Header Ads

ads header

Breaking News

P1 Pengantar Ilmu Sejarah

A. Manusia, Ruang dan Waktu dalam Sejarah

Sejarah adalah sebuah pengalaman, ingatan, pengetahuan, dan hasil cipta manusia yang diceritakan kembali.  Manusia memiliki peran sentral dan utama dalam perkembangan sejarah. Manusialah yang berperan penting untuk menciptakan, menentukan, dan membuat sebuah peristiwa sejarah, hal ini dilakukan melalui kecakapan berpikir serta tutur kata yang baik. Manusia adalah salah satu unsur penting sejarah selain ruang dan waktu.


B. Unsur Sejarah

Beberapa unsur penting dari sejarah adalah sebagai berikut:

  1. Manusia, unsur paling penting dalam sejarah, karena setiap peristiwa sejarah sangat berkaitan dan melibatkan manusia. Manusialah yang menggerakan sejarah.
  2. Ruang, tempat dimana terjadinya suatu kejadian yang menjadi bukti dan tempat di mana sebuah peristiwa sejarah terjadi.
  3. Waktu, saat terjadinya sebuah peristiwa sejarah dan dapat menjelaskan secara kronologis lewat sebuah kajian sejarah.


C. Dimensi Waktu dalam Sejarah

Dalam sejarah terdapat tiga dimensi yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya, yaitu:

  1. Dimensi masa lalu. Hal yang telah terjadi mengenai kehidupan dan kebudayaan manusia, dapat digunakan sebagai pengalaman dan pelajaran untuk melalui kehidupan selanjutnya.
  2. Dimensi masa sekarang. Segala hal yang menyelimuti kehidupan sehari-hari di masa sekarang, yang dapat menentukan masa yang akan datang.
  3. Dimensi masa akan datang. Suatu masa yang belum terjadi, dan segala sesuatu yang dilakukan di masa sekarang akan memengaruhi masa depan. Belajar dari masa lalu dan masa sekarang untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi masa yang akan datang. Orang sukses dan berhasil tidak akan pernah melupakan sejarah.


D. Berpikir Dikronis (Kronologis) dalam Sejarah

Kata dikronis berasal dari kata dia dan chronos,dia artinya melintas, melampau atau melalui, sedangkan chronos artinya waktu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dikronis atau diakronis yaitu berkenaan dengan pendekatan terhadap bahasa dengan melihat perkembangan sepanjang waktu; bersifat historis. Diakronis artinya memanjang dalam waktu tetapi terbatas dalam ruang. Berpikir dikronis adalah berpikir kronologis (urutan) dalam menganalisis sesuatu. Selain itu, dikronis sangat membantu membandingkan kejadian sejarah dalam waktu yang sama di tempat yang berbeda namun saling berkaitan. Konsep berpikir dikronis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Penjelasan bersifat vertikal dan runut, dari awal hingga akhir;
  2. Menekankan proses durasi;
  3. Cakupan kajian atau pembahasan lebih luas;
  4. Mengurai pembahasan pada satu peristiwa;
  5. Mengkaji kesinambungan antara satu peristiwa dengan yang lain;
  6. Terdapat konsep perbandingan.

Konsep berpikir dikronis bertujuan menuntun kita untuk melihat segala perubahan dan perkembangan yang terjadi dari satu peristiwa sejarah secara berurutan mulai tahun kejadian serta dapat mengelompokkan dan mencari kebenaran dari satu peristiwa sejarah. Oleh sebab itu, untuk mempelajari cara berpikir dikronis ini, kita memerlukan konsep kronologi dan periodisasi.

Contoh dikronis, diilustrasikan dengan bagan:

E. Kronologi
Kronologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu chronos yang berarti waktu dan logos yang berarti ilmu atau uraian. Jadi, kronologi adalah ilmu tentang waktu yang membantu dalam menyusun peristiwa-peristiwa sesuai dengan urutan waktu terjadinya. Kronologi berkenaan dengan proses penyusunan suatu peristiwa sejarah berdasarkan urutan waktunya, dari waktu lampau hingga kini. Konsep kronologis mengajarkan kepada kita untuk berpikir menyeluruh serta kompleks, runtut dan berkesinambungan serta rinci.

Melalui konsep berpikir kronologis, kita juga dengan mudah dapat melakukan rekonstruksi dari sebuah peristiwa sejarah.


F. Periodisasi

Secara etimologis, kata periode berasal dari bahasa Yunani. Berawal dari kata “periodos” yang memiliki arti “sirkulasi”. Makna kata tersebut adalah menunjukkan pandangan pada siklus-siklus sejarah. Sebagai pengganti, disebut dengan nama “struktur sejarah”.
Periodisasi adalah kata yang sering diartikan sebagai pembabakan atau pembagian waktu dalam sejarah. Pembagian waktu sejarah tersebut adalah hal-hal yang berkaitan dengan mengenai era, zaman atau periode waktu, dengan karakteristik yang umum. Inilah yang membuat makna periodisasi berbeda dalam etimologis.
Secara terperinci ada beberapa tujuan yang diharapkan ketika kita mempelajari sejarah dengan menggunakan konsep periodisasi ini. Salah satu tujuan tersebut adalah untuk membantu mempermudah dalam memahami sejarah, membantu mengklasifikasikan peristiwa-peristiwa sejarah, memudahkan dalam menganalisis perkembangan dan perubahan yang terjadi di setiap periode, serta menyederhanakan rangkaian peristiwa sejarah.
Berikut ini adalah salah satu contoh periodisasi atau pembabakan yang dibuat Moh. Yamin yang dikenal dengan “Panca Warsa”:
  1. Prasejarah Indonesia (….0 M);
  2. Protosejarah Indonesia (0-600 M);
  3. Babakan Kebangsaan (Zaman Kolonial (600-1525 M);
  4. Babakan antar Bangsa (Zaman International (1525-1900 M);
  5. Abad Proklamasi (1900-1945 M).

Periodisasi yang diusulkan oleh Prof. Dr. Sartono di antaranya:
a. Prasejarah
b. Zaman Kuno
  1. Masa kerajaan-kerajaan tertua
  2. Masa Sriwijaya (dari abad VII-XIII atau XIV).
  3. Masa Majapahit (dari abad XIV-XV).
c. Zaman Baru
  1. Masa Aceh, Mataram, Makassar/Ternate/Tidore (sejak abad XVI).
  2. Masa perlawanan terhadap Imperialisme Barat (abad XIX).
Masa pergerakan nasional (abad XX)
a. kerajaan-kerajaan tertua
  1. Masa Sriwijaya (dari abad VII-XIII atau XIV).
  2. Masa Majapahit (dari abad XIV-XV).
b. Zaman Baru
  1. Masa Aceh, Mataram, Makassar/Ternate/Tidore (sejak abad XVI).
  2. Masa perlawanan terhadap Imperialisme Barat (abad XIX).
  3. Masa pergerakan nasional (abad XX).
c. Zaman Kuno
  1. Masa kerajaan-kerajaan tertua
  2. Masa Sriwijaya (dari abad VII-XIII atau XIV).
  3. Masa Majapahit (dari abad XIV-XV).
d. Zaman Baru
  1. Masa Aceh, Mataram, Makassar/Ternate/Tidore (sejak abad XVI).
  2. Masa perlawanan terhadap Imperialisme Barat (abad XIX).
  3. Masa pergerakan nasional (abad XX)
penelitian sejarah

Heuristik, tahap mencari, menemukan, serta mengumpulkan sumber-sumber atau berbagai bahan serta data yang relevan dangan topik penelitian. Tujuan dari langkah kedua ini adalah untuk mengetahui segala bentuk peristiwa atau kejadian sejarah pada masa lalu.

Verifikasi, tahap peneliti akan mulai menyaring semua sumber sejarah yang berhasil didapatkan dan dikumpulkan. Tujuannya adalah mendapatkan sumber sejarah paling valid.  

Interpretasi tahap dimana peneliti melakukan proses untuk menganalisis dan menafsirkan sumber sejarah yang sudah terverifikasi. Sumber sejarah ini perlu dipahami dan dibaca  dengan saksama agar punya gambaran jelas mengenai suatu peristiwa bersejarah. Dalam proses ini, peneliti perlu memiliki pemikiran yang objektif dan rasional.    

Historiografi, merupakan Langkah akhir dari penelitian sejarah yaitu penulisan, berdasarkan data-data serta sumber-sumber yang ditemukan serta hasil verifikasi dan interpretasi.

Dalam melakukan penelitian sejarah, kita tidak terlepas dengan adanya sumber sejarah, baik berupa  data lisan dan tulisan, artefak, benda-benda hasil kebudayaan, adat istiadat, kebiasaan, dll.

Sumber sejarah menurut pendapat beberapa ahli, antara lain:

1)   Moh. Ali Sumber sejarah ialah sebagai segala sesuatu baik yang berwujud ataupun tidak berwujud yang berguna bagi penelitian sejarah sejak zaman purba sampai sekarang.

2)   Muh. Yamin Sumber sejarah adalah sebagai kumpulan benda kebudayaan untuk membuktikan sejarah.

3) Encyclopedia Sumber sejarah dapat didefinisikan semua materi yang secara langsung mencerminkan proses sejarah dan memberikan kesempatan untuk mempelajari kehidupan manusia dan masyarakat pada masa lalu.


Sumber Primer adalah sumber sejarah yang asli atau sumber sejarah yang didapatkan langsung dari pihak atau saksi yang mengalami peristiwa sejarah. Bentuk sumber primer ini bisa dalam bentuk dokumen tertulis atau hasil wawancara. 

Menurut sejarawan Indonesia, Taufik Abdullah, sumber primer adalah sumber yang belum diolah. Artinya, sumber tersebut masih dalam bentuk asli dan berasal dari zaman saat sumber tersebut dibuat.

Sementara menurut Garraghan, seorang sejarawan Amerika Serikat, sumber primer terbagi menjadi dua, yaitu sumber primer kuat (Strict primary sources) dan sumber primer kurang kuat (less strict primary sources). 

Sumber Sekunder, sumber sejarah masa lalu yang berbentuk tulisan, atau cerita dari orang yang tidak mengalami langsung peristiwa tersebut, melainkan diceritakan oleh orang ketiga, atau biasanya ditulis setelah suatu peristiwa terjadi atau selesai peristiwa terjadi. Sehingga sumber sekunder ini umum sekali ditemukan dalam bentuk tulisan. 

Sumber Tertulis, sumber sejarah yang didapatkan dari peninggalan-peninggalan peristiwa pada masa lampau berupa tulisan dan catatan. Contohnya prasasti, dokumen, piagam, naskah, surat kabar, dan laporan. 

Sumber Lisan, sumber lisan merupakan keterangan langsung dari orang-orang yang mengalami peristiwa sejarah tersebut atau saksi mata. dari orang-orang yang mengalami langsung peristiwa tersebut, sumber lisan juga bisa diperoleh dari kerabat atau orang lain yang mengetahui peristiwa tersebut secara rinci, misalnya didapat melalui wawancara.

Sumber Benda, sumber benda adalah sumber yang berasal dari peninggalan-peninggalan sejarah berupa benda-benda kebudayaan atau artefak. Contohnya dapat berupa bangunan, senjata, perkakas dari batu, patung, perhiasan, dan candi.


 2. Teori Asal-usul Nenek Moyang Indonesia

    Ada empat teori utama yang perlu kalian ketahui tentang asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia         seperti berikut ini:

    Teori yunan

Teori ini mengungkapkan asal-usul nenek moyang Indonesia berasal dari wilayah Tiongkok, tepatnya daerah Yunan, Tiongkok bagian selatan. Nenek moyang bangsa Indonesia dipercaya telah meninggalkan wilayah Yunan di sekitar hulu sungai Salween dan Sungai Mekong dengan memiliki tanah yang subur. Diperkirakan karena bencana alam dan serangan suku bangsa lain, mereka mulai bergerak untuk berpindah.

Nenek moyang bangsa Indonesia memiliki kebudayaan kelautan yang sangat baik, yakni sebagai penemu model asli perahu bercadik yang menjadi ciri khas kapal-kapal bangsa Indonesia saat itu. Penduduk Austronesia yang masih termasuk dalam wilayah kepulauan Nusantara ini kemudian menetap dan akhirnya disebut bangsa Melayu Indonesia. Orang- orang inilah yang menjadi nenek moyang langsung dari bangsa Indonesia sekarang.

Para Ahli yang sepakat dengan teori ini antara lain: J.R. Logon, R.H Geldern, J.H.C Kern, dan J.R. Foster. Dasar utama teori Yunan adalah ditemukannya kapak tua di wilayah nusantara yang memiliki ciri khas yang sama dengan kapak tua di wilayah Asia Tenggara

Teori Nusantara


Teori asal-usul nenek moyang Indonesia berikutnya adalah teori Nusantara yang bisa dibilang sangat berbeda dengan teori Yunan. Teori ini menyebutkan bahwa bangsa Indonesia berasal dari wilayah Indonesia itu sendiri, yakni tidak melalui proses migrasi dari daerah manapun. Teori Nusantara ini didukung oleh para ahli, antara lain: Gorys Keraf, J. Crawford, Sutan Takdir Alisjahbana, dan Muhammad Yamin.

Dasar utama teori Nusantara adalah berdasarkan pada bangsa Melayu yang merupakan bangsa dengan peradaban yang sudah tinggi. Anggapan tersebut didasari pada hipotesis bahwa bangsa Melayu telah melewati proses perkembangan budaya sebelumnya di wilayahnya. Jadi kesimpulannya, bangsa Melayu asli di nusantara yang akhirnya tumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa adanya perpindahan ke wilayah tersebut.

