menggunakan aksara Pallawa atau bahasa Sanskerta dan menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah kerajaan-kerajaan pada masa Hindu-Buddha.
Contohnya:
· Tujuh
buah Yupa (tugu batu bertulis untuk peringatan upacara korban) ditemukan di Sungai
Mahakam sebagai bukti berdirinya Kerajaan Kutai, ditulis dengan huruf Pallawa,
dengan bahasa Sanskerta.
·
Prasasti
Ciaruten, Jambu, Kebon Kopi, Tugu, dll. yang ditulis pada masa Kerajaan
Tarumanegara.
·
Prasasti
Talang Tuo, Telaga Batu, Kota Kapur, dll. merupakan prasasti dari Kerajaan
Sriwijaya.
a. Seni Bangunan
Seni bangunan di masa Hindu-Buddha sebagian besar adalah bangunan
pemujaan atau candi. Candi umumnya berbentuk bangunan yang tinggi dengan tiga bagian. Bagian
bawah merupakan lambang bhurloka (alam manusia), bagian tengah menggambarkan
bhuvarloka (alam kematian), dan bagian atap melambangkan swarloka (alam para
dewa).
Candi-candi yang ada di
Indonesia memiliki corak berbeda. Candi-candi yang ada di Jawa Tengah bagian
utara biasanya berbentuk melingkar, di mana candi-candi kecil melingkari candi
utama yang besar. Ini menggambarkan susunan masyarakat yang menempatkan raja
sebagai pusat kekuasaan. Ini dapat dipahami, mengingat kerajaan-kerajaan di
Jawa Tengah bagian utara umumnya merupakan kerajaan Hindu.
Candi-candi yang ada di
Jawa Tengah bagian selatan umumnya memiliki ukuran yang sama besar, tidak ada
candi yang besar maupun tingginya melebihi yang lain. Ini menggambarkan susunan
masyarakat demokratis yang menempatkan raja dan masyarakat lainnya setara. Hal
ini merupakan karakter agama Buddha yang tidak menganut sistem kasta.
Candi-candi di Jawa Timur
biasanya menempatkan candi utama yang besar di belakang candi-candi yang lebih
kecil. Hal ini menggambarkan kedudukan raja sebagai pemersatu masyarakat. Candi
tidak hanya terdapat di pulau Jawa namun juga terdapat di pulau-pulau lain.
Misalnya, Candi Muara Takus yang terdapat di Sumatra.
Contoh candi yang dibangun di masa kerajaan-kerajaan
Hindu-Buddha Indonesia:
·
Candi
Prambanan (Yogyakarta, Mataram Lama)
·
Candi
Dieng (Jawa Tengah, Mataram Lama)
·
Candi
Panataran (Blitar, Kediri)
·
Candi
Kidal (Malang, Singasari)
·
Candi
Borobudur (Magelang, Jawa Tengah)
·
Candi
Kalasan, Kalasan (Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta)
·
Candi
Muara Takus (Kabupaten Kampar, Riau)
Masa Hindu dan Buddha
meninggalkan beberapa kitab yang isinya beragam. Ada yang berisi cerita, berita
sejarah, atau dongeng-dongeng. Isi kitab umumnya berbentuk syair. Kitab-kitab
tersebut antara lain:
·
Masa Kerajaan Kediri
1. Kitab Kakawin Bharatayudha, karya Mpu Sedah
dan Mpu Panuluh
2. Kitab Kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya karya
Mpu Panuluh
3. Kitab Smaradhana, karya Mpu Darmaja
4. Kitab Lubdaka dan Kitab Wartasancaya karya
Mpu Tanakung
5. Kitab Kresnayana karya Mpu Triguna
6. Kitab Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa
·
Masa Kerajaan Majapahit
1. Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca
2. Kitab Sutasoma, karya Mpu Tantular
3. Kitab Pararaton, menceritakan raja-raja
Singosari dan Majapahit
4. Kitab Sundayana, menceritakan Peristiwa Bubat
5. Kitab Ranggalawe, menceritakan Pemberontakan
Ranggalawe
6. Kitab Sorandaka, menceritakan Pemberontakan
Sora
7. Kitab Usana Jawa, menceritakan penaklukan
Bali oleh Gajah Mada dan Arya Damar
b.
Seni
Pahat (Arca)
Arca merupakan batu yang dipahat hingga membentuk manusia
atau binatang. Biasanya, dibuat untuk menggambarkan orang-orang atau dewa-dewa
tertentu. Beberapa arca hasil kebudayaan Hindu-Buddha antara lain arca Syiwa,
Brahma, Wisnu, Buddha, dan Dhyani Boddhisatwa.
a.
Relief
Relief merupakan pahatan
tulisan atau gambar yang biasanya terdapat pada dinding candi. Beberapa relief
ada yang menceritakan pengalaman hidup raja dan para Dewa Hindu atau Buddha.
a.
Tradisi dan
Kebiasaan
Berikut ini adalah
tradisi dan kebiasaan yang berkembang di masa Hindu-Buddha dan tetap dilakukan
di masa kini.
·
Ngaben, merupakan upacara pembakaran mayat pada masyarakat Hindu di
Bali. Upacara Ngaben dimaksudkan untuk mengembalikan manusia kepada asalnya.
·
Nyepi merupakan upacara keagamaan masyarakat Hindu. Nyepi memiliki
tujuan untuk mengoreksi diri dan mawas diri terhadap perilaku yang telah
diperbuat setahun yang lalu. Nyepi dilakukan dengan berdiam diri di rumah tanpa
melaksanakan kegiatan apapun sesuai dengan aturan dalam upacara nyepi. Nyepi
dilakukan untuk memperingati tahun baru Saka.
· Galungan merupakan hari raya umat Hindu Dharma yang
dilakukan setiap 210 hari sekali, jatuh pada hari Rabu Kliwon, dua kali dalam
satu tahun.
·
Kuningan merupakan hari raya umat Hindu Dharma yang
dilakukan dua minggu setelah Hari Raya Galungan.
· Sadranan dilakukan oleh masyarakat Hindu dengan
membawa sesajian kuburan atau tempat-tempat keramat.
· Kesodo merupakan upacara yang dilakukan oleh
masyarakat Hindu di Tengger, Jawa Timur. Kesodo merupakan upacara
mempersembahkan sesaji ke kawah Gunung Bromo.
Masa Kejayaan Kerajaan-kerajaan Maritim Hindu-Buddha
Indonesia
1)
Kutai
Kerajaan Kutai mencapai puncak keemasan pada masa Raja
Mulawarman. Di bawah pemerintahan Raja Mulawarman pula Kutai diperkirakan
menjadi tempat singgah jalur perdagangan internasional yang menghubungkan Selat
Makassar, Filipina, dan China. Oleh karena itu, sumber perekonomian Kerajaan
Kutai berasal dari kegiatan perdagangan, yan kemudian membawa pengaruh bagi
masyarakatnya.