Teori Nusantara juga didukung dengan penemuan adanya kesamaan bahasa Melayu dengan bahasa Kamboja karena sebuah kebetulan. Kemudian penemuan Homo Soloensis dan Homo Wajakensis di Pulau Jawa menjadi penanda bahwa keturunan bangsa Melayu memiliki kompetensi berasal dari Jawa. 

    Teori Out of Africa

Teori Out of Africa adalah teori asal-usul nenek moyang Indonesia yang lebih berbeda dari versi teori-teori sebelumnya. Teori ini mengungkapkan bahwa asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Afrika. Anggapan ini berdasarkan pada kajian ilmu genetika lewat penelitian DNA mitokondria gen perempuan dan gen laki-laki. Mereka kemudian bermigrasi dari Afrika hingga ke wilayah Australia yang sudah mendekati wilayah Nusantara.

Teori ini kemudian mengungkapkan bahwa bangsa Afrika bermigrasi atau melakukan perpindahan menuju Asia Barat sekitar 50.000-70.000 tahun yang lalu. Pada sekitar tahun itu bumi sedang memasuki akhir dari zaman glasial, yakni ketika permukaan air laut menjadi lebih dangkal karena air masih berbentuk gletser. 

Pada masa itu memang memungkinkan manusia untuk menyebrangi lautan hanya dengan menggunakan perahu sederhana. Perpindahan bangsa afrika ke Asia kemudian terpecah menjadi beberapa kelompok. Ada kelompok yang tinggal sementara di bagian wilayah Timur Tengah atau Asia Barat Daya dan ada kelompok lain yang bermigrasi dengan menyusuri Pantai Semenanjung Arab menuju India, Asia Timur, Australia, termasuk Indonesia. 

Teori Out of Taiwan


Teori asal-usul nenek moyang Indonesia ini hampir serupa dengan teori sebelumnya. Teori Out of Taiwan mengungkapkan bahwa asal-usul bangsa Indonesia adalah berasal dari kepulauan Famosa atau wilayah Taiwan. Teori ini rupanya didukung oleh ahli bernama Harry Truman Simanjuntak yang mendasari atas argument pada teori ini. Dasar utama dari teori Out of Taiwan yang pertama adalah tidak adanya pola genetika yang sama antara kromosom manusia bangsa Indonesia dengan manusia dari bangsa Tiongkok.

Masih berdasarkan teori ini, bahasa yang digunakan dan berkembang di nusantara adalah bahasa yang masuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa rumpun Austronesia ini digunakan oleh para leluhur bangsa Indonesia, terutama yang menetap di Pulau Formosa. Jadi, dari segi bahasa sudah jelas bahwa orang-orang nusantara mengadopsi budaya Autranesia dan mengembangkannya hingga menjadi bangsa Indonesia seperti saat ini.   

1.      Perhatikan catatan berikut ini!

Kepulauan Indonesia terbentuk berdasarkan teori tektonik lempeng, yang menggambarkan pergerakan di kulit bumi hingga tercipta bentuk permukaan bumi yang sekarang kita tempati. Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Lombok hingga Nusa Tenggara terbentuk dari pemadatan lava yang membesar dan membentuk pulau. Para ahli pun berpendapat bahwa wilayah kepulauan Indonesia secara tektonis merupakan wilayah yang sangat aktif dan labil sehingga rawan gempa sepanjang waktu.

Sejarah terbentuknya kepulauan Indonesia terjadi di masa Mesozoikum atau 65 juta tahun yang lalu. Saat itu kondisi geografis masih merupakan samudera yang luas. Namun terjadi pergerakan tektonis yang aktif sehingga lempengan-lempengan Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik bergerak.

Akibat adanya pergerakan tersebut, benua Eurasia menjadi terpecah-pecah menjadi pulau yang terpisah satu sama lainnya. Sebagian bergerak ke Selatan menjadi Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara Barat dan Pulau Banda. Hal yang sama juga terjadi pada benua Australia di mana bagian utaranya bergerak membentuk Pulau Timor, Kepulauan Nusa Tenggara Timur, dan sebagian Maluku Tenggara.

Hal yang sama juga terjadi pada benua Australia di mana bagian utaranya bergerak membentuk Pulau Timor, Kepulauan Nusa Tenggara Timur, dan sebagian Maluku Tenggara. Kalimantan dan Jawa dipisahkan laut dangkal yang terjadi akibat proses kenaikan permukaan laut atau transgresi. Saat itu juga, Pulau Sulawesi sudah mulai terbentuk, sementara Papua sudah mulai bergeser ke Utara.

Faktor terbentuknya kepulauan Indonesia adalah kegiatan tektonis dari dalam bumi. Hingga saat ini, kepulauan Indonesia masih terus bergerak secara dinamis hal ini juga terlihat dari seringnya gempa vulkanis dan tektonis yang sering terjadi.

Setelah membaca catatan di atas, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!

  a.       Bagaimana terbentuknya kepulauan Indonesia?

  b.      Apa hubungannya antara pembentukan samudra dengan aktivitas tektonik?

  c.       Adakah hubungan antara gerak tektonis dengan terbentuknya gunung-gunung api di Indonesia? Jelaskan!

  d.      Inikah salah satu factor yang membuat Indonesia subur Jelaskan!

e.       Apakah pergerakan lempeng yang terjadi, menyebabkan wilayah Indonesia rawan gempa? Jelaskan!

pengertian manusia purba

Manusia purba atau Prehistoric Man (Manusia prasejarah) adalah manusia yang hidup pada zaman prasejarah atau zaman sebelum mengenal tulisan atau praaksara.

Manusia modern yang hidup di masa sekarang merupakan sebuah proses perubahan yang anjang dari manusia yang masih berpikir sederhana dan bervolume otak rendah hingga manusia yang berpikir lebih maju dan bervolume otak tinggi.  Seiring dengan perkembangan yang makin maju, manusia semakin memiliki kecerdasan tinggi, perubahan dalam mengolah makanan membuat volume otak manusia makin bertambah. Penelitian yang dilakukan para ahli sejarah serta ahli paleoantropologi melalui pegamatan bentuk fisik dari fosil yang ditemukan, menginisiasi mereka membuat klasifikasi fisik serta ciri kehidupan manusia praaksara. 

Berikut ini adalah 8 jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia.

Meganthropus Paleojavanicus

Meganthropus Paleojavanicus merupakan manusia purba paling tua, ditemukan di Sangiran antara tahun 1936-1941 di Sangiran Jawa Tengah oleh GHR Von Koenigswald. Mereka hidup sekitar 2 juta hingga 1 juta tahun yang lalu.

1.        Pithecanthropus Mojokertensis

Fosil manusia selanjutnya yang ditemukan di Indonesia adalah Pithecanthropus MojokertensisFosil ini ditemukan di Indonesia, tepatnya di Perning, Mojokerto, Jawa Timur oleh Weidenreich dan G.H.R von Koenigswald pada tahun 1936. Diketahui, Pithecanthropus hidup di masa Pleistosen awal, tengah, dan akhir. Fosil mereka banyak ditemukan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Berikut ciri-ciri manusia purba Pithecanthropus Mojokertensis:

 a.       Berbadan tegap, tinggi badan 165-180 cm;

 b. Alat pengunyah yang kuat;

c.       Tulang kening tebal, menonjol, dan melebar sampai ke pelipis;

d.      Isi tengkorak diperkirakan antara 750-1300 cc;

e.       Belum memiliki tulang dagu;

f.       Terdapat tulang yang menonjol di belakang kepala.

2.    Pithecanthropus Erectus

Jenis Pithecanthropus Erectus ditemukan di Lembah Bengawan Solo, Desa Trinil, Jawa Tengah oleh Eugene Dubois tahun 1891. Nama Pithecanthropus Erectus memiliki arti manusia kera yang berjalan tegak lurus dan dipandang sebagai spesies awal manusia yang hidup sekarang.

Adapun ciri-ciri manusia purba Pithecanthropus Erectus di antaranya:

a.       Bentuk tubuh lebih kecil dari Pithecanthropus Mojokertensis;

b.      Tinggi badan sekitar 160-180 cm;

c.       Volume otak berkisar 750-900 cc;

d.      Rahangnya menonjol ke depan;

e.       Terdapat tonjolan kening di dahi;

f.       Tidak memiliki dagu;

g.      Hidung lebar dan leher tegap.

 

3.    Pithecanthropus Soloensis

Pithecanthropus Soloensis ditemukan oleh G.H.R von Koenigswald, Ter Haar, dan Oppenoorth di Desa Ngandong, Jawa Tengah. Nama yang dipilih memiliki arti ‘Manusia kera dari Solo.

Ciri-ciri manusia purba Pithecanthropus Soloensis:

a.       Tengkorak lonjong, tebal, dan padat;

b.      Memiliki rongga mata yang sangat Panjang.

4.    Homo Wajakensis

Jenis ini ditemukan di desa Wajak, Tulungagung, Jawa Timur oleh Van Rietschoten pada tahun 1889. Penemuan jenis ini menjadi yang pertama di Asia.

Ciri-ciri manusia purba Homo Wajakensis:

a.       Memiliki volume otak sekitar 1630 cc;

b.      Memiliki tulang tengkorak, rahang atas, dan rahang bawah, serta tulang paha dan tulang kening;

c.       Mukanya datar dan lebar;

d.      Rahangnya tergolong padat dan memiliki gigi yang besar;

e.       Tinggi tubuhnya sekitar 173 cm.

5.    Homo Floresiensis

Fosil ini ditemukan di pulau Flores, Nusa Tenggara. Penemuan fosil ini sempat menjadi perbincangan karena para ahli menilai bahwa Homo Floresiensis merupakan nenek moyang bangsa Indonesia.

Adapun, ciri-ciri manusia purba Homo Floresiensis:

a.       Tinggi badan bisa mencapai satu meter;

b.      Bentuk dahi sempit dan tidak menonjol;

c.       Tengkorak kepala kecil;

d.      Tulang rahang yang menonjol.

6.    Homo Soloensis

Homo Soloensis ditemukan oleh Ter Haar, Oppenoorth dan Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald pada tahun 1931-1933 di Sangiran, Jawa Tengah. Manusia ini diketahui hidup sekitar 300 ribu hingga 900 ribu tahun yang lalu.

Adapun, ciri-ciri manusia purba Homo Soloensis:

a.       Volume otak mulai 1.000 cc hingga 1.300 cc;

b.      Tinggi badan bisa mencapai 210 cm;

c.       Struktur tulang wajah tidak mirip dengan manusia kera.

7.    Homo Sapiens

Jenis ini memiliki nama Homo Sapiens yang berarti manusia cerdas. Manusia purba ini diduga hidup antara 25.000-40.000 tahun yang lalu. Adapun, ciri manusia Homo Sapiens adalah:

a.       Memiliki volume otak yang lebih besar daripada Meganthropus dan Pithecanthropus, yakni sekitar 1350-1450 cc;

b.      Tinggi badan antara 130-210 cm;

c.       Berat badan antara 30-150 kg.

Manusia Purba Dunia

Indonesia termasuk negara yang memiliki fosil manusia purba terbanyak di dunia. Berikut ini adalah beberapa jenis manusia purba dunia yang memiliki kemiripan dengan manusia purba Indonesia.

1.    Asia

Sinanthropus Pekinensis (Peking Man).  Manusia purba jenis ini memiliki kesamaan ciri-ciri fisik dengan Pithecanthropus Erectus, para ahli memperkirakan mereka hidup di zaman yang sama.  Fosil manusia purba ini ditemukan oleh Prof. Davidson Black di tahun 1927.

2.    Afrika

Australopithecus Afarensis, manusia purba yang hidup sekitar 3,9 sampai 2,9 juta tahun yang lalu. Fosil manusia purba jenis ini hanya ditemukan di Afrika, para ahli memperkirakan Australopithecus Afarensia merupakan nenek moyang dari manusia modern Homo Sapiens.

Australopithecus Africanus, merupakan manusia purba Afrika paling tua. Para ahli memperkirakan mereka hidup antar 3 sampai 2 juta tahun yang lalu di wilayah Afrika Selatan. Para ahli juga memperkirakan mereka merupakan termasuk nenek moyang dari Homo Sapiens.

3.    Eropa

Homo Heidelbergensis, merupakan keturunan dari Homo Egaster yang berasal dari Afrika, bertubuh besar dan lebar. Homo Heidelbergensis merupakan manusia yang pertama kali membangun rumah dari kayu dan batu,walaupun bentuknya masih sederhana.

Homo Neanderthalensis, ditemukan oleh Rudolf Virchow di sebuah gua di dekat kota Dusseldorf pada tahun 1856. Jenis fosilnya menunjukkan bahwa jenis manusia purba ini sudah hampir sama dengan Homo Sapiens.

Homo Cro-magnon, ditemukan di Perancis pada tahun 1868, hidup antara 40.000 sampai 10.000 tahun lalu. Secara fisik tubuh mereka hampir sama dengan manusia modern, manusia purba jenis ini hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan.

Masa Praaksara

Praaksara berasal dari gabungan kata, yaitu pra dan aksara. Pra artinya sebelum dan aksara berarti tulisan. Dengan demikian, yang dimaksud masa praaksara adalah masa sebelum manusia mengenal bentuk tulisan. Masa praaksara juga sering disebut dengan istilah Nirleka (Nir: belum, Leka : tulisan).