2) Sriwijaya
Sriwijaya berhasil menguasai perdagangan nasional dan internasional setelah menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tenggara. Mencapai masa kejayaannya di masa pemerintahan Balaputra Dewa.
3)
Tarumanegara
Di bawah kekuasaan Raja Purnawarman, dilakukan pembangunan irigasi dengan cara menggali saluran sungai sepanjang 11 kilometer, yang kemudian dikenal sebagai Sungai Gomati. Kejayaan Kerajaan Tarumanegara di masa pemerintah Raja Purnawarman, kehidupan sebagai kerajaan agraris yang membuat Tarumanegara menjelma sebagai kerajaan yang hebat dan makmur.
4)
Mataram
Meski letak Kerajaan Mataram Kuno berada di
pedalaman antara Jawa Tengah dan Yogyakarta, tetapi daerahnya juga dialiri
banyak sungai, yakni Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo, dan Bengawan
Solo. Keberadaan sungai-sungai tersebut membawa kesuburan dan kejayaan
kerajaan Mataram Kuno. Kejayaan kerajaan ini di masa pemerintahan Raja Sanjaya
dan Syailendra.
5) Majapahit
Kerajaan
Majapahit adalah kerajaan agraris yang juga mengembangkan kemaritimannya.
Pada masa kejayaannya, aktivitas perdagangan dan
pelayaran di Indonesia yang dikuasai Majapahit bahkan disegani oleh kekuatan
mancanegara. Kejayaan Majapahit di masa Hayam Wuruk dan mahapatih Gajah
Mada.
Kejayaan dari kerajaan-kerajaan maritim Hindu-Buddha sebagian besar di dukung karena pemimpin yang hebat dan besar.
Masa Keruntuhan Kerajaan-Kerajaan Maritim Hindu-Buddha
Indonesia
Kerajaan-kerajaan
yang bercorak Hindu maupun Buddha di Indonesia mengalami masa kejayaan antara
abad ke-7 sampai 12 M. Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan
yang bercorak Hindu maupun Buddha di Indonesia mulai mengalami kemunduran.
Secara umum, faktor-faktor penyebab runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak
Hindu-Buddha sebagai berikut.
·
Terdesaknya kerajaan-kerajaan kecil oleh kerajaan-kerajaan besar.
·
Tidak ada pengaderan pemimpin sehingga tidak ada pemimpin pengganti yang
setara dengan pendahulunya.
·
Munculnya perang saudara yang melemahkan kerajaan.
·
Kemunduran ekonomi perdagangan negara.
· Tersiarnya agama Islam yang mendesak agama Hindu-Buddha.
Terbentuknya Jaringan
perdagangan Nusantara
Posisi Indonesia cukup
strategis dan memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Oleh sebab itu,
Indonesia menjadi salah satu pusat perdagangan yang penting pada jalur
perdagangan Timur Tengah dan semenanjung Arab dengan Selat Malaka.
Selama masa Hindu-Buddha di
samping kian terbukanya jalur niaga Selat Malaka dengan perdagangan dunia
internasional, jaringan perdagangan dan budaya antarbangsa dan penduduk di
Kepulauan Indonesia juga berkembang pesat terutama karena terhubung oleh
jaringan Laut Jawa hingga Kepulauan Maluku.
Selat Malaka merupakan
jalur penting dalam pelayaran dan perdagangan bagi pedagang yang melintasi
bandar-bandar penting di sekitar Samudra Hindia dan Teluk Persia. Selat itu
merupakan jalur laut yang menghubungkan Arab dan India di sebelah barat laut nusantara
dan dengan Tiongkok di sebelah timur laut Nusantara. Jalur ini merupakan pintu
gerbang pelayaran yang dikenal dengan nama "Jalur Sutra". Dari India
barang-barang dagang yang didapatkan dari Tiongkok akan disalurkan lagi ke
Eropa. Karena peralihan jalur perdagangan yang menggunakan perairan membuat
penduduk Nusantara mendapatkan berkah tersendiri. Nusantara
yang dilewati kapal-kapal pedagang harus diintegrasikan dalam jalur perdagangan
internasional tersebut. Oleh karena itu, Selat Malaka menjadi gerbang penting
bagi perdagangan internasional.
Di
dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India
dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang
Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas, seperti kapur barus,
kayu gaharu, cengkih, pala, kapulaga, gading, emas, dan timah. Semua komoditas
tersebut membuat Raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang
melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari
vassal-vassalnya di seluruh Asia Tenggara.
Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor berikut.
a.
Faktor
pertama, yaitu lembah Sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur
utara yang sangat cocok untuk pertanian padi. Pada masa kejayaannya, Majapahit
membangun berbagai infrastruktur irigasi yang sebagian dengan dukungan
pemerintah.
b.
Faktor
kedua, pelabuhan-pelabuhan Majapahit di Pantai Utara Jawa berperan penting
sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah dari
Maluku. Dari perdagangan ini, Majapahit juga mendapatkan pajak.
Dari kedua contoh penguasaan perairan oleh Sriwijaya dan Majapahit
lambat laun membentuk jaringan antardaerah. Daerah-daerah yang tidak dikenal
dari kerajaan-kerajaan kecil yang sebenarnya menghasilkan komoditas perdagangan
mulai mendapat perhatian. Di daerah-daerah penghasil komoditas mulai dibangun
pelabuhan-pelabuhan kecil. Komoditas dari daerah kemudian dikirim ke
pelabuhan-pelabuhan besar yang menjadi pusat perdagangan. Pedagang luar negeri
dapat mudah mendapatkan barang dagangan yang diinginkan di pelabuhan besar.
Akhirnya berkembang jaringan perdagangan dan pengawasan yang berada di nusantara. Jaringan ini mengakomodasi perdagangan dan pemerintahan. Hubungan pemerintah terjadi berupa hubungan saling menguntungkan. Keuntungan penguasa pusat mendapat pengakuan sebagai penguasa, pajak atau upeti yang masuk ke kerajaan, dan suplai barang dagangan yang diperlukan untuk meramaikan pelabuhan dalam perdagangan internasional.
Jalur Rempah di Masa Hindu-Buddha
Rempah-rempah,
seperti kayu manis, cengkeh, dan pala menumbuhkan jaringan dagang internasional
dan antarpulau yang melahirkan kekuatan politik baru di nusantara. Sejarah mencatat, rempah bukan sekadar komoditas,
namun membawa nilai (value) dan
gaya hidup (lifestyle) untuk
peradaban global. Begitu pentingnya rempah-rempah dalam kehidupan
manusia sehingga ia menjadi penghela perkembangan ekonomi, sosial budaya,
dan politik dalam skala lokal dan global. Para pedagang mempertaruhkan nyawa
dan kekayaannya untuk memasarkannya; juru masak meramunya untuk melezatkan
hidangan; para tabib ahli kesehatan meraciknya untuk pengobatan; para raja
mengirim ekspedisi mengarungi samudra untuk mendapatkannya; diplomasi demi
diplomasi dirajut; hubungan antarmanusia menjadi global; dan sejarah peradaban
manusia dibangun.