Sebutan ‘masa praaksara’ untuk menggantikan ‘masa prasejarah’ yang dirasa kurang tepat karena meskipun belum mengenal tulisan, manusia purba yang hidup pada masa tersebut sudah memiliki sejarah serta telah menghasilkan kebudayaan. Corak kehidupan masyarakat praaksara dibagi dalam 3 (tiga) masa, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam, dan masa perundagian.

Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

             Masa berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering and hunting period) adalah salah satu ciri-ciri zaman batu tua (paleolitikum) dimana manusia purba memenuhi kebutuhan akan pangan dengan cara berburu hewan dan mengumpulkan makanan dari alam. Pada masa ini juga telah mengenal sistem kepercayaan yang sederhana dan alat-alat pemenuh kebutuhan hidup yang sederhana. Hidup mereka berkelompok dengan anggota yang tidak banyak, antara 20 sampai 50 orang. Hidup mereka masih nomaden dan sangat bergantung pada ketersediaan alam.

Alat perlengkapan hidup/hasil budaya yang mereka hasilkan di antaranya

·         Kapak perimbas, penetak dan genggam

·         Alat serpih

·         Peralatan dari batu dan tulang

·         Gambar-gambar di dinding gua


 Masa bercocok tanam

Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami peningkatan cukup pesat. Masyarakat praaksara pada saat itu telah memiliki tempat tinggal yang tetap. Mereka memilih tempat tinggal pada suatu tempat tertentu.

Kehidupan sosial yang dilakukan oleh masyarakat pada masa bercocok tanam ini terlihat dengan jelas melalui cara bekerja dengan bergotong royong. Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat bersangkutan selalu dilakukan dengan cara bergotong royong, di antaranya pekerjaan bertani, merambah hutan, berburu, membangun rumah dan lain-lain.

Cara hidup bergotong royong itu merupakan salah satu ciri kehidupan masyarakat yang bersifat agraris. Kegiatan gotong royong hingga saat ini masih tetap dipertahankan terutama di daerah pedesaan.

Dalam kehidupan masyarakat, bukti bercocok tanam sudah di Indonesia adalah adanya ratu atau datu (datuk), artinya orang terhormat dan yang patut dihormati karena kepemimpinan terlihat peran pemimpin (primus interpares). Gelar primus interpares, kecakapan, kesetiaannya, dan lain-lain

Alat perlengkapan hidup/hasil budaya yang dihasilkan, antara lain:

·         Kemampuan berlayar

·         Ilmu astronomi

·         Kepandaian bersawah

·         Aktivitas perdagangan

·         Mengatur masyarakat

·         Batik dan wayang

 Masa Perundagian

Masa perundagian merupakan akhir masa praaksara di Indonesia. Kata perundagian berasal dari bahasa Bali: undagi, yang artinya adalah seseorang atau sekelompok orang atau segolongan orang yang mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha tertentu, misalnya pembuatan gerabah, pembuatan perhiasan, atau pembuatan sampan.

Alat perlengkapan hidup/hasil budaya yang dihasilkan, antara lain:

·         Pertukangan

·         Membuat perkakas logam

·         Mahir dalam teknik bersawah

·         Membuat perhiasan

·         Kepercayaan animisme dan dinamisme

Masa Aksara

Masa aksara adalah masa dalam sejarah dimana manusia sudah mengenal dan memahami tulisan. Karena itu, peristiwa yang terjadi pada masa ini lebih mudah dipelajari sebab ada banyak peninggalan tertulis yang bisa menjadi bukti peristiwa yang terjadi pada masa tersebut


Pada masa ini, kebudayaan manusia sudah berkembang cukup pesat sehingga dapat ditemukan prasasti-prasasti tertentu yang memiliki huruf atau tulisan tertentu yang dapat diterjemahkan. Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri pola kehidupan manusia pada masa aksara :

·         Sudah mengenal tulisan

·         Sistem sosial yang beragam dan unik

·         Sudah mulai mengenal kepercayaan

·         Hasil kebudayaan yang sudah beragam

Setelah mempelajari materi di atas, lengkapilah jawaban dari pertanyaan berikut!

a.    Kapan manusia Indonesia mulai mengenal tulisan?

b.  Bagaimana sistem sosial masyarakat Indonesia di masa aksara?

c.  Apa kepercayaan masyarakat Indonesia di masa aksara?

d.  Sebutkan hasil-hasil budaya yang menonjol pada masyarakat masa aksara Indonesia!

Jalur Rempah : Pencarian Dunia Terhadap Cengkih

Jalur Rempah

Jalur rempah adalah jalur komoditas rempah yang melintasi banyak area dan pelabuhan di dunia, terutama dari wilayah nusantara barat melintasi Asia, Afrika, hingga Eropa.  Rempah-rempah merupakan sumber daya alam yang berharga sejak zaman dulu. Karena tidak semua wilayah dapat menghasilkan rempah-rempah yang sesuai dengan kebutuhan mereka, sekelompok orang atau bahkan suatu negara yang mempunyai kemampuan untuk menjelajah tempat yang jauh, sering kali melakukan perjalanan dengan maksud untuk mendapatkan sumber daya alam yang mereka butuhkan.

Sejak 3500 SM, orang Mesir Kuno menggunakan berbagai rempah untuk membumbui makanan, kosmetik, dan untuk membalsem orang mati. Penggunaan rempah-rempah menyebar melalui Timur Tengah hingga Mediterania bagian timur dan Eropa. Rempah-rempah dari Cina, Indonesia, India, dan Ceylon (sekarang Sri Lanka) pada awalnya diangkut melalui darat dengan karavan keledai atau unta.

Jalur rempah di nusantara telah terbentuk sejak 4500 tahun lalu. Indonesia sendiri merupakan penghasil rempah-rempah terkenal dunia, mulai dari pala, cengkih, dan cendana yang dihasilkan di bagian timur wilayah nusantara, sementara lada, kemenyan, dan kapur barus berasal dari kawasan barat nusantara.

Jalur rempah terbentuk diawali oleh terbentuknya jalur perdagangan, bahkan sejarawan A.G. Frank (1998) menyatakan bahwa jalur sutra tidak lain merupakan jalur rempah, kerena segala jenis rempah-rempah di bawa ke Eropa melalui jalur sutra.

Jalur Rempah di Masa Praaksara dan Aksara

Sejak masa praaksara kemampuan berlayar bangsa Indonesia sudah terkenal. Kemampuan berlayar menyusuri wilayah-wilayah pedalaman inilah yang kemudian membentuk jalur-jalur perdagangan. Lambat laun jalur perdagangan ini berkembang menjadi jalur rempah karena rempah-rempah merupakan komoditas yang kemudian menjadi primadona perdagangan nusantara.

Bukti-bukti tertulis melalui catatan-catatan orang-orang asing yang berkunjung ke Indonesia semakin memberikan bukti bahwa perdagangan rempah-rempah merupakan komoditi utama pada masa itu. Sementara itu, orang-orang Eropa mendapatkan rempah-rempah melalui jalur perdagangan atau jalur sutra yang dibawa pedagang dari Asia Tengah hingga Eropa.


Teori-teori Masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara 

Jalur Perdagangan Masa Hindu-Buddha

Terbentuknya jaringan nusantara melalui perdagangan pada masa Hindu-Buddha yaitu melalui penguasaan laut. Indonesia mempunyai jalur perdagangan yang memiliki peran penting, terutama Selat Malaka yang merupakan jalur penting dalam perdagangan nusantara. Peran laut berfungsi sebagai media transportasi utama perdagangan dunia pada masa Hindu-Buddha. 

Indonesia mempunyai letak yang strategies sehingga di Selat Malaka semakin ramai dan dikunjungi oleh pedagang asing terutama dari India dan Cina. Adapun syarat untuk menguasai laut, yaitu:

a)    Perhatian atau cara pandang terhadap pentingnya peranan laut;

b)   kemampuan menguasai lautan.

Hal yang memengaruhi jalur perdagangan nusantara yakni ditentukan oleh kepentingan ekonomi pada saat itu dan perkembangan rute perdagangan dalam setiap masa yang berbeda-beda. Terdapat dua peradaban yang besar saat perkembangan masa Hindu-Buddha di Indonesia, yakni:

a)      Tiongkok di utara; dan

b)      India di bagian barat daya.

Negara Cina dan India pada masanya memberi pengaruh sangat luar biasa terhadap penduduk di Kepulauan Indonesia. Selat Malaka menjadi jalan laut yang menghubungkan Arab dan India di sebelah barat laut nusantara dan dengan Cina di sebelah timur laut nusantara. Selat malaka menjadi pintu gerbang pelayaran JALUR SUTERA. Selat ini berguna bagi pedagang yang melintasi bandar-bandar penting di sekitar Samudra Indonesia dan Teluk Persia.

Disebut dengan JALUR SUTERA semenjak abad ke-1 hingga ke-16 M dengan komoditas yang dibawa ialah kain sutera yang dibawa dari Cina untuk diperdagangkan di wilayah lain. Ramainya rute pelayaran ini mendorong timbulnya bandar-bandar penting di sekitar jalur, antara lain Samudra Pasai, Malaka, dan Kota Cina (Sumatra Utara sekarang).
Kehidupan penduduk di sepanjang Selat Malaka menjadi lebih sejahtera oleh proses integrasi perdagangan dunia yang melalui jalur laut tersebut. Mereka menjadi lebih terbuka secara sosial ekonomi untuk menjalin hubungan niaga dengan pedagang-pedagang asing yang melewati jalur itu. Di samping itu, masyarakat setempat juga semakin terbuka oleh pengaruh-pengaruh budaya luar. Kebudayaan India dan Cina ketika itu jelas sangat berpengaruh terhadap masyarakat di sekitar Selat Malaka. Bahkan sampai saat ini pengaruh budaya terutama India masih dapat kita jumpai pada masyarakat sekitar Selat Malaka. Selat Malaka dengan perdagangan dunia internasional, jaringan perdagangan antarbangsa dan penduduk di Kepulauan Indonesia juga berkembang pesat pada masa masuknya Hindhu-Buddha.

Jaringan dagang dan jaringan budaya antarkepulauan di Indonesia dihubungkan melalui laut Jawa sampai kepulauan Maluku. Jaringan ekonomi dunia pusatnya terletak di sekitar selat Malaka dan sebagian di pantai barat Sumatra seperti Barus. Komoditas penting yakni kayu manis, cengkih, dan pala.

Teori-Teori Masuknya Hindu-Buddha di Indonesia.

Berdasarkan sejarah yang ditulis oleh para sejarawan serta catatan-catatan para penjelajah yang datang ke Kepulauan Indonesia, agama Hindu dan Buddha sudah mulai berkembang di Indonesia sekitar abad ke-4 Masehi. Periode ini juga dikenal dengan masa aksara di Indonesia. Perkembangan kebudayaan Hindu-Buddha Indonesia sering dikenal dengan istilah Indianisasi.  Istilah ini digunakan untuk menunjukkan pengaruh besar agama Hindu-Buddha yang tumbuh  di wilayah Asia Selatan. Pertanyaan terbesar bagi kita adalah siapa yang membawa pengaruh Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia?

Berikut ini adalah beberapa teori masuknya agama Hindu ke Indonesia:

·         Teori Brahmana, didukung oleh Van Leur, Bosch dan Majumdar, hanya kaum Brahmanalah yang dapat  membaca dan menafsirkan kitab Weda, hal inilah yang melandasi  teori Van Leur. Jadi kaum Brahmanalah yang membawa ajaran Hindu ke Indonesia.

·         Teori Ksatria, di dukung oleh Berg, Bosch, dan Moens.  Berkembangnya karya sastra di masa itu yang sebagian  besar mengadopsi peran Ksatria yang berasal dari India yang  diceritakan dalam karya sastra menjadi dasar bagi Berg, Bosch, dan Moens mengemukakan teori ini.  Menurut mereka kaum Ksatria lah yang membawa ajaran Hindu ke Indonesia.

·         Teori Waisya, di dukung oleh Kroom. Pedaganglah yang berperan besar menyebarkan pengaruh Hindu di Indonesia.  Faktor perkawinan dengan perempuan pribumilah yang menjadi dasar bagi teori ini.

Teori Arus Balik teori yang melibatkan peran serta rakyat Indonesia, di dukung oleh M. Yamin. Adanya peran aktif bangsa Indonesia. Setelah hubungan dagang antara Indonesia dengan India terjalin, banyak pedagang Indonesia yang pergi ke India. Mereka mendatangi tempat-tempat penting di India dan pusat kebudayaannya. Setelah pulang, mereka menyebarkan Hinduisme di Indonesia

KERAJAAN HINDU-BUDDHA DI NUSANTARA

Kerajaan Maritim Hindu dan Buddha Indonesia

1.        Kerajaan Kutai

(Didirikan pada abad ke-5 M. Merupakan kerajaan pertama di Indonesia yang bercorak Hindu. Terletak di Kalimantan Timur, yaitu di daerah Muara Kaman di tepi Sungai Mahakam).

Sumber sejarah: tujuh buah prasasti yang ditulis dengan huruf Pallawa, dengan bahasa Sanskerta. Semua prasastinya tertulis pada Yupa.

Kehidupan Politik dan Pemerintahan: Raja  pertama Kutai bernama  Kudungga, beliau mempunyai putra Aswawarman (Vamsakarta: pembentuk dinasti). Aswawarman memiliki 3 orang putra, di antaranya yang terkenal adalah Mulawarman (raja yang terbesar di Kutai)

Kehidupan sosial-budaya: Sebagai negara kerajaan yang bercorak Hindu pertama, masyarakat mengenal kasta. Keluarga Kudungga pernah melakukan upacara Vratyastoma, yaitu upacara penyucian diri untuk masuk pada kasta Ksatria.