Jauh
sebelum bangsa Eropa datang ke nusantara, ribuan tahun lalu, jalur rempah
adalah rute nenek moyang kita menjalin hubungan antarpulau, suku, dan bangsa dengan
membawa rempah sebagai nilai untuk membangun persahabatan yang membentuk
asimilasi budaya dan diplomasi di setiap pesinggahan. Jalur inilah yang akhirnya menghubungkan nusantara
dan dunia. Datangnya penutur bahasa Austronesia ke nusantara sekitar 4.500 tahun
lalu dengan perahu menjadi awal pertukaran rempah dan komoditas lain antarpulau
di Indonesia Timur. Budaya mereka inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya
budaya bahari yang melayarkan rempah hingga ke Asia Selatan sampai Afrika Timur.
Jejak kayu gaharu ditemukan di India. Cengkih
dan kayu manis dari Indonesia timur sudah ada di Mesir dan Laut Merah. Nenek
moyang kita juga membawa rempah ke Asia Tenggara, hingga ke Campa, Kamboja,
sehingga terjadi persebaran budaya logam dari Dongson (Vietnam) hingga ke Nusa
Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.
Sejak awal Masehi, Jalur Rempah telah
menghubungkan India dan Tiongkok. Tercatat sudah ada pelaut Jawa yang mendarat
di Tiongkok pada abad ke-2 Masehi. Kapal-kapal nusantara digunakan para biarawan
dari Tiongkok untuk pergi belajar agama Buddha di Suvarnadvipa atau Sriwijaya
dan di India. Kerajaan besar Sriwijaya, Mataram Hindu,
Singasari, dan Majapahit menjadikan perdagangan rempah sebagai jalur interaksi
utama yang menghubungkan nusantara dengan Asia Tenggara, Tiongkok, Asia
Selatan, Asia Barat, hingga ke Afrika Timur.
Karena itu tak dapat dipungkiri bahwa jauh
sebelum bangsa Eropa melakukan aktivitas perdagangan di Asia Tenggara, para
pedagang nusantara telah turut aktif dalam jaringan perdagangan dunia. Rempah nusantara
dan Asia telah terkenal di Eropa jauh sebelum mereka dikenal di kawasan nusantara
dan Asia. Posisi strategis yang menghubungkan Samudra Hindia dan Laut Tiongkok
Selatan, menghubungkan Asia Timur dengan Asia Barat hingga Timur Tengah, Afrika
dan Eropa menjadikan Nusantara sebagai hub penghubung jaringan
perdagangan dunia.
Jack Turner menulis dalam bukunya Spice,
The History of a Temptation (2005): “Tidak ada rempah-rempah yang
menempuh perjalanan lebih jauh ataupun lebih eksotis daripada cengkih, pala,
dan bunga pala Maluku. Setelah panen di hutan pala di Banda atau di bawah
bayangan gunung vulkanik Ternate dan Tidore. Selanjutnya, kemungkinan besar
rempah tersebut dimuat dalam salah satu cadik yang masih melintasi pulau-pulau
di Nusantara. Rempah bisa juga dibawa oleh pedagang China yang diketahui telah
mengunjungi Maluku dari sejak abad ke-13. Bergerak ke barat melewati Sulawesi,
Borneo, dan Jawa melalui Selat Malaka, rempah-rempah tersebut lalu dikapalkan
menuju India dan pasar rempah di Malabar. Selanjutnya komoditas itu dikirim
dengan kapal Arab menyeberangi Samudra Hindia menuju Teluk Persia atau Laut
Merah. Di salah satu dari sekian banyak pelabuhan tua, Basra, Jeddah, Muskat
atau Aqaba, rempah lalu dialihkan ke dalam karavan besar menyusuri gurun pasir
menuju pasar-pasar jazirah Arab dan Alexandria dan Levant. Baru setelah
mencapai perairan Mediterania, rempah-rempah akhirnya tiba di tangan bangsa
Eropa.”
Terdapat
beberapa pendapat yang berbeda-beda tentang proses masuk dan berkembangnya
Islam ke Indonesia, di antaranya: Agama Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7. Hal ini didasarkan pada berita dari China zaman Dinasti
Tang yang mengatakan bahwa orang-orang Arab telah membuat koloni di Kanton dan
Pantai Barat Sumatra pada abad ke-7.
Ada beberapa teori
yang menjelaskan dari manakah Islam masuk dan berkembang di Indonesia, berikut
ini beberapa teori tersebut.
Beberapa Pendapat tentang Masuknya Islam
ke Indonesia
a. Teori Gujarat (India): W. F. Stutterheim. Peninggalan nisan Sultan Malik al-Saleh yang reliefnya menunjukkan kesamaan dengan
nisan-nisan yang terdapat di Gujarat, India.
b. Teori Makkah (Arab):
Hamka. (1) Dianutnya mazhab Syafi’i
oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mazhab Syafi’i sendiri merupakan mazhab
besar dan istimewa di Makkah; dan (2) Adanya perkampungan orang-orang Arab di Pantai Barat Sumatra.
c. Teori Persia: Hoesein Djajadiningrat. Adanya kesamaan budaya. Antara lain dalam hal peringatan 10 Muharam atau
Syura sebagai peringatan kaum Syiah atas
kematian Husain, putra Ali.
d. Teori Bengali (Bangladesh): S.Q Fatimi. Teori ini mengemukakan Islam datang ke Indonesia berasal dari Benggali. Dasar teori ini karena
tokoh-tokoh Islam di Samudera Pasai merupakan keturunan Benggali.
e. Teori Pantai Coromandel (India): Thomas W. Arnold dan Morisson. Menurut teori ini Islam datang ke Indonesia melalui Coromandel dan Malabar (India). Dasar teori ini adalah Gujarat belum menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan wilayah Timur Tengah dan nusantara.
Proses Penyebaran Islam di
Indonesia
Berlangsung
secara damai (pacific penetration)
Pertama, penduduk Indonesia “berhubungan” dengan agama Islam dan kemudian menganut ajarannya.
Kedua, orang-orang asing
(Arab, India, Cina, dll.) yang telah memeluk
Islam dan menetap di Indonesia, kemudian melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal. Pengetahuan agama Islam dan aktivitas keagamaannya itu yang kemudian secara perlahan
mulai diikuti oleh masyarakat setempat.
Kondisi Politik di
Beberapa Wilayah Nusantara Masa Kedatangan Pengaruh Islam
f. Sumatra
Pada abad ke-13, Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran.
g.
Jawa
Surutnya pengaruh Majapahit akibat terjadinya konflik politik
internal kerajaan, yaitu perebutan kekuasaan di antara keturunan raja. Dampaknya, banyak
daerah-daerah vassal Majapahit yang kemudian melepaskan diri.
h. Kalimantan Selatan
Sebelum kedatangan
Islam di daerah ini sudah berkembang kerajaan yang bercorak
Indonesia-Hindu dengan pusatnya berada di Negara Daha.
i.
Kalimantan Timur: Sebelum kedatangan
Islam, corak Indonesia-Hindu lebih dominan dalam kehidupan kerajaan-kerjaan di Kalimantan
Timur, seperti kerajaan Kutai yang merupakan kerajaan Hindu
tertua di nusantara.
Beberapa Bukti Masuknya Islam di Indonesia.
j. Makam
Fatimah binti Maimun
Ditemukan di
Leran, Gresik. Pada batu nisannya tertulis nama Fatimah binti Maimun dan angka tahun 1082
(475 H). Artinya, bahwa pada akhir abad XI Islam telah masuk ke Indonesia.
k.
Makam Sultan Malik
Al-Saleh
Di Aceh, berangka tahun 1297.
Mengingat Malik Al-Saleh adalah seorang sultan, maka dapat diperkirakan bahwa
Islam telah masuk ke daerah Aceh jauh sebelum Malik Al-Saleh mendirikan
Kesultanan Samudera Pasai.
l.
Sumber Berita/Catatan Perjalanan
1.
Sumber Berita Ma-Huan
Pada abad ke-13 Islam telah
berkembang di Indonesia. Dibuktikan dengan penemuan puluhan batu nisan muslim
di Troloyo, Trowulan Gresik yang berasal dari abad ke-13.
2.
Sumber Berita Marco Polo
(Musafir dari Venesia, Italia yang pernah singgah di Perlak dan beberapa tempat di Aceh bagian utara dalam perjalanananya ke Cina). Bahwa pada abad XIII Islam
telah berkembang di Sumatra bagian Utara. Di
Perlak, pada tahun 1292 telah banyak masyarakatnya yang memeluk Islam
3.
Ceritera Ibnu Battuta
(Pada tahun 1345,
Ibn Battuta mengunjungi Samudera Pasai. Ia seorang pengembara yang termashur
dari Taugier (Marroko) yang hidup pada tahun 1304-1378). Tahun 1345 Islam
telah berkembang di Aceh. Sultan Samudera Pasai sangat baik terhadap ulama
dan rakyatnya. Samudera Pasai merupakan kesultanan dagang yang sangat maju.
4.
Sumber Dinasti
Tang
Islam masuk ke
Nusantara sejak abad ke-7 dan 8 M. Hal itu dibuktikan dengan ramainya Selat Malaka dari
aktivitas pedagang-pedagang muslim.
5.
Sumber berita Tome
Pires
Dalam Suma
Orienta, Pires menyebutkan bahwa daerah-daerah sekitar pesisir utara Sumatra telah
banyak masyarakat dan kerajaan Islam.
Saluran-saluran Penyebaran Islam
di Indonesia
a.
Perdagangan
Pasar merupakan salah satu pusat kegiatan manusia. Di tempat itu, setiap
orang melakukan interaksi dengan semua orang yang
dijumpai tanpa membedakan asal dan agamanya. Bahkan, setiap orang dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru, termasuk pengetahuan tentang Islam.
b.
Perkawinan
Orang-orang asing (Arab, India, Cina, dll.) yang telah
memeluk Islam dan menetap di Indonesia, kemudian melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal. Pengetahuan agama Islam dan aktivitas keagamaannya itu yang kemudian secara perlahan
mulai diikuti oleh masyarakat setempat.
c.
Pendidikan
Pengenalan dan penyebaran ajaran
serta nilai-nilai Islam melalui pendidikan dilakuka nsetelah masyarakat muslim di nusantara terbentuk.
Pendidikan agama Islam itu dilakukan oleh guru-guru agama, kyai, dan ulama. Untuk terselenggaranya pendidikan, mereka mendirikan pondok-pondok pesantren.
d.
Politik
Proses penyebaran Islam secara politik dilakukan oleh para penguasa
pribumi. Sebagai orang yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat, apa yang
dilakukan penguasa sering dijadikan panutan. Itulah sebabnya tindakan penguasa
yang masuk Islam segera diikuti oleh rakyatnya.
e.
Tasawuf
Peran tasawuf dalam penyebaran Islam di tanah air
menarik untuk dicermati. Eksesnya bukan saja terkait dengan persoalan “tata
krama” hubungannya dengan Tuhan, tapi juga persoalan sosial-kemasyarakatan,
bahkan masalah politik. Proses pembentukannya pun sedikit banyak beradaptasi
dengan kehidupan spiritual sekitar awal datangnya Islam, yakni tradisi Hindu
dan Buddha.
f.
Kesenian dan
Sastra
Melalui media seni tertentu. Di antaranya adalah seperti yang dilakukan
oleh Sunan Kalijaga yang memanfaatkan media wayang yang merupakan kesenian asli
Jawa sebagai media penyebaran agama dan nilai-nilai Islam.
Mereka yang Berperan Besar dalam Proses
Persebaran Islam di Nusantara
a. Peranan Kaum Sufi
Proses Islamisasi di
Indonesia bersamaan waktunya dengan kurun waktu ketika paham Sufi mulai mendominasi dunia Islam, yaitu setelah jatuhnya
Baghdad ke tangan bangsa Mongol (1258). Kaum Sufi dari berbagai babgsa banyak yang melakukan perjalanan ke Indonesia dengan
menggunakan kapal-kapal
dagang.
b. Peranan Ulama dan Mubalig
Dato’ri Bandang, Dato Sulaeman yang menyebarkan agama Islam di daerah
Sulawesi. Dato’ri Bandang
bersama Tuan Tunggang’ri Parangan yang melanjutkan penyebaran agama Islam ke Kutai,
Kalimantan Timur.
c.
Peranan Wali
Contoh: “Wali
Sanga” (Maulana Malik
Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kalijaga,
Sunan Muria, Sunan
Kudus, dan Sunan Gunung Jati)
d.
Peranan para pemikir Islam
Melalui karya-karya tulisnya, para pemikir Islam nusantara memberi
pengetahuan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan ajaran agama Islam. Di
antara para pemikir Islam tersebut yang terkenal adalah Hamzah Fansuri
(pengembang ajaran Tasawuf Qodariyah, menetap di Aceh); Nuruddin ar-Raniri
(menyusun kitab Bustanus Salatin, tinggal
di Aceh); dan Bukhari al-Jauhari (menyusun kitab Tajus Salatin, tinggal
di Aceh).
Faktor-faktor yang membuat Islam mudah diterima di
Indonesia di antaranya:
·
Penyebaran agama dengan konsep akulturasi, damai
dan tanpa kekerasan.
·
Politik kedekatan dengan kekuasaan.
·
Islam tidak kenal strata, kasta atau pelapisan sosial.
·
Ritualnya sangat sederhana dan mudah.
·
Masuk Islam cukup 2 kalimat syahadat.
·
Agama yang bertumpu pada kedamaian.
·
Aturan dalam Islam tidak memaksa dan fleksibel.