Kehidupan ekonomi: Disebutkan dalam prasasti bahwa raja pernah menghadiahkan 20.000 ekor lembu. Hal demikian memberikan informasi pada kita bahwa peternakan maju, begitu pun dalam bidang pertanian. Karena Kutai terletak di tepi sungai, diperkirakan aktivitas pelayaran dan perdagangan juga berkembang dalam masyarakat

2.        Kerajaan Tarumanegara

(Terletak di Jawa Barat (di antara tiga daerah, Karawang-Jakarta-Bogor). Berdiri hampir bersamaan dengan kerajaan Kutai, abad ke-4 & ke-5 M)

Sumber sejarah

·    7 buah prasasti (Prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, Tugu, Lebak, Pasir Awi, Muara Cianten

· Sumber berita Cina: musafir Fa-Hien, 414 M (adanya kerajaan bernama To-lo-mo = Tarumanegara)

Kehidupan Politik dan Pemerintahan: Rajanya yang terkenal adalah Purnawarman (penganut agama Hindu Vaisnawa). Memerintah lebih dari 22 tahun. Ia juga dikenal sebagai raja yang dekat dengan kalangan Brahmana. Berdasarkan berita Fa-Hien, Tarumanegara sudah menjalin hubungan dengan India dan Tiongkok. Dengan demikian agama Buddha pun sudah dapat dipastikan berkembang di masyarakat.

Kehidupan Sosial-budaya: Kehidupan sosial berlangsung dinamis. Penggalian Bendungan Gomati secara gotong royong (dalam Prasasti Tugu) menunjukkan bahwa kebersamaan sangat mereka junjung tinggi. Kehidupan keagamaan sudah berjalan dengan baik. Masyarakat sudah mengenal penanggalan. Raja sangat memperhatikan keberadaan kaum Brahmana karena dianggap memiliki kedudukan terhormat dan penting.

Stratifikasi Sosial masyarakat Tarumanegara, dibagi dalam 3 kelompok masyarakat, yaitu:

·         Masyarakat Pribumi

·         Masyarakat Hindu

·         Masyarakat Buddha

Kehidupan Ekonomi: Pertanian merupakan mata pencaharian utama masyarakat. Aktivitas perdagangan pun juga telah berkembang (berdasarkan catatan Fa-Hien).

3.        Kerajaan Sriwijaya

Berdiri pada abad VII M. Pusat kerajaan belum dapat dipastikan, tetapi sebagian besar para ahli menerima Palembang sebagai pusat kerajaan Sriwijaya.

Sumber sejarah: Prasasti Kedukan Bukit, 605 C (683 M), Prasasti Talang Tuo, 606 C (684 M), Prasasti Kota Kapur, 608 C (684 M), Prasasti Telaga Batu, Prasasti Ligor ,755 M, Prasasti Karang Brahi, Prasasti Bukit Siguntang, Prasasti Palas Pasemah. Sumber berupa sumber berita dari Cina, Arab dan India.

Kehidupan Politik dan Pemerintahan: Awal perkembangannya Sriwijaya dipimpin oleh Dapunta Hyang yang ekspansionis. Bahkan hingga Malaka, Kedah, dan Tanah Genting Kra. Tujuan utama adalah menguasai Pelabuhan Malaka yang sangat ramai yang merupakan kunci perdagangan dan pelayaran internasional. Wilayah kekuasaan juga mencakup Jambi, Bangka, dan Jawa Tengah. Raja yang terkenal adalah Balaputradewa. Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya mencapai jaman keemasan. Balaputradewa merupakan keturunan dari Dinasti Syailendra. Sriwijaya sudah mengadakan hubungan dengan Cina. Sriwijaya juga sudah mempunyai hubungan dengan India (dalam prasasti Nalanda, prasasti dari Raja Cola)

Kehidupan Sosial-budaya: Berita I Tsing mengatakan bahwa Sriwijaya maju dalam agama Buddha, di samping itu juga berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan agama Buddha. Jumlah pemeluk Buddha sangat banyak, mereka menerapkan cara-cara yang digunakan di India dalam mempelajari pengetahuan agama.  Sriwijaya menjadi pusat Buddha Mahayana di seluruh wilayah Asia Tenggara. Pendeta Buddha yang terkenal adalah Sakyakirti. Mahasiswa dari luar negeri datang di Sriwijaya dulu sebelum belajar lebih lanjut ke India. Peninggalan candi di Sriwijaya terletak di Muara Takus dekat Sungai Kampar di daerah Riau

Kehidupan Ekonomi: Kedudukan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan, menjadikan Sriwijaya sebagai negara yang makmur bagi rakyatnya. Pelabuhan Sriwijaya yang banyak dilewati kapal-kapal dagang, menambah pemasukan kerajaan dari sektor pajak. Komoditas dagang utama Sriwijaya yang banyak diminati para pedagang asing adalah gading, beras, rempah-rempah, kayu manis, kemenyan, emas, dan sebagainya.

4.        Kerajaan Mataram Hindu atau Mataram Kuno di Jawa Tengah

(Wilayah Kerajaan ini meliputi daerah Jawa Barat bagian Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta sekarang. Ibu kota kerajaan secara tepat belum dapat dipastikan. Ada yang menyebut Medang di Poh Pitu, Ri Medang Ri Bhumi Mataram. Daerah yang dimaksud belum jelas, kemungkinan besar di daerah Kedu sampai sekitar Prambanan)

Sumber Sejarah: Prasasti Canggal, 654 C (732 M), Prasasti Kalasan, Prasasti Karang Tengah, Prasasti Argopuro, Prasasti Kedu (907 M), Prasasti Mantyasih (907 M), Prasasti Wanua Tengah III (903 M), Prasasti Ligor, Prasasti Ratu Boko, Prasasti Kelurak, & Cerita Parahyangan (tentang sejarah berdirinya Mataram).

Kehidupan Politik dan Pemerintahan: Didirikan oleh Sanjaya abad ke-8 Masehi (717 M). Dilihat dari sejarah raja-raja yang memerintah, secara garis besar dibedakan menjadi dua dinasti atau wangsa besar, yaitu Dinasti atau Wangsa Sanjaya dan Dinasti atau Wangsa Syailendra. Dinasti Sanjaya adalah raja-raja yang berasal dari keturunan Sanjaya yang menganut agama Hindu. Sedangkan Dinasti Syailendra merupakan raja-raja yang memerintah Mataram yang berasal dari keturunan Raja Syailendra yang berasal dari India Selatan atau Kamboja yang menganut agama Buddha Mahayana. Antara kedua dinasti senantiasa terjadi persaingan yang menyebabkan mereka secara bergantian memerintah Mataram

Urutan Raja-Raja Mataram Berdasarkan Isi Prasasti Mantyasih dan Prasasti Wanua Tengah III

Setelah Balitung, pemerintahan Mataram Lama secara berturut-turut diperintah oleh Daksa (919-924), Tulodong (919-924), dan Wawa (924-929). Pada tahun 929 pusat pemerintahan Kerajaan Mataram dipindahkan dari Jawa Tengah ke Watugaluh, Jawa Timur oleh Mpu Sendok. Pemindahan itu disebabkan adanya ancaman serangan dari Sriwijaya, wilayah Mataram sering ditimpa bencana alam terutama letusan gunung berapi, dan terjadinya wabah penyakit

Dimensi sosial-budaya: Kehidupan religius masyarakat dalam semangat agama Hindu  dan Buddha sangat dinamis  Sifat gotong royong sangat ditonjolkan. Hal itu dibuktikan  dengan dibangunnya candi-candi yang memiliki fungsi keagamaan yang mustahil terwujud tanpa adanya kerja sama. Toleransi beragama juga dijunjung tiinggi. Perbedaan agama antarmasyarakat bukan merupakan sumber perpecahan tetapi sebaliknya sebagai wahana pemersatu. Hal itu terbukti dengan adanya perkawinan antara Raja Pikatan yang Hinduis dengan Pramodawardhani yang seorang Budhis.

Kehidupan Ekonomi: Bersumber pada usaha pertanian (karena letaknya di daerah pedalaman). Dengan pertanian tersebut, tampaknya kesejahteraan masyarakat Mataram Lama sudah cukup baik. Di samping itu, Mataram Lama juga mengembangkan kehidupan maritim, yaitu dengan memanfaatkan aliran Bengawan Solo.

1.        Kerajaan Majapahit

Berdiri tahun 1293. Pusat pemerintahan di daerah Mojokerto, Jawa Timur dengan wilayahnya (pada masa kejayaannya) mencakup hampir semua wilyah kepulauan di nusantara.

Sumber Sejarah: Prasasti Kudadu (1216 Saka atau 1294 M), Prasasti Sukamrta (1218 Saka atau 1296 M), Kitab Negarakertagama, Kitab Pararaton, Buku-buku kidung (misalnya: Kidung Ronggolawe, Kidung Sundayana), Berita-berita Cina (seperti kitab Ying Yai Sheng Lan karangan Ma Huan, dan catatan-catatan dalam tambo dinasti Ming)

Kehidupan Politik dan Pemerintahan: Raden Wijaya adalah raja pertama Majapahit (bergelar Kertarajasa Jaya Wardana, 1293-1309 M). Setelah meninggal, ia digantikan anaknya, Jayanegara  (Kala Gemet, 1309), beliau merupakan raja yang lemah, sehingga banyak terjadi pemberontakan (Pemberontakan Ronggolawe, Pemberontakan Lembu Sora, Pemberontakan  Nambi, Pemberontakan Kuti). Jayanegara meninggal tahun 1328  karena dibunuh Tanca (dokter istana). Pemerintahan dilanjutkan Tribuwanatunggadewi (1328-1350 M) yang bergelar Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardani dengan patihnya Gajah Mada (terkenal dengan Sumpah Palapa).

Hayam Wuruk, putra Tribuwana (1350-1389 M). Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk ini, Majapahit mencapai zaman keemasannya. Selama pemerintahan Hayam Wuruk  terjadi tiga peristiwa penting, yaitu: Perang Bubat tahun  1357, perjalanan suci Hayam Wuruk ke tempat leluhurny,a  serta upacara Crada yang diadakan untuk memperingati  wafatnya Rajapadni tahun 1362. Sepeninggal Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Majapahit mengalami kemunduran. Pengganti Hayam Wuruk adalah puterinya yang bernama Kusumawardhani.

Raja-raja setelah Hayam Wuruk:

·         Ratu Kusumawardhani (1389-1429 M). Terjadi  perang saudara dengan Wirabhumi (disebut perang Paregreg, berakhir dengan terbunuhnya Wirabhumi)

·         Dewi Suhita (1429-1447 M)

·         Bhre Tumapel (1447-1451 M)

·         Bhre Kahuripan (1451-1453 M)

·         Purwawisesa (1457-1467 M)

·         Pandan Salas (1467-1478 M) 

Sistem Politik dan Pemerintahan Kerajaan-Kerajaan Hindu-Buddha Indonesia.

Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, sistem pemerintahan yang dianut di indonesia adalah sistem pemerintahan desa yang di pimpin oleh seorang kepala suku dan dipilih berdasarkan kelebihan dan kekuatannya (Primus Inter Pares). Dengan masuknya pengaruh Hindu, muncul konsep dewa raja, pimpinan tertinggi dalam sebuah kelompok adalah seorang raja yang diyakini sebagai titisan atau reinkarnasi dewa (Dewa Syiwa atau Dewa Wisnu). Konsep ini melegitimasi (mengesahkan) pemusatan kekuasaan pada raja. Dari konsep ini pulalah Indonesia mulai mengenal sistem pemerintahan kerajaan dengan raja sebagai pimpinan tertinggi dibantu sejumlah pejabat yang bertugas sesuai fungsinya (misalnya: urusan ketatanegaraan, agama, hukum, perpajakan, upeti, dan lain-lain).   Sebagai penguasa, raja memiliki wewenang penuh terhadap seluruh tanah di wilayah kerajaannya, sedangkan rakyat hanyalah penggarap. Rakyat juga wajib memberikan kesetiaan yang penuh terhadap titah raja, termasuk dalam membangun istana dan candi tanpa menuntut upah.

Sistem pemerintahan kerajaan pada masa kerajaan Hindu dan Buddha pada umumnya terbagi dalam beberapa bidang, yaitu bidang pertahanan atau angkatan perang, perdagangan, keuangan, urusan luar negeri, pajak, dan hukum. Jabatan-jabatan ini dapat dirangkap hanya oleh beberapa orang tergantung keinginan raja dan luasnya kerajaan. Raja adalah pimpinan tertinggi. Lembaga-lembaga pendidikan (utamanya pendidikan agama)  telah ada di Indonesia sejak periode permulaan masuknya Hindu-Buddha: Lee Kam Hing (berdasarkan sumber berita Marcopolo)

Hasil-Hasil Kebudayaan pada Masa Kerajaan Maritim Hindu-Buddha di Indonesia

Hasil kebudayaan pada masyarakat Indonesia saat masa Hindu - Buddha sangatlah beragam bentuknya, seperti prasasti, seni bangunan, seni sastra, seni pahat (arca) dinding batu (relief), serta tradisi, dan kebiasaan.

a.    Prasasti Yupa/prasasti adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan. Yupa/prasasti menggunakan aksara Pallawa atau bahasa Sanskerta dan menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah kerajaan-kerajaan pada masa Hindu-Buddha.