Kerajaan-kerajaan Islam Indonesia
1.
Kerajaan Perlak
(Berdasarkan bukti-bukti sejarah terbaru diketahui bahwa kerajaan Islam tertua di Indonesia adalah
Kerajaan Perlak).
Bukti sejarah: naskah-naskah tua berbahasa Melayu, seperti Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah Wal Fasi, Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan as Salathin, dan Silsilah Raja-raja Perlak dan Pasai. Dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa kerajaan Perlak didirikan pada 1 Muhharam 225 H (840 M). Pertama kali diperintah oleh Saiyid Abdul Aziz yang bergelar Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Shah. Secara geografis, Perlak terletak di ujung Utara Pulau Sumatra, yaitu daerah yang paling dekat dengan jalur perdagangan antara Arab, Persia, India, dan Cina. Raja terakhir adalah Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan (662-692 H atau 1263-1292 M). Sejak 1292, Perlak menjadi bagian dari wilayah kerajaan Samudera Pasai (Penyatuan itu sebagai akibat perkawinan antara Putri Ganggang Sari (dari Perlak) dengan Sultan Muhammad Malikul Dhakir, putera Sultan Malikul Saleh dari Pasai).
2.
Kerajaan Samudera
Pasai
(Merupakan penggabungan 2 kerajaan kecil (kerajaan Samudera dan kerajaan Pasai). Samudera dan Pasai terletak di pintu masuk Selat Malaka, yaitu jalur perdagangan utama antara Arab, Persia, India, dan Cina). Kerajaan Samudera Pasai didirikan pada abad XIII. Terletak di Aceh Utara, atau tepatnya di Kabupaten Loksumawe sekarang. Sultan Malik Al-Saleh merupakan sultan yang paling terkenal (sebagai peletak dasar kekuasaan Islam). Ia berhasil mengembangkan perdagangan sebagai pilar ekonomi kerajaan.
3.
Kerajaan Malaka
Didirikan oleh Parameswara (keturunan bangsawan
Majapahit) yang bergelar Sultan Iskandar Syah (1296-1414). Malaka berkembang menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Asia Tenggara. Tahun 1511, Malaka dikuasai oleh Portugis (dipimpin oleh
d’Albuquerque). Sejak itulah kekuasaan Malaka berakhir. Berikut ini adalah
wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka.
Sebelumnya merupakan bagian dari Kerajaan Pidie. Lepasnya Aceh
dari Pidie adalah berkat perjuangan yang
dilakukan oleh Ali Mughayat Syah yang sekaligus kemudian menjadi pendiri dan penguasa atau sultan pertama Kesultanan Aceh. Ia memerintah selama 14 tahun
(1514-1528). Pusat kerajaan pun dipindahkan ke
Kutaraja.
Sultan yang memerintah Aceh: Ali Mughayat Syah (berhasil meluaskan daerah kekuasaan); Husain, putra Sultan Ali Mughayat Syah (banyak daerah bawahan yang melepaskan diri); Sultan Ali Riayat Syah (1586-1588); Sultan Iskandar Muda 1607-1636, (Aceh mencapai masa kejayaanya); Sultan Iskandar Thani (1636-1641); Sultan Safiatuddin, 1641-1675, banyak daerah yang melepaskan diri sebagai akibat praktik adu domba yang dilakukan VOC).
2.
Kerajaan Demak
Sebelumnya merupakan vassal atau daerah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan, yaitu
Majapahit. Seiring makin lemahnya Majapahit, Raden Patah atau Pangeran Jimbun atau Rodim atau (bergelar)
Sultan Alam Akbar al-Fatah (didukung alim ulama Jawa, seperti Tuban, Gresik, Jepara, Kudus)
melakukan pemberontakan terhadap Majapahit dan berhasil. Demak menjadi kerajaan
Islam pertama di Jawa.
Setelah Raden Patah meninggal ia digantikan oleh Pati
Unus (1518-1521) yang menjadi pemimpin ekpsedisi pamalayu dan penyerangan
terhadap Portugis di Malaka. Ia mendapat sebutan Pangeran Sabrang Lor.
Sultan Trenggono (adik Pati
Unus) memerintah dari tahun 1521-1546. Pada
masa pemerintahanya, Demak mencapai masa kejayaannya. Sepeninggal Trenggono,
terjadi perebutan kekuasaan antara Sultan Prawoto (anak Trenggono) dengan
Sultan Kalinyamat (adik Trenggono). Sultan Kalinyamat kemudian terbunuh oleh
utusan Prawoto di dekat jembatan sungai
(sehingga mendapat sebutan Pengeran Sekar Sedo ing Lepen). Atas pembunuhan
tersebut, Aryo Penangsang (anak Kalinyamat) merasa tidak terima atas kematian ayahnya. Terjadilah kemudian pembunuhan atas diri
Prawoto dan keluarganya.
Aryo Penangsang mengangkat dirinya sebagai penguasa baru Demak (1546-1568). Karena
menjalankan pemerintahan dengan kejam, banyak
pihak yang tidak suka dengan kepemimpinan Panangsang. Tindakan Aryo Panangsang itu
menyulut kemarahan para adipati. Di antaranya adalah Adipati Pajang, Adiwijaya
atau Jaka Tingkir atau Mas Karebet (nantinya menjadi pendiri sekaligus
penguasa kerajaan Pajang). Peta kekuasaan Kerajaan Demak tampak pada gambar berikut.
Pendiri Kerajaan Pajang adalah Adiwijaya (1568-1582). Ia
menduduki takhta Pajang dengan memindahkan kebesaran
kerajaan Demak ke Pajang. Ketika Adiwijaya wafat, yang seharusnya menggantikan adalah Pangeran
Benawa. Namun, ia berhasil disingkirkan
oleh Arya Pangiri. Arya Pangiri pun naik
takhta menjadi Sultan Pajang pada
1582-1586. Sedangkan Pangeran Benawa hanya
dijadikan adipati di Jipang.
rya Pangiri tidak disukai rakyatnya. Dengan dibantu saudara angkatnya yang juga Adipati Mataram (Sutawijaya), Pangeran Benawa berhasil menyerang Pajang (1586). Pangeran Benawa yang lebih berhak atas takhta Pajang justru menyerahkan kekuasaannya kepada Sutawijaya. Sutawijaya menerima tawaran tersebut dan sejak saat itu segala kebesaran Pajang dipindahkan ke Mataram. Dengan demikian, kekuasaan Pajang berakhir.
2.
Kerajaan Mataram Islam
Berdirinya Kerajaan Mataram Islam erat kaitannya dengan
keberhasilan Sutawijaya dalam mengalahkan Aria Penangsang dari Jipang. Atas
jasanya tersebut, Sutawijaya dihadiahi Alas Mentaok oleh Sultan Hadiwijaya. Pada awalnya, Alas Mentaok tersebut dipimpin oleh Ki Ageng Pamanahan (ayahnya). Setelah Ki Ageng Pemanahan meninggal, alas
Mentaok atau Mataram diserahkan kepada Sutawijaya.
Setelah wafat tahun 1601, Sutawijaya digantikan putranya yang bernama Mas Jolang (1601-1613). Ia bergelar
Sultan Anyakrawati. Sultan Anyakrawati wafat dalam pertempuran di daerah
Krapyak sehingga lebih dikenal dengan sebutan Panembahan Seda Krapyak.
1.
Kerajaan Cirebon
Menurut sumber Portugis, pendiri Kesultanan Cirebon
adalah Fatahillah atau Falatehan. Dengan seizin Sultan Demak, ia pergi ke
Banten untuk menyebarkan agama Islam di Banten
dan daerah sekitarnya. Setelah menetap di Banten, ia kemudian berhasil mendirikan Kesultanan
Cirebon pada tahun 1552. Fatahillah menikah dengan puteri Demak yang juga puteri Cirebon, yaitu anak Sunan Gunung Jati.
Sementara itu, berdasar Ceritera Caruban (Cirebon), Kesultanan Cirebon didirikan oleh Syarif Hidayatullah (cucu Raja Pakuan Padjajaran). Ia naik takhta
pada tahun 1482. Sebagai cucu raja, ia diberi hak untuk mengembangkan kekuasaan
di Cirebon. Selain sebagai Sultan Cirebon, Syarif Hidayatullah juga dikenal
sebagai seorang wali. Ia mendapat persetujuan dari para wali, terutama Sunan Ampel untuk menyebarkan
agama Islam di daerah Jawa Barat. Oleh karena itu, Syarif Hidayatullah kemudian
lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.
Setelah wafat, Syarif Hidayatullah mengangkat putranya, Pangeran Pasarean. Sultan inilah yang menurunkan raja-raja Cirebon selanjutnya. Tahun 1679 Cirebon terpaksa dibagi dua, yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Waktu itu VOC sudah berdiri kuat di Batavia. Dengan politik Devide at Impera, Kesultanan Kanoman dibagi menjadi dua, yakni Kasultanan Kanoman dan Kacirebonan. Dengan demikian kekuasaan Cirebon terbagi menjadi 3 (tiga), yakni Kasepuan, Kanoman, dan Kacirebonan. Akhir abad ke-17 Cirebon berhasil dikuasai VOC.
2.
Kerajaan Banten
Sebelum menjadi Kerajaan Islam, Banten merupakan daerah
kekuasaan Kerajaan Sunda (Padjajaran). Peletak dasar kerajaan Banten adalah
Syarif Hidayatullah. Banten melepaskan diri dari Demak dan berdiri sebagai
kerajaan yang merdeka pada 1552. Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan
pelayaran yang ramai, karena banyaknya pedagang muslim yang lebih memilih
berdagang di Banten ketimbang di Malaka yang telah dikuasai Portugis. Sultan
Hasanuddin (1552-1570) dianggap sebagai sultan Banten yang pertama. Tahun 1570, Sultan Hasanuddin
wafat dan digantikan puteranya, Pangeran Yusuf (1570-1580). Pangeran Yusuf digantikan oleh Maulana Yusuf. Maulana Yusuf meninggal tahun 1595 ketika memimpin ekspedisi ke Palembang. Banten pun mulai surut karena kalah
bersaing dengan VOC.
Kerajaan Gowa dan Tallo sering disebut sebagai Kerajaan Makassar. Kedua kerajaan ini
disatukan oleh Daeng Manrabia (Raja Gowa) dan Karaeng Mantoaya (Raja Tallo).
Setelah kedua kerajaan bergabung, Daeng Manrabia diangkat menjadi Raja Makassar
dengan gelar Sultan Alauddin (1591-1639). Sementara itu, Karaeng Mantoaya
Diangkat menjadi patih dengan gelar Sultan Abdullah. Sombaompu kemudian dipilih
menjadi ibukota Kerajaan Makassar. Setelah Sultan Alaudin meninggal, posisinya kemudian digantikan oleh Sultan
Muhammad Said (1639-1653). Puncak kejayaan kerajaan Gowa-Tallo terjadi pada masa pemerintahan Sultan
Hasanuddin (1653- 1669). Ia mendapat sebutan sebagai “Ayam Jantan dari Timur” Setelah Hasanuddin meninggal, ia digantikan oleh putranya
Mapasomba. Pada masa pemerintahan Mapasomba
kajayaan Gowa-Tallo semakin redup.
Faktor pendorong melemahnya kerajaan Gowa-Tallo:
·
Intervensi VOC terhadap urusan dalam negeri Gowa-Tallo;
·
Upaya VOC melakukan monopoli perdagangan di Makasar;
·
Pemblokiran lalu lintas perdagangan oleh VOC terutama terhadap Pelabuhan Sombaopu;
·
Persekutuan yang terjalin antara VOC dengan kerajaan-kerajaan yang berada
di bawah pengaruh Gowa-Tallo;
· Puncak kelemahan terjadi setelah Gowa-Tallo menandatangani Perjanjian Bongaya.
2.
Kerajaan Ternate dan Tidore
Islam memasuki daerah Maluku diperkirakan antara tahun
1460-1465. Tanda-tanda awal kedatangan Islam di daerah ini diketahui dari sumber-sumber naskah kuno, seperti Hikayat Hitu dan Hikayat Bacan.
Raja Ternate yang pertama kali memeluk Islam adalah Gapi Buta atau Zainal Abidin atau Sultan Marhum (1465-1486). Sementara raja Tidore yang pertama
kali masuk Islam adalah Cirililiyah atau Sultan Jamaluddin. Di bawah pemerintahan Sultan Ben Acorala (Ternate) dan Sultan Almancor
(Tidore), keduanya bersaing dalam memperebutkan
hegemoni perdagangan di Maluku.
Akibat persaingan tersebut terbentuk dua persekutuan
besar di Maluku. Pertama, Uli Lima (persekutuan 5 daerah) dan Uli Siwa (persekutuan 9 daerah). Uli Lima adalah
persekutuan yang dipimpin oleh Ternate dan beranggotakan
Obi, Bacan, Seram, Ambon, dan Ternate sendiri. Sementara Uli Siwa adalah persekutuan
yang dipimpin oleh Tidore dan beranggotakan Tidore, Makayan, Jailolo, Soe-Siu, dan
daerah lain yang terletak di antara Halmahera dan wilayah Papua bagian barat.
Pada masa pemerintahan Tabariji, Portugis dan Spanyol mulai masuk ke Maluku. Kehadiran kedua bangsa itu makin memperuncing permusuhan antara Ternate dan Tidore. Ternate mencari perlindungan kepada Portugis dan sebaliknya Tidore kepada Spanyol. Hingga akhirnya
terjadi peperangan antara kedua kerajaan tersebut yang dimenangkan
Ternate.