Contohnya:

·   Tujuh buah Yupa (tugu batu bertulis untuk peringatan upacara korban) ditemukan di Sungai Mahakam sebagai bukti berdirinya Kerajaan Kutai, ditulis dengan huruf Pallawa, dengan bahasa Sanskerta.

·         Prasasti Ciaruten, Jambu, Kebon Kopi, Tugu, dll. yang ditulis pada masa Kerajaan Tarumanegara.

·         Prasasti Talang Tuo, Telaga Batu, Kota Kapur, dll. merupakan prasasti dari Kerajaan Sriwijaya.

a.    Seni Bangunan 

Seni bangunan di masa Hindu-Buddha sebagian besar adalah bangunan pemujaan atau candi. Candi umumnya berbentuk bangunan yang tinggi dengan tiga bagian. Bagian bawah merupakan lambang bhurloka (alam manusia), bagian tengah menggambarkan bhuvarloka (alam kematian), dan bagian atap melambangkan swarloka (alam para dewa).

Candi-candi yang ada di Indonesia memiliki corak berbeda. Candi-candi yang ada di Jawa Tengah bagian utara biasanya berbentuk melingkar, di mana candi-candi kecil melingkari candi utama yang besar. Ini menggambarkan susunan masyarakat yang menempatkan raja sebagai pusat kekuasaan. Ini dapat dipahami, mengingat kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah bagian utara umumnya merupakan kerajaan Hindu.

Candi-candi yang ada di Jawa Tengah bagian selatan umumnya memiliki ukuran yang sama besar, tidak ada candi yang besar maupun tingginya melebihi yang lain. Ini menggambarkan susunan masyarakat demokratis yang menempatkan raja dan masyarakat lainnya setara. Hal ini merupakan karakter agama Buddha yang tidak menganut sistem kasta.

Candi-candi di Jawa Timur biasanya menempatkan candi utama yang besar di belakang candi-candi yang lebih kecil. Hal ini menggambarkan kedudukan raja sebagai pemersatu masyarakat. Candi tidak hanya terdapat di pulau Jawa namun juga terdapat di pulau-pulau lain. Misalnya, Candi Muara Takus yang terdapat di Sumatra.

Contoh candi yang dibangun di masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha Indonesia:

·         Candi Prambanan (Yogyakarta, Mataram Lama)

·         Candi Dieng (Jawa Tengah, Mataram Lama)

·         Candi Panataran (Blitar, Kediri)

·         Candi Kidal (Malang, Singasari)

·         Candi Borobudur (Magelang, Jawa Tengah)

·         Candi Kalasan, Kalasan (Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta)

·         Candi Muara Takus (Kabupaten Kampar, Riau)



 a.    Seni Sastra

Masa Hindu dan Buddha meninggalkan beberapa kitab yang isinya beragam. Ada yang berisi cerita, berita sejarah, atau dongeng-dongeng. Isi kitab umumnya berbentuk syair. Kitab-kitab tersebut antara lain:

·         Masa Kerajaan Kediri
1. Kitab Kakawin Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh
2. Kitab Kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh
3. Kitab Smaradhana, karya Mpu Darmaja
4. Kitab Lubdaka dan Kitab Wartasancaya karya Mpu Tanakung
5. Kitab Kresnayana karya Mpu Triguna
6. Kitab Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa

·         Masa Kerajaan Majapahit
1. Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca
2. Kitab Sutasoma, karya Mpu Tantular
3. Kitab Pararaton, menceritakan raja-raja Singosari dan Majapahit
4. Kitab Sundayana, menceritakan Peristiwa Bubat
5. Kitab Ranggalawe, menceritakan Pemberontakan Ranggalawe
6. Kitab Sorandaka, menceritakan Pemberontakan Sora
7. Kitab Usana Jawa, menceritakan penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Arya Damar

b.   Seni Pahat (Arca)

Arca merupakan batu yang dipahat hingga membentuk manusia atau binatang. Biasanya, dibuat untuk menggambarkan orang-orang atau dewa-dewa tertentu. Beberapa arca hasil kebudayaan Hindu-Buddha antara lain arca Syiwa, Brahma, Wisnu, Buddha, dan Dhyani Boddhisatwa.



a.    Relief

Relief merupakan pahatan tulisan atau gambar yang biasanya terdapat pada dinding candi. Beberapa relief ada yang menceritakan pengalaman hidup raja dan para Dewa Hindu atau Buddha.


a.    Tradisi dan Kebiasaan

Berikut ini adalah tradisi dan kebiasaan yang berkembang di masa Hindu-Buddha dan tetap dilakukan di masa kini.

·         Ngaben, merupakan upacara pembakaran mayat pada masyarakat Hindu di Bali. Upacara Ngaben dimaksudkan untuk mengembalikan manusia kepada asalnya.

·         Nyepi merupakan upacara keagamaan masyarakat Hindu. Nyepi memiliki tujuan untuk mengoreksi diri dan mawas diri terhadap perilaku yang telah diperbuat setahun yang lalu. Nyepi dilakukan dengan berdiam diri di rumah tanpa melaksanakan kegiatan apapun sesuai dengan aturan dalam upacara nyepi. Nyepi dilakukan untuk memperingati tahun baru Saka. 

·     Galungan merupakan hari raya umat Hindu Dharma yang dilakukan setiap 210 hari sekali, jatuh pada hari Rabu Kliwon, dua kali dalam satu tahun. 

·         Kuningan merupakan hari raya umat Hindu Dharma yang dilakukan dua minggu setelah Hari Raya Galungan. 

·       Sadranan dilakukan oleh masyarakat Hindu dengan membawa sesajian kuburan atau tempat-tempat keramat. 

·       Kesodo merupakan upacara yang dilakukan oleh masyarakat Hindu di Tengger, Jawa Timur. Kesodo merupakan upacara mempersembahkan sesaji ke kawah Gunung Bromo.

Masa Kejayaan Kerajaan-kerajaan Maritim Hindu-Buddha Indonesia

1)    Kutai

Kerajaan Kutai mencapai puncak keemasan pada masa Raja Mulawarman. Di bawah pemerintahan Raja Mulawarman pula Kutai diperkirakan menjadi tempat singgah jalur perdagangan internasional yang menghubungkan Selat Makassar, Filipina, dan China. Oleh karena itu, sumber perekonomian Kerajaan Kutai berasal dari kegiatan perdagangan, yan kemudian membawa pengaruh bagi masyarakatnya.

2)    Sriwijaya

Sriwijaya berhasil menguasai perdagangan nasional dan internasional setelah menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tenggara. Mencapai masa kejayaannya di masa pemerintahan Balaputra Dewa.

3)    Tarumanegara

Di bawah kekuasaan Raja Purnawarman, dilakukan pembangunan irigasi dengan cara menggali saluran sungai sepanjang 11 kilometer, yang kemudian dikenal sebagai Sungai Gomati. Kejayaan Kerajaan Tarumanegara di masa pemerintah Raja Purnawarman, kehidupan sebagai kerajaan agraris yang membuat Tarumanegara menjelma sebagai kerajaan yang hebat dan makmur.

4)    Mataram
Meski letak Kerajaan Mataram Kuno berada di pedalaman antara Jawa Tengah dan Yogyakarta, tetapi daerahnya juga dialiri banyak sungai, yakni Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo, dan Bengawan Solo. Keberadaan sungai-sungai tersebut membawa kesuburan dan kejayaan kerajaan Mataram Kuno. Kejayaan kerajaan ini di masa pemerintahan Raja Sanjaya dan Syailendra.

5)    Majapahit

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan agraris yang juga mengembangkan kemaritimannya.
Pada masa kejayaannya, aktivitas perdagangan dan pelayaran di Indonesia yang dikuasai Majapahit bahkan disegani oleh kekuatan mancanegara. Kejayaan Majapahit di masa Hayam Wuruk dan mahapatih Gajah Mada.

Kejayaan dari kerajaan-kerajaan maritim Hindu-Buddha sebagian besar di dukung karena pemimpin yang hebat dan besar.

Masa Keruntuhan Kerajaan-Kerajaan Maritim Hindu-Buddha Indonesia

Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun Buddha di Indonesia mengalami masa kejayaan antara abad ke-7 sampai 12 M. Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun Buddha di Indonesia mulai mengalami kemunduran. Secara umum, faktor-faktor penyebab runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha sebagai berikut.

·         Terdesaknya kerajaan-kerajaan kecil oleh kerajaan-kerajaan besar.

·         Tidak ada pengaderan pemimpin sehingga tidak ada pemimpin pengganti yang setara dengan pendahulunya.

·         Munculnya perang saudara yang melemahkan kerajaan.

·         Kemunduran ekonomi perdagangan negara.

·         Tersiarnya agama Islam yang mendesak agama Hindu-Buddha.

Terbentuknya Jaringan perdagangan Nusantara

 Jaringan Nusantara terbentuk melalui jalur perdagangan. Sejak abad ke-5 Indonesia sudah dilintasi jalur perdagangan laut antara India dan China. Jalur perniagaan dan pelayaran yang melalui laut dimulai dari China menuju Kalkuta, India. Di mana jalur tersebut melalui Laut China Selatan kemudian Selat Malaka. Setelah sampai India, kemudian berlanjut ke Teluk Persia melalui Suriah.

Posisi Indonesia cukup strategis dan memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Oleh sebab itu, Indonesia menjadi salah satu pusat perdagangan yang penting pada jalur perdagangan Timur Tengah dan semenanjung Arab dengan Selat Malaka.

Selama masa Hindu-Buddha di samping kian terbukanya jalur niaga Selat Malaka dengan perdagangan dunia internasional, jaringan perdagangan dan budaya antarbangsa dan penduduk di Kepulauan Indonesia juga berkembang pesat terutama karena terhubung oleh jaringan Laut Jawa hingga Kepulauan Maluku.

Selat Malaka merupakan jalur penting dalam pelayaran dan perdagangan bagi pedagang yang melintasi bandar-bandar penting di sekitar Samudra Hindia dan Teluk Persia. Selat itu merupakan jalur laut yang menghubungkan Arab dan India di sebelah barat laut nusantara dan dengan Tiongkok di sebelah timur laut Nusantara. Jalur ini merupakan pintu gerbang pelayaran yang dikenal dengan nama "Jalur Sutra". Dari India barang-barang dagang yang didapatkan dari Tiongkok akan disalurkan lagi ke Eropa. Karena peralihan jalur perdagangan yang menggunakan perairan membuat penduduk Nusantara mendapatkan berkah tersendiri. Nusantara yang dilewati kapal-kapal pedagang harus diintegrasikan dalam jalur perdagangan internasional tersebut. Oleh karena itu, Selat Malaka menjadi gerbang penting bagi perdagangan internasional.

Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas, seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkih, pala, kapulaga, gading, emas, dan timah. Semua komoditas tersebut membuat Raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassalnya di seluruh Asia Tenggara.

Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor berikut.

a.    Faktor pertama, yaitu lembah Sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara yang sangat cocok untuk pertanian padi. Pada masa kejayaannya, Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi yang sebagian dengan dukungan pemerintah.

b.    Faktor kedua, pelabuhan-pelabuhan Majapahit di Pantai Utara Jawa berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah dari Maluku. Dari perdagangan ini, Majapahit juga mendapatkan pajak.

Dari kedua contoh penguasaan perairan oleh Sriwijaya dan Majapahit lambat laun membentuk jaringan antardaerah. Daerah-daerah yang tidak dikenal dari kerajaan-kerajaan kecil yang sebenarnya menghasilkan komoditas perdagangan mulai mendapat perhatian. Di daerah-daerah penghasil komoditas mulai dibangun pelabuhan-pelabuhan kecil. Komoditas dari daerah kemudian dikirim ke pelabuhan-pelabuhan besar yang menjadi pusat perdagangan. Pedagang luar negeri dapat mudah mendapatkan barang dagangan yang diinginkan di pelabuhan besar.

Akhirnya berkembang jaringan perdagangan dan pengawasan yang berada di nusantara. Jaringan ini mengakomodasi perdagangan dan pemerintahan. Hubungan pemerintah terjadi berupa hubungan saling menguntungkan. Keuntungan penguasa pusat mendapat pengakuan sebagai penguasa, pajak atau upeti yang masuk ke kerajaan, dan suplai barang dagangan yang diperlukan untuk meramaikan pelabuhan dalam perdagangan internasional.

Jalur Rempah di Masa Hindu-Buddha

Rempah-rempah, seperti kayu manis, cengkeh, dan pala menumbuhkan jaringan dagang internasional dan antarpulau yang melahirkan kekuatan politik baru di nusantara.  Sejarah mencatat, rempah bukan sekadar komoditas, namun membawa nilai (value) dan gaya hidup (lifestyle) untuk peradaban global. Begitu pentingnya rempah-rempah dalam kehidupan manusia sehingga ia menjadi penghela perkembangan ekonomi, sosial budaya, dan politik dalam skala lokal dan global. Para pedagang mempertaruhkan nyawa dan kekayaannya untuk memasarkannya; juru masak meramunya untuk melezatkan hidangan; para tabib ahli kesehatan meraciknya untuk pengobatan; para raja mengirim ekspedisi mengarungi samudra untuk mendapatkannya; diplomasi demi diplomasi dirajut; hubungan antarmanusia menjadi global; dan sejarah peradaban manusia dibangun.