Pengganti Sultan Tabariji adalah Sultan Khairun. Pada masa pemerintahannya, Islam mengalami perkembangan yang pesat. Jika sebelumnya
Ternate bersekutu dengan Portugis, pada masa pemerintahan Sultan Khairun
Ternate justru memusuhi Portugis. Hal ini disebabkan adanya tindakan monopoli
perdagangan yang dilakukan Portugis.
Pengganti Sultan Khairun adalah Sultan Baabullah.
Sementara Tidore diperintah Sultan Nuku. Pada masa pemerintahan kedua sultan
itulah kedua kerajaan mencapai masa keemasannya. Pada masa pemerintahan
Baabullah, ia sendiri memimpin langsung perlawanan terhadap Portugis. Pada tahun 1575 benteng Portugis
di Ternate berhasil direbut, bahkan
dua tahun kemudian (1577) Portugis berhasil diusir dari Maluku.
Sistem Pemerintahan, Sosial, dan Ekonomi Kerajaan-Kerajaan Maritim Islam Nusantara
Umumnya kerajaan-kerajaan maritim Islam melanjutkan tradisi kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha. Raja di kerajaan Islam umumnya memakai gelar sultan dan biasanya dibantu sejumlah pejabat kerajaan dan keluarga atau kerabat raja. Orang-orang dekat dengan raja
diberi kedudukan tertentu. Jabatan-jabatn tinggi kerajaan biasanya diberikan kepada keluarga (kerabat raja). Struktur birokrasi tertinggi kerajaan berada ditangan sultan. Sultan
Mataram kemudian mengangkat pejabat penting pada pusat kerajaan.
Untuk menjalankan pemerintahan, sultan menata wilayah kerajaannya menjadi wilayah:
1)
Pusat kekuasaan;
2)
Wilayah-wilayah yang mengitari pusat kekuasaan; dan
3)
Negeri-negeri bawahan atau taklukan.
Salah satu langkah membina hubungan baik di antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah
dengan menjaga kewibawaan raja. Penguasa-penguasa daerah yang akan diangkat
sultan harus menempuh seleksi yang berkaitan dengan kesetiaan kepada pemerintah
pusat. Dalam upaya menghindari
kemungkinan munculnya pertentangan dari penguasa daerah, pemerintah pusat melakukan langkah strategi sebagai berikut:
1) Mengharuskan kepala daerah menghadiri acara-acara
tertentu yang diselenggarakan oleh pihak kerajaan;
2) Para penguasa daerah diwajibkan menyerahkan upeti sebagai
tanda kesetiaan.
Secara sosial, hukum yang berlaku adalah hukum Islam, Tahun 1628, Nuruddin ar-Raniri menulis Kitab Shirathal Mustaqim, yang merupakan kitab hukum Islam I yang disebarkan ke seluruh nusantara untuk menjadi pegangan umat Islam. Oleh Syekh Arsyad Banjar, kitab itu diperluas dan diperpanjang uraiannya dalam sebuah Kitab berjudul Sabilul Muhtadin dan dijadikan pegangan dalam menyelesaikan sengketa di daerah Kesultanan Banjar.
Sistem dan Struktur Sosial Masyarakat Bercorak Islam di Indonesia
1)
Golongan raja dan keluarganya;
2)
Golongan elite atau kelompok terkemuka;
3)
Golongan non-elite (rakyat kebanyakan atau wong cilik); dan
4)
Golongan budak atau hamba sahaya.
Kehidupan ekonomi kerajaan-kerajaan maritim Islam nusantara banyak ditunjang oleh perdagangan rempah-rempah serta pelayaran dan perdagangan. Karena sebagian besar kerajaan-kerajaan tersebut berada di kawasan laut yang strategis.
Peninggalan
Budaya dan Tradisi Kerajaan-kerajaan Maritim Islam Nusantara
·
Tradisi
1. Tradisi Ziarah
Kebiasaan mengunjungi makam tokoh-tokoh Islam yang telah meninggal, seperti makam para wali, raja-raja kerajaan Islam, dll.
2. Tradisi Tajdid Tajdid atau pembaharuan merupakan tradisi menyangkut upaya melakukan pemurnian kepercayaan dan praktik keagamaan Islam dalam untuk mengarahkan kehidupan umat Islam ke jalan yang didasarkan pada ajaran Al-Qur’an dan Sunah Rasul. Tradisi tajdid mengambil bentuk gerakan modernisasi dan pembaharuan seperti Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, Jamiat ul-Khair, dan SDI atau SI.
3. Tradisi Daur Kehidupan Orang tua melakukan kurban hewan untuk setiap anak. Dalam istilah Arab-Indonesia disebut dengan aqiqa. Jumlah hewan kurban untuk kelahiran anak laki-laki adalah dua ekor dan anak perempuan satu ekor. Dalam tradisi umat Islam di Jawa, upacara dilakukan pada hari kelima sejak kelahiran. Dalam upacara tersebut, beberapa helai rambut anak dipotong. Dimaksudkan sebagai upaya membebaskan anak dari darah kotor.
Masa Kelahiran
Aqiqah dan upacara selamatan
Sunatan
Perkawinan
Upacara Kematian
Upacara kematian dalam Islam terkait dengan upacara
pemakaman, yaitu kewajiban pada yang ditinggal untuk memenuhi serangkaian
kewajiban yang ada dalam kitab suci mulai dari mamandikan mayat, mengkhafankan,
mensalatkan, menguburkan, hingga berdoa memohon kalapangan kubur bagi yang
meninggal.
1. Seni Rupa Kaligrafi, yaitu seni tulis indah dengan menggunakan huruf Arab; pembuatan nisan sebagai tanda kubur.
2. Seni Bangunan
3. Seni Sastra Islam Kesusastraan Islam yang berkembang di Indonesia antara lain berupa hikayat, syair bernuansa Islam, dan suluk.
4. Sastra Islam Berbentuk Hikayat Babad tanah Jawi , Babad Cirebon, Hikayat Pasai, Bustanus Salatin, Taj-us Salatin.
Masa Keruntuhan Kerajaan-Kerajaan Islam Indonesia
Kerajaan-kerajaan
yang bercorak Hindu maupun Buddha di Indonesia mengalami masa kejayaan antara
abad ke-7 sampai 12 M. Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12,
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun Buddha di Indonesia mulai
mengalami kemunduran. Secara umum, faktor-faktor penyebab runtuhnya
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha sebagai berikut.
1)
Terdesaknya kerajaan-kerajaan kecil oleh kerajaan-kerajaan besar.
2)
Tidak ada pengaderan pemimpin sehingga tidak ada pemimpin pengganti yang
setara dengan pendahulunya.
3)
Munculnya perang saudara yang melemahkan kerajaan.
4) Kemunduran ekonomi perdagangan negara.
Tersiarnya agama Islam yang mendesak agama Hindu-Buddha
Terbentuknya Jaringan Perdagangan Nusantara pada Masa Islam
Indonesia merupakan negara kepulauan
dengan perairan laut yang luas. Kondisi perairan laut tersebut tidak membatasi
interaksi antarpulau, bahkan dimanfaatkan sebagai saluran perdagangan. Aktivitas
perdagangan yang terjalin antara pulau satu dengan yang lain menimbulkan
terbentuknya jaringan perdagangan nasional antarpulau di Indonesia.
Dalam penyebaran agama Islam, Islam dan
jaringan perdagangan antarpulau sangat erat kaitannya. Kontak dagang Islam dan
jaringan perdagangan antarpulau ini sudah berlangsung sejak abad ke-7 dan jalur
perdagangan yang digunakan mengikuti jaringan perdagangan antara
kerajaan-kerajaan di nusantara dengan negeri-negeri di Asia Tenggara, India,
dan Cina.
Jalur-jalur yang digunakan untuk proses perdagangan antarpulau adalah jalur laut. Jalur laut ini mengikuti pelayaran dan jaringan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di Asia. Hal ini dapat dilihat dari catatan-catatan sumber sejarah yang telah ditemukan yang mana membuktikan adanya jaringan-jaringan perdagangan antarpulau.
Jalur Rempah di Masa Islam
Salah satu bukti sejarah tentang keberadaan Islam di
Indonesia adalah berita Tome Pires dalam Suma
Oriental (1512-1515) yang memberikan gambaran mengenai keberadaan jalur
pelayaran jaringan perdagangan para pedagang Islam, baik regional maupun
internasional. Ia menceritakan tentang lalu lintas
dan kehadiran para pedagang di Samudra Pasai yang berasal dari Bengal, Turki,
Arab, Persia, Gujarat, Kling, Malayu, Jawa, dan Siam.
Rempah-rempah telah menjadi produk nusantara yang sangat
penting. Bahkan sebelum zaman colonial, rempah-rempah mengundang para pedagang dari berbagai negeri yang membangun jalur dan
jaringan perdagangan rempah di nsantara, termasuk pedagang
muslim. Jaringan perdagangan ini mengalami pertumbuhan pesat di abad ke-13
dan ke-14.
Jalur rempah sangat berpengaruh dan berhubungan dengan
perkembangan Islam nusantara. Perdagangan dengan bangsa asing mendorong
terciptanya masyarakat yang terbuka dengan beragam budaya. Munculnya
Islam Nusantara tak lepas dari peranan jalur rempah. Wakil Rektor I Universitas
Indonesia--Abdul Haris—mengatakan ada tiga makna penting jalur rempah yang
patut disorot. Pertama, bukti kemampuan nusantara dalam menjelajah dan
menjadi bagian masyarakat dunia. Kedua, jalur rempah sebagai jalur
kebudayaan yang mendorong interaksi antarbudaya. Ketiga, membentuk
jejaring spiritual dan intelektual nusantara dengan bangsa lain.
Para pedagang dari Arab, Persia, Tiongkok, dan India melakukan kontak langsung dengan tempat-tempat penghasil rempah-rempah nusantara jauh sebelum orang-orang Eropa datang ke nusantara. Para saudagar Islam yang tadinya bertransaksi secara sendiri-sendiri akhirnya mereka berani melakukan kontak dagang dengan lebih intens karena dukungan kerajaan-kerajaan Islam yang terletak di Pesisir, seperti Samudra Pasai dan Malaka
Beberapa kesultanan Islam yang memiliki peran penting
terhadap keberadaan jalur rempah di antaranya:
1) Kesultanan
Demak
2) Kesultanan
Banten
3) Kesultanan
Makassar
4) Kesultanan Ternate Tidore
Meskipun
bukan daerah penghasil rempah-rempah, namun posisi Pelabuhan Demak cukup
penting. Para pedagang singgah
ke Demak dalam perjalanan mereka menuju Maluku untuk mencari rempah-rempah atau
kembali ke Malaka. Di Demak mereka
singgah untuk membeli beras dan kebutuhan pokok lain. Jadilah Pelabuhan Demak
menjadi bagian dari jalur rempah yang diramaikan para pedagang muslim.
Banten adalah wilayah penghasil lada yang cukup terkenal
(Lampung yang merupakan penghasil lada adalah bagian dari kesultanan Banten)
pada masa itu, tidak heran jika banyak kapal-kapal pedagang muslim yang
singgah. Bahkan Belanda nantinya pun mendarat di Pelabuhan Banten dalam
upayanya mencari rempah-rempah ke Maluku.
Kesultanan Makassar bukanlah wilayah penghasil rempah-rempah, tetapi wilayahnya berada di jalur perdagangan rempah-rempah dan pelabuhannya menjadi pelabuhan yang sering menjadi titik sentral dari pengangkutan rempah-rempah yang dibawa dari Maluku. Bahkan penguasa Makassar menyambut baik para saudagar rempah-rempah tersebut dan menyediakan pelabuhan sebagai tempat persinggahan para pedagang tersebut.
Sementara itu, Kesultanan Ternate dan Tidore merupakan penghasil cengkih dan pala terbesar di Kawasan Maluku Utara. Kesultanan lainnya adalah Bacan dan Jailoo yang pelabuhannya merupakan lokasi paling strategis dan penguasanya memiliki hubungan harmonis dengan para penguasa di Jawa. Jika Banten, Demak, dan Makassar merupakan titik simpul dari jalur rempah, Kesultanan Ternate dan Tidore merupakan titik awal dari jalur rempah.
Perdagangan rempah di nusantara meninggalkan jejak peradaban yang signifikan berupa peninggalan situs sejarah, ritus budaya, hingga melahirkan beragam produk budaya yang terinspirasi dari alam nusantara yang kaya. Wakil Rektor I Universitas Indonesia (UI), Prof Abdul Haris, mengatakan terdapat tiga makna penting sejarah jalur rempah di nusantara yang benar-benar harus digarisbawahi.
Pertama, jalur rempah merupakan bukti bagaimana bangsa nusantara memiliki kemampuan menjelajah dunia dan menjadi bagian dari masyarakat dunia.
Kedua, jalur rempah tidak hanya berbicara tentang jalur ekonomi dan perdagangan. Akan tetapi, sudah memasuki jalur kebudayaan karena melalui jalur rempah terjadi interaksi dan dialog antarbudaya sehingga tercipta proses saling mengisi dan saling membentuk budaya antar bangsa.
Ketiga, jalur rempah menjadi
jalan terbentuknya jejaring spiritual dan intelektual nusantara dengan bangsa
lainnya. Jalur ini memungkinkan adanya diskursus keilmuan dan keyakinan antara penduduk
nusantara dengan peradaban lain sehingga ilmu pengetahuan di nusantara terus
tumbuh dan berkembang.
Begitu pentingnya keberadaan jalur
rempah bagi sebuah peradaban dan perkembangan perdagangan serta masyarakat.
Jalur rempah bukan saja merupakan sebuah dinamika yang di masa lampau dikaitkan
dengan politik, tetapi dapat menjadi sebuah dinamika yang bergerak menuju masa
depan.
Tidak ada komentar