Jauh sebelum bangsa Eropa datang ke nusantara, ribuan tahun lalu, jalur rempah adalah rute nenek moyang kita menjalin hubungan antarpulau, suku, dan bangsa dengan membawa rempah sebagai nilai untuk membangun persahabatan yang membentuk asimilasi budaya dan diplomasi di setiap pesinggahan. Jalur inilah yang akhirnya menghubungkan nusantara dan dunia. Datangnya penutur bahasa Austronesia ke nusantara sekitar 4.500 tahun lalu dengan perahu menjadi awal pertukaran rempah dan komoditas lain antarpulau di Indonesia Timur. Budaya mereka inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya budaya bahari yang melayarkan rempah hingga ke Asia Selatan sampai Afrika Timur. 

Jejak kayu gaharu ditemukan di India. Cengkih dan kayu manis dari Indonesia timur sudah ada di Mesir dan Laut Merah. Nenek moyang kita juga membawa rempah ke Asia Tenggara, hingga ke Campa, Kamboja, sehingga terjadi persebaran budaya logam dari Dongson (Vietnam) hingga ke Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.

Sejak awal Masehi, Jalur Rempah telah menghubungkan India dan Tiongkok. Tercatat sudah ada pelaut Jawa yang mendarat di Tiongkok pada abad ke-2 Masehi. Kapal-kapal nusantara digunakan para biarawan dari Tiongkok untuk pergi belajar agama Buddha di Suvarnadvipa atau Sriwijaya dan di India. Kerajaan besar Sriwijaya, Mataram Hindu, Singasari, dan Majapahit menjadikan perdagangan rempah sebagai jalur interaksi utama yang menghubungkan nusantara dengan Asia Tenggara, Tiongkok, Asia Selatan, Asia Barat, hingga ke Afrika Timur. 

Karena itu tak dapat dipungkiri bahwa jauh sebelum bangsa Eropa melakukan aktivitas perdagangan di Asia Tenggara, para pedagang nusantara telah turut aktif dalam jaringan perdagangan dunia. Rempah nusantara dan Asia telah terkenal di Eropa jauh sebelum mereka dikenal di kawasan nusantara dan Asia. Posisi strategis yang menghubungkan Samudra Hindia dan Laut Tiongkok Selatan, menghubungkan Asia Timur dengan Asia Barat hingga Timur Tengah, Afrika dan Eropa menjadikan Nusantara sebagai hub penghubung jaringan perdagangan dunia.

Jack Turner menulis dalam bukunya Spice, The History of a Temptation (2005): “Tidak ada rempah-rempah yang menempuh perjalanan lebih jauh ataupun lebih eksotis daripada cengkih, pala, dan bunga pala Maluku. Setelah panen di hutan pala di Banda atau di bawah bayangan gunung vulkanik Ternate dan Tidore. Selanjutnya, kemungkinan besar rempah tersebut dimuat dalam salah satu cadik yang masih melintasi pulau-pulau di Nusantara. Rempah bisa juga dibawa oleh pedagang China yang diketahui telah mengunjungi Maluku dari sejak abad ke-13. Bergerak ke barat melewati Sulawesi, Borneo, dan Jawa melalui Selat Malaka, rempah-rempah tersebut lalu dikapalkan menuju India dan pasar rempah di Malabar. Selanjutnya komoditas itu dikirim dengan kapal Arab menyeberangi Samudra Hindia menuju Teluk Persia atau Laut Merah. Di salah satu dari sekian banyak pelabuhan tua, Basra, Jeddah, Muskat atau Aqaba, rempah lalu dialihkan ke dalam karavan besar menyusuri gurun pasir menuju pasar-pasar jazirah Arab dan Alexandria dan Levant. Baru setelah mencapai perairan Mediterania, rempah-rempah akhirnya tiba di tangan bangsa Eropa.”


 Proses Masuk dan berkembangnya Agama Islam di Indonesia

Terdapat beberapa pendapat yang berbeda-beda tentang proses masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia, di antaranya: Agama Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7. Hal ini didasarkan pada berita dari China zaman Dinasti Tang yang mengatakan bahwa orang-orang Arab telah membuat koloni di Kanton dan Pantai Barat Sumatra pada abad ke-7.

Ada beberapa teori yang menjelaskan dari manakah Islam masuk dan berkembang di Indonesia, berikut ini beberapa teori tersebut.


 Beberapa Pendapat tentang Masuknya Islam ke Indonesia

a.    Teori Gujarat (India)W. F. Stutterheim. Peninggalan nisan Sultan Malik al-Saleh yang reliefnya menunjukkan kesamaan dengan nisan-nisan yang terdapat di Gujarat, India.

b.   Teori Makkah (Arab):  Hamka. (1) Dianutnya mazhab Syafi’i oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mazhab Syafi’i sendiri merupakan mazhab besar dan istimewa di Makkah; dan (2) Adanya perkampungan orang-orang  Arab di Pantai Barat Sumatra.

c.    Teori Persia: Hoesein Djajadiningrat. Adanya kesamaan budaya. Antara lain dalam hal peringatan 10 Muharam atau Syura sebagai peringatan kaum Syiah  atas kematian Husain, putra Ali.

d.   Teori  Bengali (Bangladesh): S.Q Fatimi. Teori ini mengemukakan Islam datang ke Indonesia berasal dari Benggali. Dasar teori ini karena tokoh-tokoh Islam di Samudera Pasai merupakan keturunan Benggali.

e.    Teori  Pantai Coromandel (India): Thomas W. Arnold dan Morisson. Menurut teori ini Islam datang ke Indonesia melalui Coromandel dan Malabar (India).  Dasar teori ini adalah Gujarat belum menjadi pusat perdagangan  yang menghubungkan wilayah Timur Tengah dan nusantara.

Proses Penyebaran Islam di Indonesia

Berlangsung secara damai (pacific penetration)

Pertama, penduduk Indonesia berhubungan dengan agama Islam dan kemudian menganut ajarannya.

Kedua, orang-orang asing (Arab, India, Cina, dll.) yang telah memeluk Islam dan menetap di Indonesia, kemudian melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal. Pengetahuan agama Islam dan aktivitas keagamaannya itu yang kemudian secara perlahan mulai diikuti oleh masyarakat setempat.

 

Kondisi Politik di Beberapa Wilayah Nusantara Masa Kedatangan Pengaruh Islam

f.    Sumatra

Pada abad ke-13, Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran.

g.   Jawa

Surutnya pengaruh Majapahit akibat terjadinya konflik politik internal kerajaan, yaitu perebutan kekuasaan di antara keturunan raja. Dampaknya, banyak daerah-daerah vassal Majapahit yang kemudian melepaskan diri.

h.   Kalimantan Selatan

Sebelum kedatangan Islam di daerah ini sudah berkembang kerajaan yang bercorak Indonesia-Hindu dengan pusatnya berada di Negara Daha.

i.     Kalimantan Timur: Sebelum kedatangan Islam, corak Indonesia-Hindu lebih dominan dalam kehidupan kerajaan-kerjaan di Kalimantan Timur, seperti kerajaan Kutai yang merupakan kerajaan Hindu tertua di nusantara.

 

Beberapa Bukti Masuknya Islam di Indonesia.

j.     Makam Fatimah binti Maimun

Ditemukan di Leran, Gresik. Pada batu nisannya tertulis nama Fatimah binti Maimun dan angka tahun 1082 (475 H). Artinya, bahwa pada akhir abad XI Islam telah masuk ke Indonesia.

k.   Makam Sultan Malik Al-Saleh

Di Aceh, berangka tahun 1297. Mengingat Malik Al-Saleh adalah seorang sultan, maka dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh jauh sebelum Malik Al-Saleh mendirikan Kesultanan Samudera Pasai.

l.     Sumber Berita/Catatan Perjalanan

1.   Sumber Berita Ma-Huan

Pada abad ke-13 Islam telah berkembang di Indonesia. Dibuktikan dengan penemuan puluhan batu nisan muslim di Troloyo, Trowulan Gresik yang berasal dari abad ke-13.

2.   Sumber Berita Marco Polo

(Musafir dari Venesia, Italia yang pernah singgah di Perlak dan beberapa tempat di Aceh bagian utara dalam perjalanananya ke Cina). Bahwa pada abad XIII Islam telah berkembang di Sumatra bagian Utara. Di Perlak, pada tahun 1292 telah banyak masyarakatnya yang memeluk Islam

3.   Ceritera Ibnu Battuta

(Pada tahun 1345, Ibn Battuta mengunjungi Samudera Pasai. Ia seorang pengembara yang termashur dari Taugier (Marroko) yang hidup pada tahun 1304-1378). Tahun 1345 Islam telah berkembang di Aceh. Sultan Samudera Pasai sangat baik terhadap ulama dan rakyatnya. Samudera Pasai merupakan kesultanan dagang yang sangat maju.

4.   Sumber Dinasti Tang

Islam masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 dan 8 M. Hal itu dibuktikan dengan ramainya Selat Malaka dari aktivitas pedagang-pedagang muslim.

5.   Sumber berita Tome Pires

Dalam Suma Orienta, Pires menyebutkan bahwa daerah-daerah sekitar pesisir utara Sumatra telah banyak masyarakat dan kerajaan Islam.

Saluran-saluran Penyebaran Islam di Indonesia

a.       Perdagangan

Pasar merupakan salah satu pusat kegiatan manusia. Di tempat itu, setiap orang melakukan interaksi dengan semua orang yang dijumpai tanpa membedakan asal dan agamanya. Bahkan, setiap orang dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru, termasuk pengetahuan tentang Islam.

b.      Perkawinan

Orang-orang asing (Arab, India, Cina, dll.) yang telah memeluk Islam dan menetap di Indonesia, kemudian melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal. Pengetahuan agama Islam dan aktivitas keagamaannya itu yang kemudian secara perlahan mulai diikuti oleh masyarakat setempat.

c.       Pendidikan

Pengenalan dan penyebaran ajaran serta nilai-nilai Islam melalui pendidikan dilakuka nsetelah masyarakat muslim di nusantara terbentuk. Pendidikan agama Islam itu dilakukan oleh guru-guru agama, kyai, dan ulama. Untuk terselenggaranya pendidikan, mereka mendirikan pondok-pondok pesantren.

d.      Politik

Proses penyebaran Islam secara politik dilakukan oleh para penguasa pribumi. Sebagai orang yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat, apa yang dilakukan penguasa sering dijadikan panutan. Itulah sebabnya tindakan penguasa yang masuk Islam segera diikuti oleh rakyatnya.

e.       Tasawuf

Peran tasawuf dalam penyebaran Islam di tanah air menarik untuk dicermati. Eksesnya bukan saja terkait dengan persoalan “tata krama” hubungannya dengan Tuhan, tapi juga persoalan sosial-kemasyarakatan, bahkan masalah politik. Proses pembentukannya pun sedikit banyak beradaptasi dengan kehidupan spiritual sekitar awal datangnya Islam, yakni tradisi Hindu dan Buddha.

f.       Kesenian dan Sastra

Melalui media seni tertentu. Di antaranya adalah seperti yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga yang memanfaatkan media wayang yang merupakan kesenian asli Jawa sebagai media penyebaran agama dan nilai-nilai Islam.

Mereka yang Berperan Besar dalam Proses Persebaran Islam di Nusantara

a.       Peranan Kaum Sufi

Proses Islamisasi di Indonesia bersamaan waktunya dengan kurun waktu ketika paham Sufi mulai mendominasi dunia Islam, yaitu setelah jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol (1258). Kaum Sufi dari berbagai babgsa banyak yang melakukan perjalanan ke Indonesia dengan menggunakan kapal-kapal dagang.

b.      Peranan Ulama dan Mubalig

Dato’ri Bandang, Dato Sulaeman yang menyebarkan agama Islam di daerah Sulawesi. Dato’ri Bandang bersama Tuan Tunggang’ri Parangan yang melanjutkan penyebaran agama Islam ke Kutai, Kalimantan Timur.

c.       Peranan Wali

Contoh: Wali Sanga (Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Jati)


d.      Peranan para pemikir Islam

Melalui karya-karya tulisnya, para pemikir Islam nusantara memberi pengetahuan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan ajaran agama Islam. Di antara para pemikir Islam tersebut yang terkenal adalah Hamzah Fansuri (pengembang ajaran Tasawuf Qodariyah, menetap di Aceh); Nuruddin ar-Raniri (menyusun  kitab Bustanus Salatin, tinggal di Aceh); dan Bukhari al-Jauhari (menyusun kitab Tajus Salatin, tinggal di Aceh).

Faktor-faktor yang membuat Islam mudah diterima di Indonesia di antaranya:

·      Penyebaran agama dengan konsep akulturasi, damai dan tanpa kekerasan.

·      Politik kedekatan dengan kekuasaan.

·      Islam tidak kenal strata, kasta atau pelapisan sosial.

·      Ritualnya sangat sederhana dan mudah.

·      Masuk Islam cukup 2 kalimat syahadat.

·      Agama yang bertumpu pada kedamaian.

·      Aturan dalam Islam tidak memaksa dan fleksibel.

Kerajaan-kerajaan Islam Indonesia

1.      Kerajaan Perlak

(Berdasarkan bukti-bukti sejarah terbaru diketahui bahwa kerajaan Islam tertua di Indonesia adalah Kerajaan Perlak).

Bukti sejarah: naskah-naskah tua berbahasa Melayu, seperti Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah Wal Fasi, Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan as Salathin, dan Silsilah Raja-raja Perlak dan Pasai. Dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa kerajaan Perlak didirikan  pada 1 Muhharam 225 H (840 M). Pertama kali diperintah oleh Saiyid Abdul Aziz yang bergelar Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Shah. Secara geografis, Perlak terletak di ujung Utara Pulau Sumatra, yaitu daerah yang paling dekat dengan jalur  perdagangan antara Arab, Persia, India, dan Cina. Raja terakhir adalah Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan (662-692 H atau 1263-1292 M). Sejak 1292, Perlak menjadi bagian dari wilayah kerajaan Samudera Pasai (Penyatuan itu sebagai  akibat perkawinan antara Putri Ganggang Sari (dari  Perlak) dengan Sultan Muhammad Malikul Dhakir, putera Sultan Malikul Saleh dari Pasai).

2.    Kerajaan Samudera Pasai

(Merupakan penggabungan 2 kerajaan kecil (kerajaan Samudera dan kerajaan Pasai). Samudera dan Pasai terletak di pintu masuk Selat Malaka, yaitu jalur perdagangan utama antara Arab, Persia, India, dan Cina). Kerajaan Samudera Pasai didirikan pada abad XIII. Terletak di Aceh Utara, atau tepatnya di Kabupaten Loksumawe sekarang. Sultan Malik Al-Saleh merupakan sultan yang paling terkenal (sebagai peletak dasar kekuasaan Islam). Ia berhasil  mengembangkan perdagangan sebagai pilar ekonomi kerajaan.

3.      Kerajaan Malaka

Didirikan oleh Parameswara (keturunan bangsawan Majapahit) yang bergelar Sultan  Iskandar Syah (1296-1414). Malaka berkembang menjadi pusat perdagangan dan  penyebaran Islam di Asia Tenggara. Tahun 1511,  Malaka dikuasai oleh Portugis (dipimpin oleh d’Albuquerque). Sejak itulah kekuasaan Malaka berakhir. Berikut ini adalah wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka.

1.      Kerajaan Aceh

Sebelumnya merupakan bagian dari Kerajaan  Pidie. Lepasnya Aceh dari Pidie adalah berkat  perjuangan yang dilakukan oleh Ali Mughayat Syah yang sekaligus kemudian menjadi pendiri  dan penguasa atau sultan pertama Kesultanan  Aceh. Ia memerintah selama 14 tahun (1514-1528). Pusat kerajaan pun dipindahkan ke Kutaraja.

Sultan yang memerintah Aceh: Ali Mughayat Syah (berhasil meluaskan daerah kekuasaan); Husain, putra Sultan Ali Mughayat Syah (banyak daerah bawahan yang melepaskan diri); Sultan Ali Riayat Syah (1586-1588); Sultan Iskandar Muda 1607-1636, (Aceh mencapai masa kejayaanya); Sultan  Iskandar Thani (1636-1641); Sultan Safiatuddin, 1641-1675, banyak daerah yang  melepaskan diri sebagai akibat praktik adu domba yang  dilakukan VOC).

2.      Kerajaan Demak

Sebelumnya merupakan vassal atau daerah yang   berada di bawah kekuasaan kerajaan, yaitu Majapahit. Seiring makin lemahnya Majapahit, Raden Patah atau  Pangeran Jimbun atau Rodim atau (bergelar) Sultan Alam Akbar al-Fatah (didukung alim ulama Jawa,  seperti Tuban, Gresik, Jepara, Kudus) melakukan pemberontakan terhadap Majapahit dan berhasil. Demak menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa.

Setelah Raden Patah meninggal ia digantikan oleh Pati Unus (1518-1521) yang menjadi pemimpin ekpsedisi pamalayu dan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Ia mendapat sebutan Pangeran Sabrang Lor.

Sultan Trenggono (adik Pati Unus) memerintah dari tahun 1521-1546. Pada masa pemerintahanya, Demak mencapai masa kejayaannya. Sepeninggal Trenggono, terjadi perebutan kekuasaan antara Sultan Prawoto (anak Trenggono) dengan Sultan Kalinyamat (adik Trenggono). Sultan Kalinyamat kemudian terbunuh oleh utusan Prawoto di dekat jembatan sungai (sehingga mendapat sebutan Pengeran Sekar Sedo ing Lepen). Atas pembunuhan tersebut, Aryo Penangsang (anak Kalinyamat) merasa tidak  terima atas kematian ayahnya. Terjadilah kemudian pembunuhan atas diri Prawoto dan keluarganya.

Aryo Penangsang mengangkat dirinya sebagai  penguasa baru Demak (1546-1568). Karena menjalankan pemerintahan dengan kejam, banyak  pihak yang tidak suka dengan kepemimpinan  Panangsang. Tindakan Aryo Panangsang itu menyulut kemarahan para adipati. Di antaranya adalah Adipati Pajang, Adiwijaya atau Jaka Tingkir atau Mas Karebet (nantinya menjadi pendiri sekaligus penguasa  kerajaan Pajang). Peta kekuasaan Kerajaan Demak tampak pada gambar berikut.







 

 1.      Kerajaan Pajang

Pendiri Kerajaan Pajang adalah Adiwijaya (1568-1582). Ia menduduki takhta Pajang dengan  memindahkan kebesaran kerajaan Demak ke Pajang. Ketika Adiwijaya wafat, yang seharusnya menggantikan adalah Pangeran Benawa.  Namun, ia berhasil disingkirkan oleh Arya Pangiri.  Arya Pangiri pun naik takhta menjadi Sultan Pajang  pada 1582-1586. Sedangkan Pangeran Benawa hanya  dijadikan adipati di Jipang.

rya Pangiri tidak disukai rakyatnya. Dengan dibantu  saudara angkatnya yang juga Adipati Mataram (Sutawijaya), Pangeran Benawa berhasil menyerang Pajang  (1586). Pangeran Benawa yang lebih berhak atas takhta Pajang justru menyerahkan kekuasaannya  kepada Sutawijaya. Sutawijaya menerima tawaran  tersebut dan sejak saat itu segala kebesaran Pajang  dipindahkan ke Mataram. Dengan demikian,  kekuasaan Pajang berakhir.

2.      Kerajaan Mataram Islam

Berdirinya Kerajaan Mataram Islam erat kaitannya dengan keberhasilan Sutawijaya dalam mengalahkan Aria Penangsang dari Jipang. Atas jasanya tersebut, Sutawijaya dihadiahi Alas Mentaok oleh Sultan Hadiwijaya. Pada awalnya, Alas Mentaok tersebut dipimpin oleh Ki Ageng Pamanahan (ayahnya). Setelah Ki Ageng Pemanahan meninggal, alas Mentaok atau Mataram diserahkan kepada Sutawijaya.

Setelah wafat tahun 1601, Sutawijaya digantikan putranya yang bernama Mas Jolang (1601-1613). Ia bergelar Sultan Anyakrawati. Sultan Anyakrawati wafat dalam pertempuran di daerah Krapyak sehingga lebih dikenal dengan sebutan Panembahan Seda Krapyak.

 


 Pengganti Mas Jolang adalah Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senopati ing Ngalaga Ngabdur Rahman (1613-1645). Pada masa pemerintahannya, Mataram mencapai zaman keemasan. Wilayah kekuasaan Mataram meliputi semua Jawa kecuali Batavia (Sunda Kelapa) yang dikuasai VOC. Tahun 1628 dan 1629, Sultan Agung menyerang Batavia, tetapi mengalami kegagalan karena bala tentaranya kekurangan makanan sebagai akibat dari persediaan makanan yang telah disediakan dibakar oleh Belanda.

1.      Kerajaan Cirebon

Menurut sumber Portugis, pendiri Kesultanan Cirebon adalah Fatahillah atau Falatehan. Dengan seizin Sultan Demak, ia pergi ke Banten untuk menyebarkan agama  Islam di Banten dan daerah sekitarnya. Setelah menetap di Banten, ia kemudian  berhasil mendirikan Kesultanan Cirebon pada tahun 1552. Fatahillah menikah dengan puteri Demak yang juga puteri Cirebon, yaitu anak Sunan Gunung Jati.

Sementara itu, berdasar Ceritera Caruban (Cirebon),  Kesultanan Cirebon didirikan oleh Syarif Hidayatullah (cucu Raja Pakuan Padjajaran). Ia  naik takhta pada tahun 1482. Sebagai cucu raja, ia diberi hak untuk mengembangkan kekuasaan di Cirebon. Selain sebagai Sultan Cirebon, Syarif Hidayatullah juga dikenal sebagai seorang wali. Ia mendapat persetujuan dari para wali, terutama Sunan  Ampel untuk menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat. Oleh karena itu, Syarif Hidayatullah kemudian  lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.

Setelah wafat, Syarif Hidayatullah mengangkat  putranya, Pangeran Pasarean. Sultan inilah yang menurunkan raja-raja Cirebon selanjutnya. Tahun 1679 Cirebon terpaksa dibagi dua, yaitu  Kasepuhan dan Kanoman. Waktu itu VOC sudah berdiri kuat di Batavia. Dengan politik Devide at Impera, Kesultanan Kanoman dibagi menjadi dua, yakni Kasultanan Kanoman dan Kacirebonan.  Dengan demikian kekuasaan Cirebon terbagi menjadi  3 (tiga), yakni Kasepuan, Kanoman, dan Kacirebonan. Akhir abad ke-17 Cirebon berhasil dikuasai VOC.

2.      Kerajaan Banten

Sebelum menjadi Kerajaan Islam, Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Sunda (Padjajaran). Peletak dasar kerajaan Banten adalah Syarif Hidayatullah. Banten melepaskan diri dari Demak dan berdiri sebagai kerajaan yang merdeka pada 1552. Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai, karena banyaknya pedagang muslim yang lebih memilih berdagang di Banten ketimbang di Malaka yang telah dikuasai Portugis. Sultan Hasanuddin (1552-1570) dianggap sebagai sultan Banten yang pertama. Tahun 1570, Sultan Hasanuddin wafat dan digantikan puteranya, Pangeran Yusuf (1570-1580). Pangeran Yusuf digantikan oleh Maulana Yusuf. Maulana Yusuf meninggal tahun 1595 ketika memimpin ekspedisi ke Palembang. Banten pun mulai surut karena kalah bersaing dengan VOC.

 

 1.      Kerajaan Gowa dan Tallo

Kerajaan Gowa dan Tallo sering disebut sebagai  Kerajaan Makassar. Kedua kerajaan ini disatukan oleh Daeng Manrabia (Raja Gowa) dan Karaeng Mantoaya (Raja Tallo). Setelah kedua kerajaan bergabung, Daeng Manrabia diangkat menjadi Raja Makassar dengan gelar Sultan Alauddin (1591-1639). Sementara itu, Karaeng Mantoaya Diangkat menjadi patih dengan gelar Sultan Abdullah. Sombaompu kemudian dipilih menjadi ibukota Kerajaan Makassar. Setelah Sultan Alaudin meninggal, posisinya kemudian digantikan oleh Sultan Muhammad  Said (1639-1653). Puncak kejayaan kerajaan Gowa-Tallo terjadi pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653- 1669). Ia mendapat sebutan sebagai “Ayam Jantan dari Timur” Setelah Hasanuddin meninggal, ia digantikan oleh putranya Mapasomba. Pada masa pemerintahan  Mapasomba kajayaan Gowa-Tallo semakin redup.

Faktor pendorong melemahnya kerajaan Gowa-Tallo:

·         Intervensi VOC terhadap urusan dalam negeri Gowa-Tallo;

·         Upaya VOC melakukan monopoli perdagangan di Makasar;

·         Pemblokiran lalu lintas perdagangan oleh VOC terutama  terhadap Pelabuhan Sombaopu;

·         Persekutuan yang terjalin antara VOC dengan kerajaan-kerajaan yang berada di bawah pengaruh Gowa-Tallo;

·         Puncak kelemahan terjadi setelah Gowa-Tallo menandatangani Perjanjian Bongaya.

2.      Kerajaan  Ternate dan Tidore

Islam memasuki daerah Maluku diperkirakan antara tahun 1460-1465. Tanda-tanda awal kedatangan Islam  di daerah ini diketahui dari sumber-sumber naskah kuno, seperti Hikayat Hitu dan Hikayat Bacan.

Raja Ternate yang pertama kali memeluk Islam adalah Gapi Buta atau Zainal Abidin atau Sultan Marhum (1465-1486). Sementara raja Tidore yang pertama kali masuk Islam adalah Cirililiyah atau Sultan Jamaluddin. Di bawah pemerintahan Sultan Ben Acorala (Ternate) dan Sultan Almancor (Tidore), keduanya bersaing dalam memperebutkan hegemoni perdagangan di Maluku.

Akibat persaingan tersebut terbentuk dua persekutuan besar di Maluku. Pertama, Uli Lima (persekutuan 5 daerah) dan Uli Siwa (persekutuan 9 daerah). Uli Lima adalah persekutuan yang dipimpin  oleh Ternate dan beranggotakan Obi, Bacan, Seram, Ambon, dan Ternate sendiri. Sementara Uli Siwa adalah persekutuan yang dipimpin oleh Tidore dan beranggotakan Tidore, Makayan, Jailolo, Soe-Siu, dan daerah lain yang terletak di antara Halmahera dan wilayah Papua bagian barat.

Pada masa pemerintahan Tabariji, Portugis dan Spanyol mulai masuk ke Maluku. Kehadiran kedua bangsa itu makin memperuncing permusuhan antara Ternate dan Tidore. Ternate mencari perlindungan kepada Portugis dan sebaliknya Tidore kepada Spanyol.  Hingga akhirnya terjadi peperangan antara kedua kerajaan tersebut yang dimenangkan Ternate.

Pengganti Sultan Tabariji adalah Sultan Khairun. Pada masa pemerintahannya, Islam mengalami perkembangan yang pesat. Jika sebelumnya Ternate bersekutu dengan Portugis, pada masa pemerintahan Sultan Khairun Ternate justru  memusuhi Portugis. Hal ini disebabkan adanya tindakan monopoli perdagangan yang dilakukan Portugis.

Pengganti Sultan Khairun adalah Sultan Baabullah. Sementara Tidore diperintah Sultan Nuku. Pada masa pemerintahan kedua sultan itulah kedua kerajaan mencapai masa keemasannya. Pada masa pemerintahan Baabullah, ia sendiri memimpin langsung perlawanan terhadap  Portugis. Pada tahun 1575 benteng Portugis di Ternate berhasil direbut, bahkan dua tahun kemudian (1577) Portugis berhasil diusir dari Maluku.

 Sistem Pemerintahan, Sosial, dan Ekonomi Kerajaan-Kerajaan Maritim Islam Nusantara

Umumnya kerajaan-kerajaan maritim Islam melanjutkan tradisi kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha. Raja di kerajaan Islam umumnya memakai gelar sultan dan biasanya dibantu sejumlah pejabat kerajaan dan keluarga atau kerabat raja. Orang-orang dekat dengan raja diberi kedudukan tertentu. Jabatan-jabatn tinggi kerajaan  biasanya diberikan kepada keluarga (kerabat raja). Struktur birokrasi tertinggi kerajaan berada ditangan sultan. Sultan Mataram kemudian mengangkat pejabat penting pada pusat kerajaan.

Untuk menjalankan pemerintahan, sultan menata wilayah kerajaannya menjadi wilayah:

1)      Pusat kekuasaan;

2)      Wilayah-wilayah yang mengitari pusat kekuasaan; dan

3)      Negeri-negeri bawahan atau  taklukan.

Salah satu langkah membina hubungan baik di antara  pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah dengan menjaga kewibawaan raja. Penguasa-penguasa daerah yang akan diangkat sultan harus menempuh seleksi yang berkaitan dengan kesetiaan kepada pemerintah pusat. Dalam upaya menghindari kemungkinan munculnya pertentangan dari penguasa daerah, pemerintah pusat melakukan langkah strategi sebagai berikut:

1)      Mengharuskan kepala daerah menghadiri acara-acara tertentu yang diselenggarakan oleh pihak kerajaan;

2)      Para penguasa daerah diwajibkan menyerahkan upeti sebagai tanda kesetiaan.

Secara sosial, hukum yang berlaku adalah hukum Islam, Tahun 1628, Nuruddin ar-Raniri menulis Kitab Shirathal Mustaqim, yang merupakan kitab hukum Islam I yang disebarkan ke seluruh nusantara untuk menjadi pegangan umat Islam. Oleh Syekh Arsyad Banjar, kitab itu diperluas dan diperpanjang uraiannya dalam sebuah Kitab berjudul Sabilul Muhtadin dan dijadikan pegangan dalam menyelesaikan sengketa di daerah Kesultanan Banjar.

Sistem dan Struktur Sosial Masyarakat Bercorak Islam di Indonesia

1)        Golongan raja dan keluarganya;

2)        Golongan elite atau kelompok terkemuka;

3)        Golongan non-elite (rakyat kebanyakan atau wong cilik); dan

4)        Golongan budak atau hamba sahaya.

Kehidupan ekonomi kerajaan-kerajaan maritim Islam nusantara banyak ditunjang oleh perdagangan rempah-rempah serta pelayaran dan perdagangan. Karena sebagian besar kerajaan-kerajaan tersebut berada di kawasan laut yang strategis.

 Peninggalan Budaya dan Tradisi Kerajaan-kerajaan Maritim Islam Nusantara

·         Tradisi

1.    Tradisi Ziarah

Kebiasaan mengunjungi makam  tokoh-tokoh Islam yang telah meninggal, seperti makam para wali, raja-raja kerajaan Islam, dll.

1.    Tradisi Maulud Merupakan tradisi perayaan keagamaan dalam masyarakat Islam atau di negara-negara Islam untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw. yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal bulan Khomariah ketiga. 

2.    Tradisi Tajdid Tajdid atau pembaharuan merupakan tradisi menyangkut upaya melakukan pemurnian kepercayaan dan praktik keagamaan Islam dalam untuk mengarahkan kehidupan umat Islam ke jalan yang didasarkan pada ajaran Al-Qur’an dan Sunah Rasul. Tradisi tajdid mengambil bentuk gerakan modernisasi dan pembaharuan seperti Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, Jamiat ul-Khair, dan SDI atau SI. 

3.    Tradisi Daur Kehidupan Orang tua melakukan kurban hewan untuk setiap anak. Dalam istilah Arab-Indonesia disebut dengan aqiqa. Jumlah hewan kurban untuk kelahiran anak laki-laki adalah dua ekor dan anak perempuan satu ekor. Dalam tradisi umat Islam di Jawa, upacara dilakukan pada hari kelima sejak kelahiran. Dalam upacara tersebut, beberapa helai rambut anak dipotong. Dimaksudkan sebagai upaya membebaskan anak dari darah kotor.

Masa Kelahiran

Aqiqah dan upacara selamatan

Sunatan

Perkawinan

Upacara Kematian

Upacara kematian dalam Islam terkait dengan upacara pemakaman, yaitu kewajiban pada yang ditinggal untuk memenuhi serangkaian kewajiban yang ada dalam kitab suci mulai dari mamandikan mayat, mengkhafankan, mensalatkan, menguburkan, hingga berdoa memohon kalapangan kubur bagi yang meninggal.

 ·         Hasil Budaya

             1.      Seni Rupa Kaligrafi, yaitu seni tulis indah dengan menggunakan huruf Arab; pembuatan nisan sebagai tanda kubur.

     2.      Seni Bangunan

     3.      Seni Sastra Islam Kesusastraan Islam yang berkembang di Indonesia antara lain berupa hikayat, syair bernuansa Islam, dan suluk.

    4.      Sastra Islam Berbentuk Hikayat   Babad tanah Jawi , Babad Cirebon, Hikayat Pasai, Bustanus Salatin, Taj-us Salatin.

Masa Keruntuhan Kerajaan-Kerajaan Islam Indonesia

Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun Buddha di Indonesia mengalami masa kejayaan antara abad ke-7 sampai 12 M. Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun Buddha di Indonesia mulai mengalami kemunduran. Secara umum, faktor-faktor penyebab runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha sebagai berikut.

1)   Terdesaknya kerajaan-kerajaan kecil oleh kerajaan-kerajaan besar.

2)   Tidak ada pengaderan pemimpin sehingga tidak ada pemimpin pengganti yang setara dengan pendahulunya.

3)   Munculnya perang saudara yang melemahkan kerajaan.

4)   Kemunduran ekonomi perdagangan negara.

Tersiarnya agama Islam yang mendesak agama Hindu-Buddha

Terbentuknya Jaringan Perdagangan Nusantara pada Masa Islam

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan perairan laut yang luas. Kondisi perairan laut tersebut tidak membatasi interaksi antarpulau, bahkan dimanfaatkan sebagai saluran perdagangan. Aktivitas perdagangan yang terjalin antara pulau satu dengan yang lain menimbulkan terbentuknya jaringan perdagangan nasional antarpulau di Indonesia.

Dalam penyebaran agama Islam, Islam dan jaringan perdagangan antarpulau sangat erat kaitannya. Kontak dagang Islam dan jaringan perdagangan antarpulau ini sudah berlangsung sejak abad ke-7 dan jalur perdagangan yang digunakan mengikuti jaringan perdagangan antara kerajaan-kerajaan di nusantara dengan negeri-negeri di Asia Tenggara, India, dan Cina.

Jalur-jalur yang digunakan untuk proses perdagangan antarpulau adalah jalur laut. Jalur laut ini mengikuti pelayaran dan jaringan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di Asia. Hal ini dapat dilihat dari catatan-catatan sumber sejarah yang telah ditemukan yang mana membuktikan adanya jaringan-jaringan perdagangan antarpulau. 

Jalur Rempah di Masa Islam

Salah satu bukti sejarah tentang keberadaan Islam di Indonesia adalah berita Tome Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) yang memberikan gambaran mengenai keberadaan jalur pelayaran jaringan perdagangan para pedagang Islam, baik regional maupun internasional. Ia menceritakan tentang lalu lintas dan kehadiran para pedagang di Samudra Pasai yang berasal dari Bengal, Turki, Arab, Persia, Gujarat, Kling, Malayu, Jawa, dan Siam.



Rempah-rempah telah menjadi produk nusantara yang sangat penting. Bahkan sebelum zaman colonial, rempah-rempah mengundang para pedagang dari berbagai negeri yang membangun jalur dan jaringan perdagangan rempah di nsantara, termasuk pedagang muslim. Jaringan perdagangan ini mengalami pertumbuhan pesat di abad ke-13 dan ke-14.

Jalur rempah sangat berpengaruh dan berhubungan dengan perkembangan Islam nusantara. Perdagangan dengan bangsa asing mendorong terciptanya masyarakat yang terbuka dengan beragam budaya. Munculnya Islam Nusantara tak lepas dari peranan jalur rempah. Wakil Rektor I Universitas Indonesia--Abdul Haris—mengatakan ada tiga makna penting jalur rempah yang patut disorot. Pertama, bukti kemampuan nusantara dalam menjelajah dan menjadi bagian masyarakat dunia. Kedua, jalur rempah sebagai jalur kebudayaan yang mendorong interaksi antarbudaya. Ketiga, membentuk jejaring spiritual dan intelektual nusantara dengan bangsa lain.

Para pedagang dari Arab, Persia, Tiongkok, dan India melakukan kontak langsung dengan tempat-tempat penghasil rempah-rempah nusantara jauh sebelum orang-orang Eropa datang ke nusantara. Para saudagar Islam yang tadinya bertransaksi secara sendiri-sendiri akhirnya mereka berani melakukan kontak dagang dengan lebih intens karena dukungan kerajaan-kerajaan Islam yang terletak di Pesisir, seperti Samudra Pasai dan Malaka








Beberapa kesultanan Islam yang memiliki peran penting terhadap keberadaan jalur rempah di antaranya:

1)      Kesultanan Demak

2)      Kesultanan Banten

3)      Kesultanan Makassar

4)      Kesultanan Ternate Tidore

Meskipun bukan daerah penghasil rempah-rempah, namun posisi Pelabuhan Demak cukup penting. Para pedagang singgah ke Demak dalam perjalanan mereka menuju Maluku untuk mencari rempah-rempah atau kembali ke Malaka.  Di Demak mereka singgah untuk membeli beras dan kebutuhan pokok lain. Jadilah Pelabuhan Demak menjadi bagian dari jalur rempah yang diramaikan para pedagang muslim.

Banten adalah wilayah penghasil lada yang cukup terkenal (Lampung yang merupakan penghasil lada adalah bagian dari kesultanan Banten) pada masa itu, tidak heran jika banyak kapal-kapal pedagang muslim yang singgah. Bahkan Belanda nantinya pun mendarat di Pelabuhan Banten dalam upayanya mencari rempah-rempah ke Maluku.

Kesultanan Makassar bukanlah wilayah penghasil rempah-rempah, tetapi wilayahnya berada di jalur perdagangan rempah-rempah dan pelabuhannya menjadi pelabuhan yang sering menjadi titik sentral dari pengangkutan rempah-rempah yang dibawa dari Maluku. Bahkan penguasa Makassar menyambut baik para saudagar rempah-rempah tersebut dan menyediakan pelabuhan sebagai tempat persinggahan para pedagang tersebut.

Sementara itu, Kesultanan Ternate dan Tidore merupakan penghasil cengkih dan pala terbesar di Kawasan Maluku Utara. Kesultanan lainnya adalah Bacan dan Jailoo yang pelabuhannya merupakan lokasi paling strategis dan penguasanya memiliki hubungan harmonis dengan para penguasa di Jawa. Jika Banten, Demak, dan Makassar merupakan titik simpul dari jalur rempah, Kesultanan Ternate dan Tidore merupakan titik awal dari jalur rempah.

 Keuntungan dari keberadaan Jalur Rempah bagi Indonesia.

Perdagangan rempah di nusantara meninggalkan jejak peradaban yang signifikan berupa peninggalan situs sejarah, ritus budaya, hingga melahirkan beragam produk budaya yang terinspirasi dari alam nusantara yang kaya. Wakil Rektor I Universitas Indonesia (UI), Prof  Abdul Haris, mengatakan terdapat tiga makna penting sejarah jalur rempah di nusantara yang benar-benar harus digarisbawahi.

Pertama, jalur rempah merupakan bukti bagaimana bangsa nusantara memiliki kemampuan menjelajah dunia dan menjadi bagian dari masyarakat dunia. 

Kedua, jalur rempah tidak hanya berbicara tentang jalur ekonomi dan perdagangan. Akan tetapi, sudah memasuki jalur kebudayaan karena melalui jalur rempah terjadi interaksi dan dialog antarbudaya sehingga tercipta proses saling mengisi dan saling membentuk budaya antar bangsa. 

Ketiga, jalur rempah menjadi jalan terbentuknya jejaring spiritual dan intelektual nusantara dengan bangsa lainnya. Jalur ini memungkinkan adanya diskursus keilmuan dan keyakinan antara penduduk nusantara dengan peradaban lain sehingga ilmu pengetahuan di nusantara terus tumbuh dan berkembang.

Begitu pentingnya  keberadaan jalur rempah bagi sebuah peradaban dan perkembangan perdagangan serta masyarakat. Jalur rempah bukan saja merupakan sebuah dinamika yang di masa lampau dikaitkan dengan politik, tetapi dapat menjadi sebuah dinamika yang bergerak menuju masa depan.








 




Tidak ada komentar